"Ini pasti yang orang-orang bilang waktu dulu menyuruhku pindah dari rumah lamaku, Pak Mo. Ini pasti benda bertuah itu, Pak. Hidupku pasti akan lebih mudah sekarang," katanya tak terputus. Sebegitunya Wiryo meyakini semua ini.Â
"Wir, jangan buru-buru..."Â
"Pak Mo doakan saja itu topeng kayu betul jadi milik saya, Pak. Sudah banyak yang mau ambil juga soalnya, Pak. Jadi besok saya ga ke sawah dulu ya, Pak?" Begitulah Wiryo berbicara tanpa jeda. Kemudian dia segera berbalik dan berlalu menjauh dari gang. Aku memanggilnya berulang-ulang tapi Wiryo hanya menengok dan melambaikan satu tangannya sambil tersenyum lebar sekali seolah segalanya sudah baik bahkan sebelum dia mendapatkan topeng kayu itu. Andai saja dia mau berhenti sejenak untuk menyadari bahwa senyum lebarnya itu, seluruh hidup baiknya itu, sudah dia dapatkan bahkan tanpa topeng kayu itu.Â
Aku bertekad menghadangnya di gang pagi-pagi sekali. Tetapi, Wiryo bahkan tak pulang ke rumah.Â
Malamnya, aku mendengar pemuda berambut ombak itu lagi di rumah Wiryo.Â
"Belum, Kang. Belum bisa dipakai dulu. Harus dibawa dulu ke Simbah tetangga saya, Kang."Â
Wah, luar biasa pemuda ini. Seberapa banyak yang akan dia ambil dari Wiryo? Aku bergegas mengambil sarungku. Sayang, di antara kedua lutut dan tongkatku ini, waktu terbuang dengan cepat. Wiryo dan pemuda berambut ombak itu sudah tak terlihat batang hidungnya.Â
Tengah malam hari itu, ketika tak lagi bisa kembali tidur, aku bersandar di kursiku lagi, terdengar suara si pemuda berambut ombak itu lagi.Â
"Sudah, Kang. Malam ini juga kalau mau dipakai juga sudah bisa, Kang Wiryo. Tapi ingat ya, Kang? Cuma bisa satu kali pada satu orang saja. Itu juga harus kepada orang yang pernah Kang Wiryo bantu. Banyak kan, Kang? Ini sudah saya bikinkan daftarnya, Kang. Topengnya ga boleh dipakai pada orang yang Kang Wiryo ga kenal soalnya. Ingat lho, Kang. Kalau dilanggar, sudah ga ampuh lagi, Kang!"Â
Sialan betul anak muda ini! Tapi lebih sial lagi mendengar jawaban Wiryo.Â
"Oh, siap, Mas. Betul itu yang dibilang Simbah tadi. Aku catat dulu aturannya ya, Mas?"Â