Wanda menutup mukanya yang sembab begitu ibunya lewat di ruang makan. Â Pura-pura mencari sesuatu yang terjatuh dari piring sarapannya. Selamat! Ibunya tak memperhatikan.
Semalaman gadis itu menangisi seseorang. Bukan, tepatnya menangisi kenangan akan seseorang. Orang itu hilang. Bukan, bukan hilang. Tepatnya menghilang!
Lelaki yang diam-diam dicintainya itu pergi entah kemana. Selepas kuliah lelaki itu raib tak berjejak. Mungkin itulah yang dinamakan moksa. Wanda tersenyum kecut.
Salahnya sendiri. Dia adalah perempuan tradisional yang tak pandai menyampaikan isi hati. Lelaki itu terlihat jelas menaruh perasaan kepadanya. Sejak lama. Sejak mereka praktek lapangan di sebuah tempat berpantai yang panas, namun terasa sangat sejuk bagi mereka berdua.
Setiap hari, setelah menyelesaikan praktek lapangan seharian, Wanda dan Jaka, begitu nama lelaki itu, selalu menghabiskan waktu berdua. Memotret kehidupan di desa-desa pelosok, sekaligus menangkap seperti apa sesungguhnya alam yang masih murni dan jauh dari campur tangan pusaran kekuasaan akan uang.
Kehidupan desa sangat menarik perhatian. Alam yang asli dan asri begitu memukau mata dan hati. Â Terutama pantainya yang begitu menawan. Wanda dan Jaka seperti sepasang kecomang yang bermain-main di pasir. Mencari tempat persembunyian terbaik. Sebelum lidah gelombang menjilat paksa kehadiran mereka kembali ke lautan.
Mereka berdua mempunyai kesukaan yang kurang lebih sama. Sama-sama mudah iba. Sama-sama gampang berlinangan mata. Bila melihat sesuatu yang menusuk rasa. Wanda dan Jaka juga sama-sama penggila puisi, sajak dan apa saja yang berkaitan dengan sastra.
Kalau sudah sampai pada tema itu, Jaka akan duduk diam seperti batu sambil menggoreskan sesuatu di kertas yang seadanya ditemukan. Sementara Wanda sibuk memperhatikan, sambil berdebar menebak puisi apa lagi yang dicipta lelaki yang sering dijulukinya pemuda tengil itu.
Dari sanalah sebetulnya magnet itu menarik mereka ke pusaran cinta. Wanda mengakui, selain tengil Jaka punya beberapa kelebihan yang unik. Romantis itu biasa. Mistis itu banyak yang lainnya. Kritis juga bukan sesuatu yang luar biasa. Jaka punya sesuatu di luar itu. Pemuda itu mudah nekat sekaligus gampang sekali patah. Aneh!
Wanda gelagapan! Ibunya tahu-tahu sudah berdiri di depannya. Entah untuk berapa lama. Mungkin saja dari tadi. Sejak Wanda mulai menelusuri jejak kenangan yang berbuah lamunan.
"Kenapa nak? Sepertinya ada yang mengganggu pikiran? Ibu takut kamu kesurupan karena Ibu lihat kamu sedari tadi cengengesan, senyum-senyum sendiri. bahkan Ibu sempat mendengar kamu menyumpah kecil tak karuan."
Wanda nyengir besar. Wanita itu paham Ibunya adalah satu-satunya perempuan di dunia yang tidak bisa dibohonginya. Mulutnya bergetar mengaku menyebut sebuah nama.
"Jaka...."
Ibu Wanda tercenung sesaat. Mengingat-ingat. Jaka? Sepertinya dia belum pernah mendengar nama itu. Anak gadisnya itu memang cukup merahasiakan kehidupan cintanya. Kepada siapa saja.
"Kenapa dengan Jaka nak? Ingat ya, sebentar lagi kamu harus menikah dengan lelaki yang telah kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Dalam hitungan minggu kamu tak boleh lagi memikirkan pria lain anakku," Ibu Wanda berbicara dengan nada sareh.
Wanda seperti tersengat kalajengking paling berbisa di dunia. Sandy! Lelaki teman sekantornya yang begitu gigih untuk mendapatkan cintanya. Wanda mengatakan iya ketika Sandy melamarnya setelah beberapa bulan sama sekali tidak bisa menelusuri jejak Jaka berada di mana.
Wanda putus asa. Tradisi dalam keluarga besarnya semenjak dahulu selalu menganggap wanita yang belum juga menikah sampai usia 25 tahun adalah tabu. Â Atau setidaknya menjadi bahan omongan. Wanda paling tidak tahan dengan omongan orang. Apalagi ketika melihat ibunya menahan isak jika Wanda terlalu ngotot tak mau menikah segera. Serba salah. Seperti makan roti manis dikerubungi semut. Suka rotinya tapi beresiko digigit semut pada mulut.
