Wanda nyengir besar. Wanita itu paham Ibunya adalah satu-satunya perempuan di dunia yang tidak bisa dibohonginya. Mulutnya bergetar mengaku menyebut sebuah nama.
"Jaka...."
Ibu Wanda tercenung sesaat. Mengingat-ingat. Jaka? Sepertinya dia belum pernah mendengar nama itu. Anak gadisnya itu memang cukup merahasiakan kehidupan cintanya. Kepada siapa saja.
"Kenapa dengan Jaka nak? Ingat ya, sebentar lagi kamu harus menikah dengan lelaki yang telah kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Dalam hitungan minggu kamu tak boleh lagi memikirkan pria lain anakku," Ibu Wanda berbicara dengan nada sareh.
Wanda seperti tersengat kalajengking paling berbisa di dunia. Sandy! Lelaki teman sekantornya yang begitu gigih untuk mendapatkan cintanya. Wanda mengatakan iya ketika Sandy melamarnya setelah beberapa bulan sama sekali tidak bisa menelusuri jejak Jaka berada di mana.
Wanda putus asa. Tradisi dalam keluarga besarnya semenjak dahulu selalu menganggap wanita yang belum juga menikah sampai usia 25 tahun adalah tabu. Â Atau setidaknya menjadi bahan omongan. Wanda paling tidak tahan dengan omongan orang. Apalagi ketika melihat ibunya menahan isak jika Wanda terlalu ngotot tak mau menikah segera. Serba salah. Seperti makan roti manis dikerubungi semut. Suka rotinya tapi beresiko digigit semut pada mulut.
Dan terjadilah! Tanggal pernikahan segera ditetapkan begitu keluarga Wanda menerima lamaran keluarga Sandy. Wanda menyerah. Meski begitu dalam hati kecilnya Wanda memaki-maki Jaka; pemuda brengsek! Penakut!
----
Bukan tanpa alasan pagi ini Wanda melamunkan Jaka habis-habisan. 2 minggu sebelum pernikahannya mendadak dia mendengar kabar Jaka. Dari sahabatnya Vira, Wanda mendengar kabar mengejutkan itu.
Vira berjumpa Jaka secara tak sengaja. Di sebuah stasiun antar kota ketika Vira sedang menjemput ibunya. Vira melihat Jaka turun dari kereta bersamaan dengan ibunya. Â Awalnya Vira tidak mengira itu Jaka karena lelaki itu terlihat kusut dan gondrong. Memang tidak terlalu kurus lagi namun nampak jelas lelaki itu sama sekali tidak terurus.
Tentu saja Wanda yang mendengar kabar itu seperti digedor keras pintu hatinya. Seketika itu juga pikirannya dipenuhi dengan sosok Jaka. Pemuda yang dulu menemani dirinya kemana-mana. Pemuda yang menghadiahkan sebuah buku puisi tulisannya sebelum menghilang. Buku yang penuh berisi untaian kata cinta. Kata yang ditunggu-tunggunya namun tak pernah diucapkan langsung kepadanya. Brengsek!