Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Idu Geni

18 Januari 2019   07:08 Diperbarui: 18 Januari 2019   07:15 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab III-6

Aku mematung di sudut sini
Memandangi tubuh sunyi yang sedang menggeliat
Selepas terbangun dari keramaian yang membabi buta.
Aku melangkahkan kaki
Memasuki lorong gelap tanpa sedikitpun sambaran pelita
Mencari dan menantang idu geni
Agar berhenti dan tak lagi mencederai mimpi.

Bab IV-1

Lepas pantai Ngobaran.  Rupanya Sanghyang Widhi masih melindungi Arya Dahana.  Begitu terjatuh dari bibir tebing karena luka akibat pukulan Dewi Mulia Ratri, jatuhnya langsung ke laut dan bukan ke karang yang banyak sekali berada di bawah sini, tubuh Arya Dahana langsung ditelan air laut yang masih ganas.

Pemuda ini sebenarnya pandai sekali berenang.  Dia adalah seorang ahli di air sebagai penangkap ikan.  Namun saat ini tubuhnya sedang terluka dalam yang cukup hebat sehingga gerakannya menjadi sangat terbatas.  

Apalagi hempasan terjatuh yang sangat keras tadi membuat tubuhnya makin terluka.  Bagaimanapun dia tidak akan menyerah pada nasib. Diayunkannya tangan dan kaki sekuat tenaga mencoba untuk terus mengambang di air.  

Hanya saja gelombang yang sangat kuat menghempasnya ke bawah air berkali kali.  Kepala dan tubuhnya berulangkali tenggelam, lalu timbul dan tenggelam lagi. 

Pemuda ini gelagapan mencari udara untuk bernafas.  Saat sampai pada puncak tidak bisa lagi bertahan dan tubuhnya mulai tersedot ke bawah air, sepasang tangan menarik tubuhnya dan menyangga lehernya agar tetap ada di permukaan.  

Arya Dahana hanya sempat melirik sejenak Putri Anjani berusaha sekuat tenaga menahan tubuhnya tidak tenggelam dengan darah yang masih mengalir di sudut bibirnya, setelah itu kegelapan menguasainya.  Pingsan.

Putri Anjani bersyukur sekali pemuda itu pingsan.  Jika tidak, akan cukup berbahaya bagi mereka berdua karena orang tenggelam cenderung untuk memberontak dan membuat penyelamatan menjadi lebih sulit.  Gadis ini sedari kecil tinggal di pulau kecil yang dikepung laut.  

Tidak heran dirinya sangat mahir berketrampilan di laut.  Dia akan dengan mudah menyelamatkan Arya Dahana.  Tapi ada satu hal yang membuat penyelamatan kali ini sangat sulit.  Dia juga sedang terluka parah.  Tenaganya hampir habis. 

Meskipun dia masih leluasa membuat mereka berdua mengambang, namun karena keterbatasan tenaga,  akhirnya keduanya terseret arus dan gelombang hingga ke tengah.  Putri Anjani menyadari hal tersebut, sambil tetap menjaga mereka berdua tidak tenggelam, gadis ini menengok kesana kemari mencari sesuatu yang bisa membantu mereka mengambang dan bertahan.

Dan sesuatu itu secara ajaib lewat di depan mereka.  Sebuah gelondongan kayu yang sangat besar hanyut terombang ambing gelombang lautan.  Cepat cepat Putri Anjani berenang menuju gelondongan kayu itu sambil tetap membawa tubuh Arya Dahana yang masih tak sadarkan diri.  Berhasil! 

Dinaikkannya tubuh kurus Arya Dahana terlebih dahulu dengan susah payah, setelah itu menyusul dirinya sendiri.  Gelondongan kayu itu sangat besar.  Lebih besar dari sebuah perahu kecil.  Lebih dari cukup untuk mereka berdua.  Bahkan ini ternyata bukan sekedar gelondongan!  Ini adalah sebatang kayu utuh yang tercabut dari akar akarnya oleh Raja Badai.  

Nampak tajuknya yang dipenuhi dedaunan hijau di ujung sebelah sana.  Dan luar biasanya adalah ini kayu maja!  Banyak sekali buahnya yang besar besar bergelantungan di dahan dahannya yang rimbun.  Buah ini memang sangat pahit, tapi setidaknya akan bisa membuat mereka bertahan hidup di tengah tengah laut selatan.

Setelah selesai mempelajari keadaan, Putri Anjani mengalihkan perhatian kepada Arya Dahana.  Pemuda yang telah menolongnya berkali kali ini terlihat sangat lemah.  Wajahnya pucat pasi.  Darah mengering di mulut dan dagunya.  

