(Apa cuma ngobrol, lalu gedabak gedebuk, yang cuma ada bunyinya saja? Atau tembakan, cuma ada asap mengepul saja? Jangan jangan nanti asap juga kena sensor ya? Dianggap rokok...Hahaha...)
Padahal secara nyata justru film action atau yang mengandung kekerasan ini yang berhasil meraih rating tinggi dan laris manis di bioskop.
Tidak perlu contoh yang aneh aneh, bisa dilihat tentang pahlawan super hero atau kalau siaran tipi bisa dilihat sinetron Mahabarata itu aja deh.
*Apakah kurang kerasnya kisah pahlawan super hero? Tapi kita semua suka dan memuji mujinya kan? Bahkan banyak yang sampe meng iklankan film pahlawan super hero juga kan?
Terlebih lagi sinetron Mahabarata, sudah ada perang Baratayudha masih lagi ditambah dengan unsur politik yang culas dan penuh kelicikan.
(*Film pahlawan super hero atau Sinetron Mahabarata, nanti saya bahas di tulisan selanjutnya aja ya...)
Jadi peraturan ini sebenarnya bisa menjadi dilema, disatu sisi, kita tidak ingin ada kekerasan tapi disisi lain, kita juga menyukai film tentang kekerasan.
Â
Bahkan membuat kisah kehidupan sehari hari gelandangan juga bisa kena sensor. Karena dalam kehidupan gelandangan, kesehariannya tidak lepas dari kekerasan, bully dan rokok.
Apa mungkin semuanya mau diakali, dengan cara dialog saja? Seperti tulisan pak Haji AJ ini... Film Kekerasan Dalam Pusingan Sang Waktu
Yang menjadi pertanyaan. apakah kekerasan dalam dialog tidak dianggap sebagai kekerasan? (Silahkan lihat film Senyap deh, betapa ngerinya film itu walaupun tanpa adegan kekerasan dan darah sama sekali)