Dan terjadilah! Tanggal pernikahan segera ditetapkan begitu keluarga Wanda menerima lamaran keluarga Sandy. Wanda menyerah. Meski begitu dalam hati kecilnya Wanda memaki-maki Jaka; pemuda brengsek! Penakut!
----
Bukan tanpa alasan pagi ini Wanda melamunkan Jaka habis-habisan. 2 minggu sebelum pernikahannya mendadak dia mendengar kabar Jaka. Dari sahabatnya Vira, Wanda mendengar kabar mengejutkan itu.
Vira berjumpa Jaka secara tak sengaja. Di sebuah stasiun antar kota ketika Vira sedang menjemput ibunya. Vira melihat Jaka turun dari kereta bersamaan dengan ibunya. Â Awalnya Vira tidak mengira itu Jaka karena lelaki itu terlihat kusut dan gondrong. Memang tidak terlalu kurus lagi namun nampak jelas lelaki itu sama sekali tidak terurus.
Tentu saja Wanda yang mendengar kabar itu seperti digedor keras pintu hatinya. Seketika itu juga pikirannya dipenuhi dengan sosok Jaka. Pemuda yang dulu menemani dirinya kemana-mana. Pemuda yang menghadiahkan sebuah buku puisi tulisannya sebelum menghilang. Buku yang penuh berisi untaian kata cinta. Kata yang ditunggu-tunggunya namun tak pernah diucapkan langsung kepadanya. Brengsek!
Sekarang Wanda kelimpungan. Tadi malam mendadak di gawainya muncul postingan puisi cinta yang panjang namun bagi Wanda rasanya memperpendek keberaniannya untuk melanjutkan rencana pernikahan. Â Wanda tahu itu darimana meski nomor yang mengirimkan tidak dikenalnya. Wanda sangat hafal;
Di perjalanan waktu
saat aku mencoba mengelanakan rindu
ternyata aku malah terpenjara
dalam kesia-siaan masa
aku tak bisa melupakanmu
meski aku mencoba menggores jantungku dengan lengan ilalang
luka yang timbul malah rindu tak terbilang
aku harap bekas sayatannya disembuhkan waktu
tapi waktu bukanlah sekutuku
aku pantas menerima hukuman
atas ketidakberanian dan kebodohan
Aku akan mendatangimu
pada waktu yang tak akan kau duga
aku akan katakan I love you
seperti yang selama ini selalu tertunda
aku tahu jika mungkin saatnya tidak tepat
tapi aku paham tak ada kata terlambat
untuk berucap tanpa ragu
I love you
Gila! Semalaman suntuk Wanda hanya gelibag-gelibug di kasur macam kutu kupret yang sesak nafas. Ini mengerikan! Tapi juga mendebarkan. Wanda tahu Jaka setengah manusia. Sisanya adalah kegilaan semata. Wanda jadi penasaran apa yang akan dilakukan lelaki yang sampai sekarang selalu mampu membuatnya meriang.
Ah sudahlah! Aku tantang dia! Dulu dia begitu penakut. Wanda tidak yakin sekarang keberanian Jaka melompati langit. Hmm, aku ingin lihat seperti apa. Toh Wanda juga menyadari dirinya hanya tiga perempat manusia. Sisanya? Sama dengan Jaka.
---
Dan Wanda pun diliputi kekecewaan teramat dahsyat. Sampai menjelang Hari H pernikahannya, Jaka tidak pernah berkabar apa-apa. Mengirim pesan tidak. Mengirim puisi juga tidak. Dasar lelaki ayam! Sekali ayam tetaplah ayam! Wanda mengumpat habis-habisan. Wanda memutuskan untuk pasrah. Sekali lagi mereka kalah.
Pagi itu Wanda sudah didandani secantik bidadari. Di panggung tempat akad nikah, telah menunggu Sandy dan orangtuanya. Upacara tak lama lagi akan dilaksanakan. Wanda menitikkan airmata yang melompati pipinya begitu saja. Ini airmata terakhirku untukmu Jaka. Bisik Wanda haru tapi juga geram. Bukan alang kepalang. Brengsek! Ratusan kata buruk itu terlahir dari mulutnya hanya dalam tempo 2 minggu.
Di atas panggung, Wanda duduk berdampingan dengan Sandy diapit oleh ayah masing-masing. Sandy yang sedari tadi menyaksikan Wanda masuk dengan muka sembab, sama sekali tak terperanjat. Sandy telah mendengar cerita lengkap dari Vira kemarin siang. Vira sengaja mendatangi Sandy dan menceritakan semuanya karena tidak ingin pernikahan sahabatnya itu berantakan gara-gara curiga pada akhirnya.