Bajunya yang robek di bagian dada memperlihatkan bekas tangan yang menggosong di kulit.  Pukulan Dewi Mulia Ratri sangat telak mengenai dada pemuda ini.  Tanpa pertahanan yang berarti lagi.  

Huh! Pemuda bodoh! Mau maunya mengalah dan tidak balas menyerang.

Putri Anjani meraba leher dan pergelangan tangan Arya Dahana.  Detak nadinya masih sangat kuat.  Luar biasa!  Pemuda ini mempunyai daya tahan tubuh yang tidak biasa.  Jika orang lain yang terkena pukulan sedahsyat itu, sudah pasti dadanya akan remuk sampai ke tulang tulang. 

Gadis ini sama sekali tidak tahu bagaimana cara mengobati luka dalam pemuda ini.  Dia tidak mungkin menyalurkan tenaga dalam ke tubuh Arya Dahana.  Dia masih terluka.  Bisa bisa lukanya akan semakin membahayakan jiwanya.  

Keputusan gadis ini sangat tepat meskipun dengan alasan yang berbeda.  Dan ini juga sebetulnya secara tidak sengaja menyelamatkan nyawanya sendiri.  Dia tidak tahu kalau tubuh Arya Dahana tidak bisa menerima penyaluran tenaga dalam dari luar karena pasti akan ditolak oleh dua tenaga yang berlawanan dalam dirinya dan akan membuat yang menyalurkan tenaga dalam terkena pukulan balik tenaga yang disalurkan.

Tentu ada sesuatu yang harus dilakukan untuk memperingan penderitaan pemuda ini,  pikir Putri Anjani cepat.  Dipetiknya beberapa buah maja. Diambilnya belati dari pinggangnya untuk mengupas buah tersebut.  Buah yang sangat pahit ini banyak mengandung air.  

Paling tidak bisa memberi masukan air bagi tubuhnya. Tapi bagaimana cara dia bisa makan?  Sedangkan pemuda ini masih dengan enaknya pingsan?

Selintas pikiran membuat Putri Anjani senang.  Dia mengambil potongan buah maja lalu mulai mengunyahnya perlahan.  Fiuuuhhh...pahit sekali.  Tapi gadis ini tidak berhenti.  Terus saja dikunyahnya hingga buah itu menjadi halus.  

Setelah merasa yakin hasil kunyahannya halus, putri dari laut utara ini meletakkan dalam tangannya kemudian diperas dan diteteskan ke mulut Arya Dahana.

Air buah maja yang sangat pahit itu masuk ke dalam mulut pemuda itu.  Wajah yang masih pingsan itu mengrenyit sesaat.  Namun tenang lagi dalam pingsannya.  Begitulah cara Putri Anjani memberikan minum sekaligus makan kepada Arya Dahana beberapa kali.  Gadis itu sama sekali tidak menyadari bahwa kayu itu semakin lama semakin hanyut ke tengah samudera.

Menjelang sore, barulah gadis itu sadar bahwa mereka sekarang jauh sekali dari daratan.  Tapi gadis itu mengangkat bahunya.  Tidak ada cara lain selain mengikuti saja kemana kayu besar ini akan hanyut.  Dia tidak mungkin bisa mengayuh kayu sebesar ini ke tepian sendirian.  

Apalagi gelombang besar selalu saja datang dan tidak mungkin bisa dilawan.  Dia hanya berharap bisa bertemu daratan dan bisa membuat perahu kecil di sana.

Malam ini purnama datang dengan penuhnya.  Putri Anjani sedang terpusat perhatiannya pada samadinya untuk memulihkan diri.  Gadis ini beringsut kaget saat terdengar gerakan pelan dari tempat Arya Dahana terbaring.  

Pemuda itu membuka mata sembari berusaha bangkit berdiri.  Untung saja Putri Anjani cepat cepat memegang tangan pemuda itu, karena jika tidak, pemuda yang tidak menyadari dia sedang berada di sebuah perahu aneh ini akan jatuh ke laut saat mencoba meregangkan otot ototnya sambil melangkah ke depan.

Arya Dahana terperanjat ketika dipegang erat oleh Putri Anjani dan mendapati dirinya ada di atas sebuah kayu yang sangat besar dan terombang ambing ombak di lautan yang sangat luas.  Dia menggali gali ingatannya pada apa yang telah terjadi.  

Barulah paham kenapa dia ada di sini.  Pastilah gadis di depannya ini yang telah menolong saat dia tenggelam tadi.  Buru buru pemuda ini membungkukkan badannya dalam dalam ke arah Putri Anjani.

