Dengan agak ragu, Dewi Mulia Ratri membuka tutup peti kecil itu. Â Nampak sebuah kain berwarna kuning lusuh di dalamnya. Â Di dalam kain itu terdapat sebuah buku kecil yang berwarna hitam mengkilat seperti baru saja dicetak. Â Buku inilah yang diperebutkan orang orang hingga berdarah darah ratusan tahun yang lalu. Dan berulang lagi sekarang.Â
Diambilnya buku kecil itu dengan hati hati. Â Terasa hangat di tangannya. Â Disimpannya di balik bajunya yang kuyup. Diraihnya peti kecil itu dan dilemparnya ke air. Â Terjadi peristiwa paling aneh dari semua rangkaian kejadian aneh hari itu. Â Air danau terbelah. Â Air menyibak menciptakan sebuah lorong kecil. Â Dewi Mulia Ratri melompat keluar perahunya dan berlari cepat melewati lorong itu. Â Air menutup kembali di belakangnya begitu dia lewat. Â Sampai akhirnya tiba di daratan, lorong di belakangnya telah hilang.Â
Orang orang yang menyaksikan peristiwa itu dari awal, menghentikan pertempuran dan mencoba mengejar. Â Namun kecepatan air menutup itu tidak memungkinkan siapapun mengejar. Â Sehingga dengan aman, Dewi Mulia Ratri sekarang berdiri seorang diri di pinggir danau menyaksikan orang orang berusaha mengejarnya menggunakan perahu.
"Pergilah dari tempat ini...kitab sihir Ranu Kumbolo itu itu berjodoh denganmu...pelajarilah baik baik..."
Terdengar lagi bisikan lirih di telinga Dewi Mulia Ratri. Â Meskipun keinginan hatinya adalah menunggu sang pangeran tampan menemaninya pulang, pikiran yang terang saja membuat pipinya memerah. Â Gadis cantik itu menggerakkan kakinya meninggalkan tempat itu dengan cepat menuju arah pulang Padepokan Sanggabuana.
********
Bersambung Bab IX
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H