Sandy bisa mengerti kenapa Wanda tidak memperlihatkan kegembiraan saat prosesi akan dilangsungkan. Dia paham. Cinta memang aneh dan gila. Dia sendiri memang tergila-gila kepada Wanda. Tapi bukan begini caranya meraih cinta. Ini namanya kawin paksa!
Tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin dia mengusulkan pembatalan, sementara dari pihak Wanda tidak meminta. Bisa-bisa dia dianggap mempermalukan 2 keluarga. Tapi muka itu? Wajah cantik yang sendu itu? Sandy sama sekali tidak tega. Ingin rasanya dia berteman dengan jin. Menghilang tak kentara tanpa diketahui siapa-siapa. Cinta memang gila!
"Wahai saudara Sandy bin Gofur, saya nikahkan dan kawinkan Wanda, puteri saya, binti Ahmad Darma kepadamu dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."
Suara ayah Wanda seperti sambaran petir di telinga Sandy. Gawat! Sandy melirik Wanda yang tatapannya terlihat begitu kosong. Sandy mendadak sangat trenyuh. Duuhh.
Sandy tergagap-gagap saat mata semua orang menatap ke arahnya. Menunggu.
"Sa...saya...ter..terima..."
"Saya terima nikahnya Wanda binti Ahmad Darma dengan mas kawin yang saya bawa berupa cinta dan airmata berikut setumpuk buku tulisan saya tentang cinta saya kepada dia sekian lama!"
Suara petir yang kedua kalinya menggelegar di telinga Sandy. Juga Wanda. Juga semua hadirin yang ada. Serentak semua kepala menoleh ke asal suara.
Wanda hampir berteriak histeris! Jaka berdiri di barisan belakang sambil membawa bungkusan. Memandang ke arahnya dengan tatapan yang tidak berubah. Tersenyum kecil lalu melangkah ke depan.
Sandy tercekat. ini sepertinya akan menjadi lakon di film India. Sandy tersenyum getir. Menguatkan hatinya yang telah dipersiapkan sejak kemarin. Jika ada kejadian tak disangka seperti sekarang.
"Nama saya Jaka Samudra. Saya mencintai Wanda, wanita yang akan menikah itu semenjak dahulu. Â Saya juga yakin dia juga mencintai saya sebesar saya mencintainya. Saya sengaja menunggu momen seperti ini karena bagi saya yang penakut ini, harus menebus ketakutan selama ini pada momentum puncak rasa ketakutan seperti sekarang."
Lelaki itu mengambil nafas sejenak sebelum melanjutkan.
"Saya tidak akan melanjutkan mengganggu pernikahan ini jika Wanda dan calon suaminya salah satunya tidak mau saya meneruskan kalimat-kalimat saya. Jika Wanda dan calon suaminya mengatakan saya harus pergi, saya akan pergi. Saat ini juga. Jika tidak, maka saya akan melanjutkan sisa kalimat saya."
Lagi menghela nafas. Jaka menatap Wanda dan Sandy bergantian. Menanti keputusan. Wanda menoleh ke arah Sandy. Sebuah tatapan permohonan. Sandy tersenyum. Mengangguk tegas.
"Wanda, I love you!" Jaka mengucapkan kalimat terakhirnya sekeras auman singa.
Wanda terhenyak kebingungan. Ini momen yang ditunggu-tunggunya semenjak dahulu. Dasar Jaka brengsek!
Sandy yang terus saja memperhatikan ekspresi Wanda, memegang pundak gadis itu sambil berkata pelan.
"Pergilah Wanda. Aku tidak akan menghalangi kebahagiaanmu dengan memaksakan kebahagiaanku. Pergilah. I love you."
Wanda membiarkan puluhan butir airmata menganak sungai di pipinya. Biarlah ini menjadi danau sekalian. Ini benar-benar kegilaan! Dipandangnya mata Sandy yang begitu tulus. Diciumnya perlahan kedua pipi lelaki pemberani itu.
"Terimakasih untuk I love you-mu. Kamu lelaki luar biasa yang langka di dunia," Wanda membisikkan kalimat itu ke telinga Sandy sebelum akhirnya beranjak menghampiri Jaka yang masih berdiri menanti.
Plakk! Plakk! Dua kali tamparan mendarat di pipi Jaka. Yang ditampar hanya tersenyum pasrah dan ...girang! Wanda menyerbu ke dalam pelukannya sambil terisak-isak.
"Terimakasih untuk I love you-mu. Terimakasih sudah mau menjemputku. Kamu lelaki paling gila yang ada di dunia. I love you too, brengsek!"
----
Bogor, 30 September 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI