“Wah, bakal seru banget ini mah.’ Ucapku. “Iya ya ga nyangka kita bakal ikut ini.” Sambung Salsa. “Kita ambil aja yuk, kesempatan ini.” Tambah Haifa. Setelah berbincang-bincang akhirnya kami bertiga memutuskan untuk ikut.
Keesokan hari, di sore hari kita dipanggil ustadzah kembali, untuk menyatakan siap atau tidak siapnya mengikuti lomba tersebut. Pada akhirnya semua menyatakan untuk bersedia mengikutinya, dan sore itu juga langsung di briefing persiapan latihan dan yel-yel.
Hari demi hari dilalui, setiap sore aku beserta teman-temanku latihan dan terkadang ketika malam hari pun latihan. Dan sampai dimana hari yang berat untukku, jadi Pakdeku menjengukku ke pondok karena abahku sedang sakit dirumah sakit. Beliau bilang kepadaku, “Tidak usah ikut jambore ya, uangnya pakde minta diustadz. Jagain abah saja sedang sakit dirumah.” Disitu aku langsung meneteskan air mata karena sejujurnya aku ingin mengikuti jamnas dan ini adalah salah satu impian besarku tetapi disisi lain aku juga sayang abahku. Jawabanku tetap kekeh dan tidak ingin mengundurkan diri.
Tibalah ketika h- tiga kita yang akan mengikuti jamnas dipersilahkan untuk pulang dan kembali ke pondok h- satu. Seluruh santri sebenarnya dipulangkan karena pelaksanaan jamnas ini bertepatan dengan hari liburan.
Setelah dijemput aku tidak langsung pulang kerumah melainkan kerumah sakit untuk bertemu abahku. Sesampainya disana aku sangat ingin menangis melihat abahku terbaring lemas diatas kasur rumah sakit. Tetapi melihat kondisi abahku yang seperti itu tidak merubah keinginanku mengikuti jamnas ini.