"Kaulah yang pasti telah menyelamatkan nyawaku Putri.  Terimakasih...terimakasih banyak."

Putri Anjani tersenyum melihat kelakuan pemuda konyol di depannya ini.

"Sudahlah Arya...jangan banyak basa basi...sekarang pikirkan bagaimana kita bisa sampai daratan dengan perahu aneh sebesar anak gunung ini."

Arya Dahana balas tersenyum.  Dia memperhatikan sekeliling.  Kayu ini luar biasa besar.  Leluasa bagi mereka untuk menumpang di atasnya.  Namun juga akan sangat sulit mengendalikannya di tengah lautan bergelombang besar seperti ini.  

Mungkin bisa jika mereka berdua sudah pulih dan dalam kondisi sehat sepenuhnya.  Paling penting bagi mereka sekarang adalah memulihkan diri dari luka dalam yang diderita.

"Putri...kita tidak bisa apa apa saat ini.  Lebih baik kita pergunakan waktu sebaik mungkin untuk memulihkan diri.  Setelah itu kita bisa coba bawa kayu ini ke pinggir menuju daratan."

Putri Anjani mengangguk angguk.  Gadis ini segera saja duduk bersamadi.  Memusatkan segala perhatian untuk menyembuhkan luka pukulan Raja Iblis Nusakambangan yang terasa sakit sekali di pundaknya.

Arya Dahana juga melakukan hal yang sama.  Pemuda ini duduk bersila dan mengalirkan hawa murni di dalam tubuh ke dadanya yang terkena pukulan telak Lembu Sakethi Dewi Mulia Ratri.  Dadanya terasa sangat sakit sekali.  

Pukulan Dewi Mulia Ratri sangat hebat.  Hanya satu hal yang sama sekali tidak bisa dimengerti oleh pemuda ini adalah kenapa gadis yang dicintainya itu tega menjatuhkan tangan besi kepadanya.

Dia memang tidak pernah mengucapkan kata cinta kepada gadis sunda itu.  Tapi apakah gadis itu tidak sadar bagaimana cara dia memandang? Bagaimana cara dia memperhatikan?  Bagaimana cara dia memperlakukan?  Gadis itu, entah bodoh atau sombong, atau mungkin dua duanya.  

Arya Dahana terhanyut dalam pikiran itu dengan penuh pertanyaan dan geram keheranan.

Tanpa terasa, semalaman penuh sepasang muda mudi ini hanyut dalam samadi dan pikiran masing masing.  Arya Dahana jauh lebih cepat proses penyembuhan lukanya karena mempunyai tenaga dalam ajaib yang merupakan percampuran hawa panas, dingin serta hawa sihir akibat teluh Ratu Laut Selatan dahulu.  

Waktu semalam cukup untuk menyembuhkan luka dalam di dadanya.  Setelahnya hanya diperlukan istirahat dan pemulihan tenaga saja.

Sementara Putri Anjani belum bisa sepenuhnya pulih dari luka akibat pukulan raja iblis.  Hawa murni di tubuhnya tidak sekuat dan seajaib Arya Dahana.  Oleh karena itu, akan perlu waktu hingga berhari hari agar gadis ini berhasil pulih seperti sedia kala kembali.  

Tapi gadis ini merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi.  Dia merasa senang mereka terjebak di kayu yang terapung di lautan sangat luas ini.  Selain tidak terganggu dalam masa pemulihan luka, juga karena ada Arya Dahana bersamanya.  Makanan dan air juga tercukupi dari banyaknya buah maja.  

Biarlah dia akan berlama lama menyembuhkan luka, agar bisa berlama lama juga dengan pemuda ini. 

Sedari dulu ketertarikannya kepada pemuda ini telah ada.  Ditambah banyaknya kebaikan yang dilakukan pemuda ini untuknya.  Membuat hatinya merasa tenang dan damai.  Dia memang jatuh cinta kepada mendiang Andika Sinatria.  

Tapi itu dipenuhi oleh rasa khawatir akibat persaingan dengan gadis dukun Dewi Mulia Ratri.  Andika Sinatria telah tiada.  Dengan mudah dia akan bisa mengalihkan rasa cintanya kepada pemuda yang sangat baik kepadanya ini. 

Niatnya untuk membalas dendam terhadap Majapahit dan orang orangnya tidak pupus.  Apalagi dia punya Gendewa Bernyawa sekarang.  Senjata pusaka ini sangat ampuh luar biasa.  Dia akan mengumpulkan kekuatan untuk menyerang Majapahit.  

