Sekarang Wanda kelimpungan. Tadi malam mendadak di gawainya muncul postingan puisi cinta yang panjang namun bagi Wanda rasanya memperpendek keberaniannya untuk melanjutkan rencana pernikahan. Â Wanda tahu itu darimana meski nomor yang mengirimkan tidak dikenalnya. Wanda sangat hafal;
Di perjalanan waktu
saat aku mencoba mengelanakan rindu
ternyata aku malah terpenjara
dalam kesia-siaan masa
aku tak bisa melupakanmu
meski aku mencoba menggores jantungku dengan lengan ilalang
luka yang timbul malah rindu tak terbilang
aku harap bekas sayatannya disembuhkan waktu
tapi waktu bukanlah sekutuku
aku pantas menerima hukuman
atas ketidakberanian dan kebodohan
Aku akan mendatangimu
pada waktu yang tak akan kau duga
aku akan katakan I love you
seperti yang selama ini selalu tertunda
aku tahu jika mungkin saatnya tidak tepat
tapi aku paham tak ada kata terlambat
untuk berucap tanpa ragu
I love you
Gila! Semalaman suntuk Wanda hanya gelibag-gelibug di kasur macam kutu kupret yang sesak nafas. Ini mengerikan! Tapi juga mendebarkan. Wanda tahu Jaka setengah manusia. Sisanya adalah kegilaan semata. Wanda jadi penasaran apa yang akan dilakukan lelaki yang sampai sekarang selalu mampu membuatnya meriang.
Ah sudahlah! Aku tantang dia! Dulu dia begitu penakut. Wanda tidak yakin sekarang keberanian Jaka melompati langit. Hmm, aku ingin lihat seperti apa. Toh Wanda juga menyadari dirinya hanya tiga perempat manusia. Sisanya? Sama dengan Jaka.
---
Dan Wanda pun diliputi kekecewaan teramat dahsyat. Sampai menjelang Hari H pernikahannya, Jaka tidak pernah berkabar apa-apa. Mengirim pesan tidak. Mengirim puisi juga tidak. Dasar lelaki ayam! Sekali ayam tetaplah ayam! Wanda mengumpat habis-habisan. Wanda memutuskan untuk pasrah. Sekali lagi mereka kalah.
Pagi itu Wanda sudah didandani secantik bidadari. Di panggung tempat akad nikah, telah menunggu Sandy dan orangtuanya. Upacara tak lama lagi akan dilaksanakan. Wanda menitikkan airmata yang melompati pipinya begitu saja. Ini airmata terakhirku untukmu Jaka. Bisik Wanda haru tapi juga geram. Bukan alang kepalang. Brengsek! Ratusan kata buruk itu terlahir dari mulutnya hanya dalam tempo 2 minggu.
Di atas panggung, Wanda duduk berdampingan dengan Sandy diapit oleh ayah masing-masing. Sandy yang sedari tadi menyaksikan Wanda masuk dengan muka sembab, sama sekali tak terperanjat. Sandy telah mendengar cerita lengkap dari Vira kemarin siang. Vira sengaja mendatangi Sandy dan menceritakan semuanya karena tidak ingin pernikahan sahabatnya itu berantakan gara-gara curiga pada akhirnya.
Sandy bisa mengerti kenapa Wanda tidak memperlihatkan kegembiraan saat prosesi akan dilangsungkan. Dia paham. Cinta memang aneh dan gila. Dia sendiri memang tergila-gila kepada Wanda. Tapi bukan begini caranya meraih cinta. Ini namanya kawin paksa!
Tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin dia mengusulkan pembatalan, sementara dari pihak Wanda tidak meminta. Bisa-bisa dia dianggap mempermalukan 2 keluarga. Tapi muka itu? Wajah cantik yang sendu itu? Sandy sama sekali tidak tega. Ingin rasanya dia berteman dengan jin. Menghilang tak kentara tanpa diketahui siapa-siapa. Cinta memang gila!
"Wahai saudara Sandy bin Gofur, saya nikahkan dan kawinkan Wanda, puteri saya, binti Ahmad Darma kepadamu dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."