Raja tak sanggup lagi berkata-kata. Â Namun sebagai pemuda masa kini yang tidak percaya begitu saja dengan takhyul, Raja memastikan sekali lagi. Â Dia berlari keluar ruangan dan di pintu menengok untuk memastikan. Â Senyuman itu sudah lenyap. Â Raja kabur secepatnya.
"Raja..."
------
Sembari menggeleng-gelengkan kepala tak mengerti, Raja menelusuri trotoar depan museum. Â Pantas saja dia bisa menggambar dengan sempurna seperti apa sosok Putri Dyah Pitaloka di benaknya? Â Ternyata ada kaitan metafisika yang tidak bisa dicerna oleh logikanya sebagai mahasiswa S2 Arkeologi. Raja tersenyum di antara ketidakmengertiannya.
"Bruukkk...uuuhhhh.....kurang ajar...plakk...plakkkk....." Lamunan Raja buyar seketika. Â Kakinya tersandung sesuatu. Â Menimpa sesuatu sekaligus juga pipinya menerima sesuatu. Panas dan menyakitkan. Â Beberapa kali tamparan. Fiuuuhh!
Raja membuka matanya. Ternyata dia tersandung, terjatuh, lalu menimpa tubuh seseorang yang sedang duduk di bangku pinggiran trotoar. Â Orang itu menamparnya karena dia menimpa tubuhnya persis seperti orang yang sedang berusaha memeluk. Â Orang itu seorang gadis. Â Sekarang sedang membelalakkan matanya yang indah dengan penuh kemarahan.
Raja tergesa-gesa menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil berkata gugup,
"Maaf...maaf...aku tak sengaja...maaf."
"Makanya kalau jalan jangan meleng tuh mata! Â Lihat-lihat sekitar!" Â bentak gadis itu masih dengan kemarahan yang sama.
Raja memperhatikan gadis yang sedang marah itu. Â Terbengong-bengong. Â Mengucek-ucek matanya. Â Lalu tanpa sadar menempeleng pipinya agak keras. Â Plakkk!
Gantian gadis itu sekarang yang terpana. Â Ih, pemuda sableng! Ditegur malah menampar dirinya sendiri. Â Jangan-jangan pemuda ini agak miring otaknya? Â Pikir gadis cantik ini.