Setelah melihat fakta fakta tersebut, saya tidak percaya bahwa statement Antasari telah membuat perolehan suara AHY anjlok.
Yang bisa dikatakan adalah statement Antasari hanya mencoreng muka SBY dan membuat SBY marah saja. Selebihnya, tidak membuat pemilih beralih dukungan, karena sebelumnya pemilih sudah punya pilihannya. Mengenai swing voters, menurut saya tetap tidak begitu memberi pengaruh terlalu besar bagi perolehan suara AHY.
Saya menduga, SBY sebekumnya sudah punya gambaran, bahwa AHY tidak mungkin bisa memenangkan Pilkada di DKI.
Oleh sebab itu, tidak salah jika ada K’ers yang mengatakan bahwa SBY berterima kasih pada Antasari. Karena statement Antasari pas tepat waktunya, jadinya SBY tidak perlu mencari siapa yang perlu disalahkan lagi.
“Lalu mengapa perolehan suara AHY-Sylvi bisa anjlok?”
Ada sebuah analisa sederhana yang menurut saya agak masuk akal...
Sebagaimana kita tahu bahwa Ahok tersandung kasus penistaan agama. Jadi secara tidak langsung kelompok yang “Anti Ahok”, terus menggiring pemilih pada komunitas keagamaan.
Awalnya, cuma kubu AHY saja yang mendekatkan diri pada komunitas keagamaan. Sehingga AHY banyak mendapat dukungan dan membuat elektabilitasnya tinggi.
Sedangkan cara kubu Anies mencari dukungan, mulanya hanya berkutat pada kasus penggusuran dan reklamasi pantai saja. Hal itu justru membuat elektabilitas Anies-Sandi terperosok berada diurutan terakhir setiap survey.
Lihat survey Litbang Kompas 21 Desember 2016 : Elektabilitas Agus-Sylvi 37,1 Persen, Ahok-Djarot 33 Persen, Anies-Sandi 19,5 Persen.
Ketika melihat elektabilitas kandidatnya tidak beranjak naik, kubu Anies cepat sadar diri. Jika terus berkutat pada isu yang sama bisa dipastikan Anies-Sandi akan kalah.