Siapa yang menyangka mereka tersesat di sini. Â Sebuah tempat antah berantah yang mungkin tidak terjangkau peta.
"Seharusnya kita pergi searah matahari tenggelam Ran. Â Sekarang kita terjebak di sebuah tempat entah dimana," Rabat menyeka peluh di dahinya. Â Hari sangat panas. Â Apalagi mereka mungkin sudah berjalan sejauh lebih dari 10 kilometer dari tempat kecelakaan pesawat.
Orang yang dipanggil Ran, seorang lelaki tinggi besar dan gagah menatap Rabat dengan pandangan nanar. Â Ini sudah terjadi. Â Mau apa lagi. Â Paling penting adalah mereka segera mencari jalan keluar. Â Mereka berada di tengah hutan tropis yang lebat. Â Tak ada satupun yang membawa peta atau kompas. Â Semua hanya mengandalkan ingatan. Â Dan intuisi.
"Kita ikuti saja alur sungai. Â Pertama yang harus kita lakukan adalah menemukan sungai itu," sebuah usul yang masuk akal dicetuskan Cindy. Â Perempuan satu-satunya yang selamat dari kecelakaan pesawat."
Lima orang penyintas itu bersamaan mengangguk. Â Sepakat.
-----
Mereka beristirahat sebentar untuk menyiapkan perbekalan. Â Menyusur tengah belantara mencari sungai bukan pekerjaan mudah. Â Apalagi mereka baru saja selamat dari kematian. Â Pesawat kecil yang mereka tumpangi mengalami kerusakan mesin. Â Mendarat darurat di sebuah padang kecil di tengah hutan yang luas. Â Pilot dan teknisi tewas. Â Ajaibnya seluruh anggota team ekspedisi selamat. Â Hanya luka-luka kecil yang didapat.
Setelah melakukan upacara penguburan sederhana terhadap jenazah pilot dan teknisi yang tewas. Â Team bergerak. Â Mencari jalan ke desa atau kota terdekat. Â Mereka harus memberi kabar universitas tentang musibah ini dan minta evakuasi.
Ran adalah ketua team ekspedisi pencarian sebuah negeri yang disebut negeri tulang belulang. Â Negeri yang konon tersembunyi di sebuah tempat di hutan tropis afrika. Â Atau padang savana. Â Atau sebuah semenanjung. Â Tak pasti. Â Karena dari petunjuk yang mereka dapatkan, lokasi hanya disebutkan di hutan tropis yang berbatasan dengan padang savana di sebuah semenanjung afrika. Â Rumit.
Keseluruhan team terdiri dari 5 orang. Â Ahli antropologi Cindy. Â Ahli geologi Rabat. Â Ahli biologi Tet sekaligus sebagai pencari jejak. Â Ahli paleontologi Ben. Â Sedangkan Ran sebagai ketua team adalah seorang dokter spesialis tulang.
Setelah membereskan semua persiapan. Â Team kembali bergerak. Â Kali ini mereka menyusuri sebuah aliran sungai kecil yang tak lagi berair. Â Sudah bisa dipastikan bahwa sungai kecil itu menuju ke sungai yang lebih besar. Â Begitu seterusnya sampai akhirnya aliran air akan bertemu dengan sungai induk yang mengarah ke laut.
Tet berjalan paling depan. Â Dia yang paling berpengalaman berpetualang dan bisa diandalkan dalam mencari jejak. Â Diikuti berturut-turut Ben, Cindy, Rabat dan terakhir Dan. Â Meskipun berprofesi dokter, Ran adalah penembak ulung. Â Oleh karena itu satu-satunya senapan yang ada dipegang olehnya.
-----
Belum jauh rombongan itu berjalan. Â Tet mengangkat tangan memberi isyarat berhenti. Â Ada sesuatu. Â Bahkan Tet berjongkok dan meminta teman-temannya melakukan hal yang sama. Â Semua menuruti Tet.
Tak jauh di hadapan mereka, tersaji pemandangan mengerikan. Â Seekor binatang mirip dengan singa tapi lebih besar dari ukuran normal sedang bertarung sengit melawan binatang mirip dengan harimau seukuran sama. Â Disebut mirip karena singa dan harimau itu bukan benar-benar species yang biasa dijumpai. Â Tubuh singa itu berkelir warna warni. Â Sementara si harimau bahkan tanpa bulu, mirip dengan tubuh kuda nil.
