Gadis dari Laut Utara ini melotot jengkel melihat Arya Dahana dengan seenaknya tidur di tempat persembunyiannya. Â Gadis ini mencoba melupakan rasa sebalnya dengan berusaha sebaik-baiknya menangkap percakapan orang orang Lawa Agung.
"Jumlah pasukan mereka adalah dua ribu orang. Â Tidak cukup setanding dengan pasukan yang kita kirimkan ke garis depan dengan jumlah tiga ribu orang."
Suara orang ini sangat kasar. Â Siapa lagi kalau bukan Raja Iblis Nusakambangan pikir Putri Anjani.
"Bala bantuan dari ibukota kerajaan Galuh Pakuan akan cukup lama datangnya. Â Oleh karena itu, kita cukup punya waktu untuk merebut benteng pertama itu dengan mudah."
Sebuah suara melengking buruk Nini Cucara menimpali.
"Tidak ada tokoh-tokoh dari Garda Kujang yang ada di benteng itu. Â Aku dengar Pendekar Sanggabuana dan anggota padepokannya malah sudah meninggalkan benteng beberapa waktu yang lalu. Â Ki Mandara tidak ada di ibukota, tapi juga tidak berada di dekat dekat sini. Â
Biang sesat Ki Gularma yang menghamba pada Galuh Pakuan juga tidak diketahui keberadaannya.  Dewi Mulia Ratri yang merupakan tokoh silat Galuh Pakuan terhebat sekaligus pimpinan Garda Kujang Emas Garuda  belum beberapa lama meninggalkan benteng."
Hulubalang Kelabang menggeretakkan giginya dengan senang.Â
"Ini pekerjaan cukup mudah aku rasa. Â Kekuatan mereka bisa ditanggulangi oleh kekuatan kita....tokoh-tokoh Lawa Agung lainnya akan kita kerahkan untuk membuat mereka kocar kacir terlebih dahulu."
Raja Iblis Nusakambangan  tertawa terkekeh.  Tidak biasanya tokoh sesat ini hanya tertawa ditahan.  Biasanya dia akan tertawa terbahak bahak dan menyeringai buas.
"Ini berita bagus. Â Secepat kita menaklukkan benteng itu maka Galuh Pakuan akan tersudut dari sisi moral pasukan. Â Mereka akan kalah secara mental. Â Itu akan membuyarkan semangat. Â Bala bantuan dari ibukota tidak mungkin bisa cepat datang. Â