"Putri, aku memang menantikan kedatanganmu sebelum acara berlangsung besok. Â Aku ingin tahu apa rencanamu?" Â Bhre Wirabumi membuka percakapan.
"Begini paduka. Besok adalah kesempatan emas bagi kita untuk memulai gerakan. Â Banyak tokoh Istana Barat hadir dalam acara peringatan. Â Kita bisa mengurangi kekuatan mereka setidaknya separuh jika berhasil melenyapkan mereka di sini," Putri Anjani menukas cepat.
Datuk Rajo Bumi mengangguk-angguk. Â Mengagumi kecerdasan muridnya. Â Mahesa Agni bersedekap sambil mengerutkan keningnya. Â Menyampaikan apa yang ada di hatinya.
"Putri, kita harus berhati-hati dalam merencanakan ini. Paduka, apakah sudah ada daftar siapa saja yang hadir dalam upacara peringatan ini?"
Bhre Wirabumi membuka selembar daun lontar berisi nama-nama.
"Tuanku Paduka Maharaja akan hadir. Â Disertai dengan pasukan Sayap Sima yang dipimpin Ki Tunggal Jiwo. Â Termasuk juga Panglima Besar Kerajaan yaitu Panglima Narendra. Â Hanya Mahapatih Gajahmada yang tidak hadir karena sudah tersingkir ke tlatah Madakaripura semenjak kejadian Perang Bubat tempo hari."
Keempat tokoh yang sedang merencanakan pemberontakan besar tercenung sesaat. Â Pasukan Sayap Sima adalah pengawal raja yang paling tangguh seantero Jawa. Â Bahkan mungkin di seluruh Nusantara. Â Mereka tidak boleh salah dalam mengatur strategi. Â Jika salah-salah, pemberontakan itu hanya akan berumur sehari.
"Aku punya sebuah rencana Paduka. Â Pasukan persekutuan kita selundupkan sebagai pelayan, among tamu dan penata acara. Â Benteng rahasia ini menjadi tempat tokoh-tokoh yang sudah dikenal bersembunyi. Â Menunggu waktunya tiba untuk memunculkan diri," Putri Anjani memecah kesunyian ruangan.
Bhre Wirabumi mengangguk puas. Â Sekutunya ini memang cerdas.
Pembicaraan kemudian dilanjutkan untuk membahas rencana dengan lebih terperinci. Â Siapa yang harus menyamar menjadi ini dan itu serta siapa saja yang mesti bersembunyi di lorong rahasia.
-----