Seluruh anggota team ekspedisi terpana. Â Takjub dengan adegan seru di depan sana. Â Tet mengrenyitkan dahi melihat keanehan binatang-binatang itu. Â Rasanya seperti bukan berada di bumi. Â Tidak ada sama sekali referensi yang menyebutkan jenis-jenis binatang aneh seperti itu selama ini.
Pertarungan itu berakhir tanpa pemenang. Â Kedua binatang pemangsa itu balik badan dan berlari pergi. Â Tempat pertarungan yang berupa semak belukar membelasah berantakan. Â Bukti betapa dahsyatnya pertarungan tadi.
"I...itu binatang apa Tet?" Cindy terbata-bata bertanya.
"Kita sebenarnya berada dimana?" Ben bergumam kepada dirinya sendiri.
Tet memandang kawan-kawannya. Â Sedikit menyeringai;
"Team, sepertinya kita terdampar di sebuah tempat unknown. Â Sisi baiknya, sepertinya kita penemu pertama tempat ini. Â Aku yakin, kita masih di bumi."
-----
Perjalanan dilanjutkan. Â Medan yang dilalui makin lama makin curam. Â Tapak sungai kecil itu berakhir di bibir ngarai terjal. Â Kira-kira lebih dari 100 kaki. Â Dan itu belum berakhir sampai di situ. Â Di bawah sana mengalir sebuah sungai agak besar yang menjatuhkan airnya di ngarai lebih dalam lagi berupa air terjun. Â Tidak kelihatan dari sini. Â Tertutup kabut yang sangat tebal.
Kelima team ekspedisi saling pandang. Â Tidak mungkin bagi mereka menuruni tebing tegak lurus ini. Â Terlalu berbahaya. Â Berputar adalah satu-satunya cara. Â Kali ini Ran memimpin.
Para penyintas yang terdampar itu berjalan tersaruk-saruk. Â Mencari aliran sungai lain untuk ditelusuri. Â Mereka sepakat memanfaatkan waktu siang untuk berjalan. Â Mendekati petang barulah mereka akan mencari tempat untuk beristirahat.Â
Dan sampailah juga mereka di penghujung hari. Â Ran menemukan sebuah tempat datar yang cocok untuk mendirikan tenda. Â Mereka berbagi tugas. Â Ada yang mencari air. Â Mengumpulkan ranting kering. Â Memasak. Â Dan berjaga-jaga tentu saja.
Malam itu semua berkumpul melingkari api unggun.  Ran sengaja membuat api cukup besar untuk menghindari binatang-binatang berbahaya.  Tidak ada perbincangan selama makan.  Perasaan mereka masih begitu rushing. Hari ini mereka menghadapi situasi mencekam berturut-turut.  Musibah pesawat.  Perjalanan berat di hutan.  Dan terutama, menyaksikan pertarungan 2 binatang aneh yang tidak tercatat di buku ilmu pengetahuan.  Belum lagi, mereka tidak bisa memastikan sesungguhnya di mana mereka terdampar.
-----
Tidak ada juga yang bisa tertidur cepat meski mereka sangat kelelahan. Â Semuanya masih berkumpul di sekitar api unggun. Â Berlarian di lamunan masing-masing. Â Apalagi yang harus mereka hadapi esok hari.
Koaaakkkkkkkk....koaakkkkkkkkkk....wusssssssssssss
Suara kepak sayap keras dan jeritan melengking tinggi memenuhi udara di seputaran team ekspedisi. Â Kontan semuanya tersentak berdiri. Â Waspada. Â Sekaligus juga ketakutan. Â Suara itu begitu mendebarkan jantung. Â Mengerikan!
Ran mengokang senjatanya. Â Siap menembakkan peluru bagi apa saja yang mengancam mereka.Â
Koaaakkkkkkkk....koaakkkkkkkkkk....wusssssssssssss.....brukkkkkkkkkkkkkk
Suara mengerikan itu berulang dan bahkan terdengar sangat dekat. Â Diikuti dengan suara benda berat jatuh persis di hadapan mereka.
Kelima orang itu tersentak ke belakang. Â Menatap benda yang terjatuh di hadapan mereka. Â Lebih tepatnya dijatuhkan!
Itu kepala! Â Tepatnya 2 kepala berikut tulang-tulang iga berukuran besar.
Cindy tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menjerit. Â Itu kepala singa dan harimau yang bertarung tadi siang!
Ran dan Tet mengerutkan alisnya secara bersamaan. Â Sepertinya mereka memang terdampar di tempat unkown yang sangat misterius. Â Mereka harus menanggapi semua ini dengan serius.Â
-----
Bogor, 17 Juni 2018
Selanjutnya; Negeri Tulang Belulang (Sungai Raksasa)