Apalagi dengan bantuan gurunya yang sakti dan pemuda luar biasa di depannya ini, dia tidak perlu khawatir lagi dengan kekuatan orang orang lihai Sayap Sima.

Putri Anjani tersenyum senyum penuh makna.  Dia sudah mempunyai rencana hebat.  Banyak sekali pihak pihak yang membenci Majapahit.  Galuh Pakuan, Blambangan, tokoh tokoh dunia persilatan yang berseberangan dengan tokoh tokoh Majapahit.  

Lalu dia teringat dulu pernah ada undangan misterius untuk menghadiri sebuah pertemuan rahasia di Tuban.  Dia tidak tahu persis apa yang hendak dibicarakan, namun selentingan kabar menyebutkan pertemuan itu untuk menggalang kekuatan melawan Majapahit.

Gadis ini tersadar saat titik titik air hujan jatuh membasahi kepalanya.  Wah rupanya hujan mulai turun.  Ini gawat.  Mereka sedang berada di tengah tengah lautan luas.  Tanpa peneduh.  Tanpa tempat berlindung. 

Putri Anjani berpaling kepada Arya Dahana.  Pemuda itu terlihat dengan tenang sedang membuat jalinan tali kecil panjang dari kulit kayu dengan menggunakan ranting kecil.  Disambung sambungnya dengan teliti sampai akhirnya mendapatkan tali yang cukup panjang.  Dipasangnya sebuah kait dari besi yang selalu dibawanya kemana mana.  Jadilah sebuah alat pancing.

Mulailah pemuda dari Blambangan ini melempar pancing ke laut dengan menggunakan umpan seadanya......dari buah maja.  Putri Anjani hampir saja mengeluarkan olok olok melihat umpan yang aneh bin ajaib itu. 

Sebelum keluar kata kata olokan dari bibir mungil itu, mendadak Arya Dahana menyentak tali pancingnya.  Seekor ikan yang cukup besar melayang ke udara.  Buru buru Putri Anjani menyambar ikan yang mendarat di kayu, takut kecemplung ke laut lagi.  

Waaahhh... ini ikan karang yang cukup besar dan terkenal enak. 

Dua tiga kali Arya Dahana berhasil mendapatkan ikan yang serupa dengan pancingnya yang sederhana.  Pemuda ini menggunakan ranting kayu kecil untuk membersihkan ikan-ikan itu.  Setelah itu dia membuat api dan mulai membakar ikan di atas perahu aneh mereka.  Tanpa menggunakan bumbu apapun, makan malam mereka yang dibasahi air hujan terasa sangat nikmat sekali. 

Untungnya hujan tidak berlangsung lama.  Sehingga tengah malam hingga pagi, sepasang muda mudi ini bisa beristirahat dengan lebih tenang. Mereka sama sekali tidak sadar, kayu besar yang mereka tumpangi sudah hanyut begitu jauh dan terbawa arus ke arah barat. 

Laut selatan memang sangat jauh berbeda dibandingkan laut utara.  Arus di sini jauh lebih kencang dan lautannya banyak menyimpan misteri yang luar biasa.  Karena itu kayu maja yang sangat besar itu dalam sehari semalam sudah terbawa jauh ke barat.  

Putri Anjani yang mahir sekali di laut dan punya pengetahuan yang baik tentang lautan, memperhatikan perubahan itu saat terbangun keesokan harinya. 

Mereka sudah sangat jauh dari Ngobaran.  Arus yang sangat kencang ini bisa membawa mereka hingga ke samudera tak berujung di selatan pulau Percha.  Dan itu berbahaya.  Mereka sanggup bertahan hidup dengan keahlian Arya Dahana menangkap ikan.  

Tapi air yang mereka butuhkan dan saat ini tercukupi oleh buah maja, bisa jadi akan membuat mereka dalam bahaya jika buah itu habis.

Sambil terus memperhatikan arus laut dan langit pagi yang masih menyisakan sisa sisa bulan, putri dari laut utara ini mengerutkan alis sejenak, lalu buru buru memanggil Arya Dahana yang mulai asik memancing dan bertengger di atas dahan dahan di ujung.

"Arya...kita dalam bahaya.  Kita harus mencoba untuk membawa kayu ini ke arah sana..." sambil berkata, Putri Anjani mengarahkan telunjuknya ke utara.  Lalu melanjutkan kembali kalimatnya.

"Kita tidak boleh terbawa terus ke arah selatan.  Tidak ada pulau apapun di sana.  Bahkan bisa bisa kita terjebak di neraka salju di bagian paling selatan bumi ini."

****
Bersambung Bab IV-2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun