Tet ikut menyela," aku sepakat dengan Rabat. Â Jika tadi itu gempa, paling tidak satu dua pohon pasti ada yang tumbang. Â Lihat! Pohon besar yang sudah mati itupun tidak tumbang atau patah."
Semua orang mengangguk paham. Â Tapi itu tadi apa? Â itulah yang berkecamuk dalam pikiran mereka sekarang.
Jawabannya ternyata kontan! Â Guncangan dahsyat tadi ternyata membuat tanah retak. Â Sehingga tercipta sebuah lubang memanjang terpampang tak jauh di hadapan mereka. Â Satu hal yang membuat mereka terguncang bukanlah lubang itu. Â Tapi apa yang ada di dalamnya.
Beberapa benda asing berkilauan tercecer di lubang panjang itu. Â Tet lah yang pertama berlari menghampiri. Â Sebagai ahli biologi dia sudah bisa menduga itu apa. Â untuk meyakinkan diri, diambilnya salah satu dan dibawanya.
"Kalian tahu ini apa?" Â Tet bertanya sambil mengacungkan benda segilima di tangannya.
Semua mendekat. Â Memperhatikan. Â Ada yang menyebut perisai, potongan dinding pesawat, dan logam mulia.
Tet yang masih terhenyak dengan penemuan itu melempar benda itu ke tanah.
"Itu sisik! Â Sisik besar dari binatang raksasa. Â Mungkin sejenis ular. Â Anakonda!"
Gantian semua yang terhenyak. Â Gila! Sisik sebesar itu pasti milik ular raksasa! Â Ran melepaskan pengaman senapan. Â Berjaga-jaga. Â Meski tahu persis itu rasanya akan percuma saja.
"Kita harus cepat kawan. Â Ular raksasa itu pasti tidak jauh dari sini. Â Aliran sungai menuju arah sebaliknya. Â Ayo kita pergi!" Â Ran memberi komando.
Tanpa harus diperintah untuk kedua kalinya, empat teman yang lainnya setengah berlari meninggalkan tempat itu. Â Tidak ada yang mau masuk menu ular raksasa hari ini.