Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

10 Desember 2018   22:04 Diperbarui: 10 Desember 2018   22:05 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan agak ragu, Dewi Mulia Ratri membuka tutup peti kecil itu.  Nampak sebuah kain berwarna kuning lusuh di dalamnya.  Di dalam kain itu terdapat sebuah buku kecil yang berwarna hitam mengkilat seperti baru saja dicetak.  Buku inilah yang diperebutkan orang orang hingga berdarah darah ratusan tahun yang lalu. Dan berulang lagi sekarang. 

Diambilnya buku kecil itu dengan hati hati.  Terasa hangat di tangannya.  Disimpannya di balik bajunya yang kuyup. Diraihnya peti kecil itu dan dilemparnya ke air.  Terjadi peristiwa paling aneh dari semua rangkaian kejadian aneh hari itu.  Air danau terbelah.  Air menyibak menciptakan sebuah lorong kecil.  Dewi Mulia Ratri melompat keluar perahunya dan berlari cepat melewati lorong itu.  Air menutup kembali di belakangnya begitu dia lewat.  Sampai akhirnya tiba di daratan, lorong di belakangnya telah hilang. 

Orang orang yang menyaksikan peristiwa itu dari awal, menghentikan pertempuran dan mencoba mengejar.  Namun kecepatan air menutup itu tidak memungkinkan siapapun mengejar.  Sehingga dengan aman, Dewi Mulia Ratri sekarang berdiri seorang diri di pinggir danau menyaksikan orang orang berusaha mengejarnya menggunakan perahu.

"Pergilah dari tempat ini...kitab sihir Ranu Kumbolo itu itu berjodoh denganmu...pelajarilah baik baik..."

Terdengar lagi bisikan lirih di telinga Dewi Mulia Ratri.  Meskipun keinginan hatinya adalah menunggu sang pangeran tampan menemaninya pulang, pikiran yang terang saja membuat pipinya memerah.  Gadis cantik itu menggerakkan kakinya meninggalkan tempat itu dengan cepat menuju arah pulang Padepokan Sanggabuana.

********

Bersambung Bab IX

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun