"Selamatkanlah cucuku dari sini. Â Carikan dia guru yang tepat untuk berlatih ilmu kanuragan. Â Aku mohon kepadamu nak.. selamatkan Ayu Wulan."
Arya Dahana mencatat dalam hati hal hal penting yang dikatakan oleh nenek ahli sihir tadi. Â Dia mengangguk secara tegas kepada Nyai Genduk Roban. Menyatakan lewat pandangan matanya tentang kesediaannya. Â
Nyai Genduk Roban tersenyum bahagia lalu memalingkan muka dan memberi perhatian penuh terhadap semua yang dihidangkan. Â Dia akan menguji setiap makanan yang diletakkan di depan Arya Dahana dengan sihirnya. Â Apakah berbahaya atau tidak.
Tepat pada saat semua makanan telah tersedia dan dihidangkan di atas meja, Panglima Kelelawar tiba bersama sejumlah pengawal istana. Â Semua orang berdiri lalu membungkukkan badan. Â Arya Dahana termasuk salah satu yang melakukan pemberian hormat kepada sang Raja itu. Â Akan tetapi, Putri Anjani tidak beranjak sama sekali dari kursinya. Â Gadis ini sama sekali tidak mau memberi hormat. Â Pendiriannya sangat teguh. Â Mereka berdua saat ini adalah tawanan yang tidak kentara tawanannya karena masih diberikan kebebasan untuk mengenal lebih jauh kerajaan Lawa Agung selama beberapa hari ke depan.Â
Panglima Kelelawar bertepuk tangan dua kali agar semua bisa mulai menikmati hidangan yang ada. Â Tepukan tangan itu ternyata bukan tepukan biasa. Â Sebuah hawa pukulan yang tajam berdesir mengarah kepada Arya Dahana.Â
Pemuda ini merasakan hawa dingin dari pukulan itu mengarah ke dadanya.  Panglima sakti ini sedang menguji dirinya.  Hmmmm.. siapa takut? Pemuda ini merangkapkan kedua tangan  di dada.  Sebuah hawa pukulan panas menyambut pukulan Panglima Kelelawar.Â
Ruang perjamuan bergetar seperti sedang terjadi gempa.  Terdengar ledakan kecil saat kedua pukulan itu saling bertemu.  Beberapa piring terlempar keluar dari meja perjamuan.  Namun dengan secepat kilat dan tidak bisa diikuti mata biasa, Arya Dahana berkelebatan mencoba menahan dan menangkap piring  yang terlontar akibat getaran pertemuan pukulan tadi.  Dan piring piring yang berisi beraneka makanan tadi sudah tertata kembali di atas meja begitu bayangan Arya Dahana kembali duduk.Â
Semua yang hadir menahan nafas dengan kagum melihat pertunjukkan adu lihai tadi. Â Jelas bahwa pemuda yang terlihat sederhana dan tengil itu mampu mengimbangi junjungan mereka yang sangat sakti. Â Panglima Kelelawar sendiri juga berdecak kagum dalam hati. Â Pemuda ini tidak bisa dibuat main main. Â Dulu dia pernah beradu tangan sebentar dengan pemuda ini saat Perang Bubat. Â Namun itu hanya sebentar dan sama sekali belum menggambarkan apa apa. Â Kini dia yakin bahwa pemuda ini memang sangat lihai dan tangguh.
Putri Anjani bahkan bertepuk tangan karena tidak bisa menahan diri lagi saking kagumnya kepada Arya Dahana. Â Gadis dari laut utara ini tahu bahwa pemuda ini tangguh. Â Namun sama sekali tidak menyangka ternyata setangguh ini.Â
Kembali mata tajam Panglima Kelelawar menatap Arya Dahana. Â Tangannya diayunkan ke depan. Â Segumpal asap berbentuk naga terbang kencang menuju Arya Dahana. Â Kali ini Panglima Kelelawar menguji pemuda itu lewat serangan sihir. Â Bayangan naga itu terlihat sangat mengerikan. Â Matanya memerah saga dan api berkobar kobar keluar dari mulutnya yang besar dan bertaring tajam. Â
Ilmu sihir tingkat tinggi di dunia persilatan akan menjadikan sebuah serangan sihir sama seperti serangan yang sebenarnya. Â Bisa melukai dan membunuh. Â Dan sekarang bayangan naga itu mendekat dengan cepat ke Arya Dahana, siap menelan bulat bulat pemuda yang berdiri dengan tenang itu.