Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

10 Desember 2018   22:04 Diperbarui: 10 Desember 2018   22:05 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pletakkkk...duuuhhhh," suara pangeran tampan ini mengaduh kesakitan setelah tahu tahu kepalanya benjol terkena papan kecil itu.  Tentu saja Dewi Mulia Ratri tidak bermaksud menyakiti sang pujaan hati.  Dia hanya ingin memberi sedikit pelajaran agar tidak lagi jahil kepadanya. 

"Byuuuurrrr....byuuuurrr...byuuurrrr..." kali ini Dewi Mulia Ratri gelagapan karena siraman air sekarang bertubi tubi mengguyur tubuhnya.  Sambil berusaha sedapat mungkin menghindar dengan menggerakkan perahunya ke kanan dan kiri, dia mengangkat tangan meminta maaf kepada Andika Sinatria.  Jelas jelas bukan dia atau yang lain yang telah mengguyur air sedari tadi. Ternyata semua ini perbuatan si air mancur ajaib itu. 

Dewi Mulia Ratri memajukan perahunya sekencang mungkin ke depan.  Karena guyuran air itu ternyata mengejar dirinya.  Semakin cepat dia mendayung perahunya, semakin cepat juga air mancur itu mengejarnya sambil tetap mengucurkan air mengguyur tubuhnya.  Andika Sinatria yang masih mengelus elus kepalanya menjadi kasihan melihat Dewi Mulia Ratri tergopoh gopoh dikejar air aneh itu.  Dia menggerakkan perahunya mengejar gadis cantik itu.  Mencoba mengganggu si air mancur dengan meliuk liukkan perahunya di antara perahu Dewi Mulia Ratri dan si air.  

Permainan aneh yang disaksikan banyak orang itu berlangsung untuk sekian lama.  Akhirnya Dewi Mulia Ratri kehilangan kesabaran.  Dia mengerahkan seluruh kekuatannya dan menghantamkan ke badan si air mancur sekuatnya.  Badan air mancur itu hancur berantakan terkena pukulan Dewi Mulia Ratri.  Peti kecil yang ada di atas jatuh...ke perahu gadis cantik itu.

Sontak saja Dewi Mulia Ratri diserbu oleh banyak orang.  Laksamana Utara dan Putri Anjani menyerang dari kiri, Raja Iblis Nusakambangan mencoba menyergapnya dari belakang, sedangkan Argani dan Aswangga menyerbu dari depan dan dua Malaikat Neraka menyerangnya dari kanan.  Semuanya berburu cepat memperebutkan peti berisi kitab sakti yang sekarang ada di perahu Dewi Mulia Ratri.  

Ki Biantara menggerakkan papannya menghadang pergerakan Laksamana Utara dan putrinya.  Ki Mandara  menahan Argani dan adik seperguruannya sendiri, Aswangga.  Andika Sinatria menghadapi Raja Iblis Nusakambangan dan Ardi Brata menghadang dua Malaikat Neraka.  Terjadilah pertempuran langka di atas air antara tokoh tokoh sakti dunia persilatan tanah Jawa. 

Ranu Kumbolo betul betul bergolak hari ini.  Bahkan meskipun matahari tinggal menampakkan tubuhnya yang berwarna merah di ujung barat. Sebentar lagi kegelapan akan menguasai tempat ini.  Tapi sepertinya orang orang itu tidak peduli.  Pertarungan dahsyat terus berlangsung.  Ki Biantara memang lebih tinggi tingkat ilmunya dibanding Laksamana Utara.  Tapi perbedaan itu hanyalah tipis adanya.  Sehingga ketika Putri Anjani yang sudah mendekati tingkatan ayahnya ikut mengeroyok, terdesaklah pendekar nyentrik ini.  

Ki Mandara juga sekarang mencoba bertahan saja.  Argani dan Aswangga adalah lawan lawan yang tangguh.  Dia bisa mengalahkan mereka jika bertarung satu lawan satu.  Tapi jika dengan keroyokan seperti ini, dialah yang terdesak.  Raja Iblis Nusakambangan mempunyai tingkatan yang sama ilmunya dengan Ki Mandara,  sehingga tidak aneh Andika Sinatria juga terdesak hebat.  Sementara di tempat lain, hal yang sama terjadi.  Ardi Brata hanya bisa menahan cukup lama agar dua Malaikat Neraka ini tidak mendekati perahu Dewi Mulia Ratri saja.

Dewi Mulia Ratri sendiri nampak kebingungan.  Dia sadar pihaknya kalah kuat.  Tapi dia tidak tahu harus membantu yang mana.  Selain itu, tadi gurunya sempat berpesan agar dia tetap di tempat dan tidak boleh bergerak membantu.  Sesuatu berdenging di telinganya seperti suara lebah.  Dia tidak bisa mendengar dengan jelas karena riuh rendahnya pertempuran di sekitarnya.  Suara berdenging itu makin kuat dan jelas setelah dia mengerahkan konsentrasi ke telinganya.

"Buka peti itu...... simpan kitabnya di dalam saku bajumu.  Lalu buang peti itu ke air dan pergilah dari sini....."

Dewi Mulia Ratri menoleh ke kanan kiri siapa kiranya yang telah mengirimkan pesan suara misterius itu.  Tidak mungkin guru atau yang lainnya di sini.  Semuanya sedang sibuk bertempur.  Pastilah orang misterius itu ada di sekitar sini.  Hanya orang dengan kemampuan luar biasa sakti yang sanggup mengirimkan pesan suara jarak jauh dari tempat yang sangat berjauhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun