Mohon tunggu...
Alfa Mightyn
Alfa Mightyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047

Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047 | Magister Akuntansi | Manajemen Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2_Akuntansi Perpajakan PDCA, Pendekatan Teknologi Informasi

12 November 2022   10:21 Diperbarui: 12 November 2022   12:12 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dromologi dan PDCA Cycle/Dok pribadi

Perkembangan teknologi adalah keniscayaan. Kecepatan informasi adalah keutamaan.

Begitulah kira-kira yang kita hadapi saat ini. Melek teknologi menjadi jargon populer di masyarakat. Dari pria hingga wanita, anak-anak hingga dewasa, kaya hingga miskin. Seluruh lapisan masyarakat sudah terpengaruh oleh teknologi. Teknologi informasi salah satunya.

Dalam era modern, perkembangan teknologi informasi kian sulit untuk dibendung. Hampir setiap orang memiliki gawai, dalam berbegai bentuk. Bahkan internet of things (IoT) menjadi fenomena baru yang mana para perusahaan pengembang teknologi berlomba-lomba untuk terus berinovasi.

Informasi dalam genggaman mengubah cara manusia hidup dan berkehidupan. Baik aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan aspek lain, tidak ada yang luput sedikitpun. Begitu pula dengan perpajakan.

Sistem administrasi perpajakan akan mengikuti ekonomi. Saat ekonomi sudah terdigitalisasi, akan lebih memudahkan bila administrasi perpajakan juga menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Kalau tidak mau ikut bergerak, maka perpajakan akan tertinggal.

Karena arus transaksi memanfaatkan teknologi informasi, akuntansi dan manajemen perpajakan juga harus dilakukan dengan mengikuti perkembangan teknologi.

Dengan perkembangan teknologi dan kecepatan informasi, manusia berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan dan pertama dalam mendapatkan informasi.

Dromologi Paul Virilio

Pernah mendengar dengung dromologi?

Adalah Paul Virilio (1932-2018), seorang filsuf, arsitek, dan kurator berkebangsaan Prancis yang menggagas pemikiran mengenai dromologi, dunia yang berlari.

Dromologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dromos dan logos. Dromos berarti lomba, adu cepat, atau kecepatan. Sedangkan logos berarti ilmu atau semesta pengetahuan. Sehingga dromologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang fenomena kecepatan, bagaimana kecepatan dapat mendeterminasi suatu fenomena. Kecepatan disini berhubungan dengan segala hal yang berkaitan dengan teknologi, baik komunikasi, transportasi, maupun digitalisasi. Kecepatan lahir dari pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang canggih di zaman modern.

Dewasa ini, kecepatan menjadi parameter utama segala hal. Bila dulu orang cenderung melihat realitas dari sudut pandang ruang dan waktu, namun saat ini orang lebih melihat percepatan dalam menilik realitas.

Diam berarti mati. Diam berarti tertinggal. Siapa yang tidak bisa mengimbangi laju percepatan akan dianggap kuno, ketinggalan jaman. Dromologi dinobatkan menjadi kekuasaan baru. Kini kemajuan peradaban bukan hanya dilihat dari kebaruan, namun juga kecepatan.  

Terdapat empat asumsi dasar dromologi menurut Paul Virilio, yaitu:

  • Tercepat, pertama, dan terdepan. Manusia dituntut untuk terus menerus mencari informasi. Manusia menjadi takut untuk tertinggal jika tidak memantau informasi. Hingga muncul istilah FOMO, fear of missing out, takut bila tidak mengikuti tren yang ada.
  • Siapa cepat dia menang, siapa menang dia berkuasa. Kecepatan informasi bisa membuat orang menjadi penguasa. Sebagai contoh apa yang terjadi pada dunia persaingan transportasi online. Pihak yang memiliki informasi pelanggan yang lebih banyak, lebih up to date, dialah yang akan menjadi penguasa pasar.
  • Manusia tidak boleh diam. Mereka yang diam akan tergilas oleh laju percepatan informasi. Akhirnya mereka dipaksa untuk terus menerus bergerak mencari informasi, tidak bisa lepas dari gawai.
  • Kecepatan menjadi dasar berpikir dan mengambil keputusan. Keputusan perlu diambil secara cepat, sehingga informasi yang menjadi dasar pengambilan keputusan juga harus cepat tersedia. Kecepatan pun menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Alternatif keputusan mana yang cepat dan mudah akan lebih utama. Mereka yang lambat akan disingkirkan dan tidak dianggap.

Percepatan ini bukan tanpa efek. Pola hidup manusia dengan tempo yang meningkat dan tergesa-gesa membuat waktu terasa lebih singkat, tidak adanya batasan geografis, gaya hidup serba instan, dan lenyapnya sikap deliberatif. Hal ini juga mendorong semakin pesatnya perkembangan gaya hidup serba digital. Kecanduan akan digitalisasi meningkat dan aksi manusia sendiri semakin terdiskreditkan.

Parahnya, pengaruh dromologi dapat melumpuhkan akal budi manusia. Mereka cenderug diam, anti sosial dan teraliensi dari lingkungan sekitar. Percepatan teknologi membuat manusia hidup dalam kemudahan dan mendapatkan segalanya secara instan.

Manusia akan terlalu asyik larut dalam arus informasi dan kehilangan jati diri. Pilihan kita hanya berdasar pada pilihan orang lain tanpa mempertimbangkan makna dan relevansi bagi kehidupan diri sendiri. Tidak ada waktu dan kesempatan untuk bisa berrefleksi dan menahan laju informasi. Dan pada akhirnya kecepatan dapat menghasilkan pendangkalan makna.

Itulah kondisi kini. Dromologi bukan sesuatu yang bisa dihindari. Namun, ada langkah yang dapat dilakukan agar dromologi yang ada bisa bersifat integratif, baik lingkungan hidup, sosial, maupun spiritual. Jangan sampai teknologi mengarahkan perubahan psikis yang buruk.

Maka, penting untuk kita mengetahui kebutuhan informasi diri sendiri dan mampu mengendalikan diri agar tidak ikut terseret dalam lingkaran percepatan informasi yang berlebihan.

Paul Virilio kembali memberikan lima pendapatnya bagaimana cara menghasilkan dromologi yang sehat dan positif, yaitu:

  • Kehati-hatian dan reflektif. Hati-hati berarti tidak tergesa-gesa. Karena ketergesaan mendorong manusia untuk lebih ceroboh. Terutama dalam melangkah dan mengambil keputusan, manusia perlu mempertimbangkan dengan matang, berpikir mengenai makna, alasan, dan tujuan. Hati-hati, perlahan, tapi bukan lamban agar bisa tepat sasaran.
  • Menjaga jarak. Saat ini jarak kita dengan informasi begitu dekat. Berhenti sesaat, melihat keadaan, dan mengambil jarak mungkin diperlukan. Sedikit merenggangkan jarak tersebut bisa membantu kita untuk lebih objektif dan bisa melawan arus atau setidaknya tidak tergerus arus serba cepat dan serba instan.
  • Skeptis. Skeptis atau tidak mudah percaya pada informasi yang didapatkan.
  • Verifikasi. Informasi yang didapatkan perlu untuk divalidasi agar terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan.
  • Check and Recheck. Memeriksa kembali informasi yang didapat bisa menghindarkan kita dari informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Saat ini dromologi menjadi fenomena yang tidak terbendung. Bahkan kondisi pandemi Covid-19 menambah pesatnya laju informasi dan teknologi. Orang dipaksa untuk diam namun haus akan informasi. Akibatnya, segala realitas aktual berganti menjadi realitas virtual.

Teknologi Informasi dalam Administrasi Perpajakan

Menurut James Alm (1999), salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak adalah memperbaiki administrasi perpajakan. Semakin berkembangnya perekonomian di era kemajuan teknologi dan digital tentunya mendorong perbaikan administrasi perpajakan ke arah yang sama.

Menurut OECD's Tax Administration Series (2019), telah terjadi pergeseran yang signifikan menuju e-administration di negara-negara OECD. Administrasi elektronik ini berupa pelaporan online, pembayaran online, hingga pengajuan restitusi pajak secara online. Dari negara-negara OECD, 70% Wajib Pajak Orang Pribadi memanfaatkan e-Filing, dan Wajib Pajak Badan sebesar 85%. Sarana komunikasi secara manual langsung juga turun 15%, sedangkan sarana digital seperti tatap muka online dan email meningkat 20%. Lebih dari 40 otoritas pajak sedang mengembangkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence dalam pelaksanaan pelayanan dan pengawasan perpajakan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lazos et.al. (2022) di Yunani menyimpulkan bahwa dua faktor utama penentu cost of tax compliance adalah kompleksitas sistem perpajakan dan tingkat layanan elektronik perpajakan yang disediakan oleh administrasi pajak.

Coolidge dan Ylmaz (2014) menyampaikan bahwa penggunaan e-filing dapat mengurangi kesalahan dan peluang korupsi. Selain itu, cost of compliance juga akan berkurang karena waktu yang dibutuhkan Wajib Pajak lebih singkat. Namun reformasi ini harus dilakukan dengan hati-hati terutama di negara berkembang. Mereka tidak boleh terburu-buru untuk mendorong e-filing pada semua wajib pajak sampai otoritas pajak, infrastruktur, dan wajib pajak siap

Penelitian serupa juga dilakukan di Indonesia oleh Tarmidi et.al (2017) yang memberikan simpulan bahwa implementasi SPT online berpengaruh positif signifikan pada tingkat kepatuhan pajak.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, tampak bahwa penggunaan layanan administrasi digital akan menurunkan cost of compliance, dan hal ini tentunya akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Sesuai dengan langkah dromologi positif Paul Virilio, transformasi harus dilakukan dengan hati-hati dan jangan terburu-buru.

Dulunya, semua administrasi perpajakan di Indonesia dilakukan secara manual, secara tertulis. Mulai dari pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) hingga penyetoran pajak dan hal administratif lainnya. Saat ini sistem tersebut telah bertransformasi menjadi berbasis elektronik. Untuk menggantikan SPT kertas, saat ini pelaporan dilakukan menggunakan aplikasi elektronik, seperti e-SPT 1721 untuk pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21, e-SPT 1111 untuk pelaporan SPT Masa PPN dan SPT elektronik lainnya. Begitu pula dengan penyetoran pajak yang saat ini sudah menggunakan Surat Setoran Pajak Elektronik (SSE) yang menggantikan Surat Setoran Pajak (SSP).

Beberapa kemajuan teknologi yang diadopsi dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia saat ini antara lain:

  • e-Registration. Kewajiban perpajakan pertama warga negara adalah mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bila syarat subjektif dan objektif telah terpenuhi. Dulu orang harus datang ke kantor pajak untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan memperoleh NPWP. Namun sekarang, Wajib Pajak dapat menggunakan layanan e-Registration melalui laman ereg.pajak.go.id. Selain memperoleh NPWP, melalui aplikasi ini, juga tersedia layanan pengukuhan PKP. Kemudahan pendaftaran ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar. Selain itu, pelayanan secara elektronik ini juga memudahkan petugas pajak dalam memproses pendaftaran dan mengklasifikasikan berbagai jenis Wajib Pajak.
  • e-Payment. Hingga sekitar tahun 2013, Wajib Pajak yang akan menyetorkan pajaknya harus ke bank atau kantor pos dengan membawa Surat Setora Pajak (SSP) yang diisi secara manual. SSP ini berisi beberapa rangkap yang nantinya masing-masing salinan diberikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, seperti untuk kantor pajak, lawan transaksi, dan disimpan Wajib Pajak sendiri sebagai arsip. Saat ini pembayaran pajak cukup dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Elektronik (SSE) dimana Wajib Pajak hanya perlu membuat ID billing kemudian membayarnya melalui bank / kantor pos / ATM / internet banking / SMS banking atau alat pembayaran elektronik lainnya. Kemudian Wajib Pajak akan mendapatkan NTPN sebagai validasi penyetoran pajak ke negara. Tidak ada salinan, paperless, dan Wajib Pajak hanya perlu menyimpan NTPN sebagai bukti setor.
  • e-Reporting. Siapa yang merasa bingung karena SPT memiliki banyak jenis, dan masing-masing jenis berbeda cara pengisiannya Dahulu Wajib Pajak melaporkan setiap pemenuhan kewajiban perpajakannya melalui SPT yang disampaikan secara manual ke kantor Pajak. Namun saat ini SPT cukup disampaikan secara elektronik, baik melalui eSPT maupun eFilling. DJP juga menggandeng perusahaan penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP) untuk membantu memberikan layanan administrasi perpajakan. Bahkan mulai tahun 2022 SPT cukup dilaporkan menjadi satu, yaitu SPT Unifikasi. Dengan pelaporan SPT secara elektronik, administrasi Wajib Pajak menjadi lebih ringan dan tentunya juga memudahkan tugas fiskus.
  • Layanan elektronik lainnya, seperti e-Bupot untuk pembuatan bukti pemotongan PPh; e-Objection untuk pengajuan keberatan; ; e-SKD untuk pelaporan Surat Keterangan Domisili; e-SKTD untuk penyampaian Surat Keterangan Tidak Dipungut; KSWP untuk permohonan Surat Keterangan lainnya, dan e-PBK untuk pengajuan pemindahbukuan setoran pajak, serta berbagai portal konfirmasi lainnya.

Dilibatkannya teknologi informasi dalam administrasi perpajakan tidak lepas dari pengaruh dromologi. Mau tidak mau pemerintah dalam hal ini otoritas pajak perlu mengikuti ritme kecepatan perekonomian. Apakah semua berjalan lancar?

Tentu tidak. DJP belum dapat mengimbangi kecepatan pengguna layanan administrasi perpajakan. Sistem elektronik yang dibangun DJP sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala seperti

  • downtime error saat traffic pengguna layanan meningkat
  • platform yang belum siap tatkala adanya peluncuran peraturan baru
  • Wajib Pajak yang belum sepenuhnya memahami mengenai mekanisme penggunaan sistem teknologi digital dalam perpajakan
  • Kurangnya sosialisasi aplikasi yang baru diluncurkan padahal sudah harus diterapkan

Menurut ADB (2022), faktor dan tantangan yang mempengaruhi transformasi pajak digital di negara berkembang antara lain:

  • Kapasitas. Keterbatasan kapasitas yang dimaksud disini adalah kapasitas pemerintah maupun kapasitas Wajib Pajak, baik dalam bidang pajak, teknologi dan manajemen data terutama di negara berkembang
  • Kedalaman dan pemahaman teknologi. Lagi-lagi, kendala teknologi di negara berkembang adalah kematangan digital yang rendah yang mungkin disebabkan oleh keterbatasan pendanaan, kapasitas, prioritas strategis, atau visi.
  • Ketersediaan dan aksesibilitas data. Di negara berkembang yang mana data belum sepenuhnya terintegrasi, ketersediaan data masih sangat terbatas yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menerima, menyimpan, dan/atau melindungi data
  • Tata kelola dan keterbukaan. Kedua hal ini merupakan hal yang penting dalam transformasi digital. Tata kelola yang terpercaya dan transparansi akan meningkatkan kepercayaan pengguna, baik Wajib Pajak maupun otoritas pajak pada sistem digital tersebut.

What: Dromologi dan PDCA

"When there is an income tax, the just man will pay more and the unjust less on the same amount of income."- Plato

Quote ini menjadi pembuka buku berjudul Tax Compliance and Administration karya James Alm (1999). Pajak bukan sesuatu yang disukai, malah banyak yang menghindari. Hal ini yang memicu munculnya tax avoidance hingga tax evasion. Adanya perbedaan kepentingan antara pemerintah dan Wajib Pajak perlu dijembatani dengan bijak. Untuk itu, muncullah manajemen pajak. Ilmu pengelolaan yang memberikan ruang bagi perusahaan atau Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya seefisien mungkin, dengan biaya pajak yang serendah mungkin namun tetap berada dalam koridor peraturan perpajakan.

Salah satu bentuk panduan yang sering digunakan dalam ilmu manajemen adalah PDCA cycle. Plan, Do, Check, Act atau rencanakan, kerjakan, cek, dan tindak lanjuti. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, sehingga PDCA sering disebut siklus Deming. Deming mengembangkan metode ini merujuk pada siklus Shewhart milik Walter A. Shewhart. Saat ini PDCA sendiri berkembang menjadi PDSA (Plan, Do, Study, Act) yang mana lebih menonjolkan sisi rekomendasi.

PDCA cycle merupakan suatu metode "trial and learning" untuk menguji dan mengevaluasi ide atau perubahan secara menyeluruh namun efisien. Siklus ini bersifat terus menerus, dimulai dari merencanakan perubahan (plan), mengimplementasikan perubahan (do), mengevaluasi perubahan (check), dan menindaklanjuti (act).

  • Plan (rencanakan), yaitu tahap awal dalam PDCA dimana disini dilakukan identifikasi masalah dengan teknik 5W+1H (what, who, why, when, where, how) yang disesuaikan dengan sasaran dan tujuan entitas. Identifiksi masalah harus dilakukan hingga manajemen mendapatkan root cause.
  • Do (kerjakan), yaitu pelaksanaan atau implementasi rencana yang telah disusun. Implementasi dapat dilakukan dalam skala yang lebih kecil dahulu untuk kemudian melihat hasilnya sebelum nantinya diimplementasikan dalam skala yang lebih besar.
  • Check (cek), dalam pelaksanaan dimungkinkan adanya kendala, sehingga dibutuhkan pemantauan dan evaluasi. Evaluasi dilakukan bukan hanya pada hasil, namun juga proses, termasuk kesesuaian hasil dengan tujuan dan sasaran awal yang ditetapkan.
  • Act (tindak lanjut), setelah adanya evaluasi, harus diputuskan bagaimana tindak lanjutnya. Saat implementasi berjalan lancar dan sesuai dengan perencanaan, kebijakan akan terus diimplementasikan atau diterapkan pada skala yang lebih besar. Namun, bila ternyata dibutuhkan perbaikan, manajemen dapat segera mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Perbaikan ini dilakukan melalui proses perencanaan kembali. Dan siklus kembali berulang ke tahap perencanaan awal.

Perpajakan baik dalam bidang keilmuan maupun peraturan di suatu negara selalu berkembang dan dinamis. Globalisasi juga mendorong perpajakan bukan hanya menjadi urusan dalam negeri namun juga berkaitan dengan pengaturan perpajakan di yurisdiksi lain. Dalam beberapa hal, memang terdapat celah antara dunia perekonomian dengan peraturan perpajakan. Celah ini dapat dimanfaatkan untuk efisiensi biaya pajak melalui perencanaan pajak atau tax planning tanpa melampaui pengaturan perpajakan yang berlaku.

Dromologi tentunya mempengaruhi manajemen pajak. Cepatnya laju perekonomian memicu pula manajemen untuk dapat mengelola perpajakan dengan baik dan akurat dalam waktu yang singkat, cepat, dan tepat. Dalam arti, kebijakan harus diambil secara cepat untuk memaksimalkan keuntungan entitas namun terhindar dari sanksi yang mungkin timbul.

Why: Mengapa PDCA dibutuhkan dalam dromologi?

Siklus PDCA sendiri memiliki manfaat bagi manajemen dan kegiatan perusahaan. PDCA ini cocok digunakan pada kegiatan dengan skala kecil yang berkelanjutan. Selain itu, manfaat lain dari PDCA adalah:

  • Memudahkan pemetaan tanggung jawab dan kewenangan tiap unit dalam organisasi.
  • Menjadi pola kerja yang mengutamakan perbaikan secara terus menerus.
  • Membantu penyelesaian masalah degan pola yang runtut dan sistematis.
  • Mempersingkat alur atau siklus kerja
  • Menghindari pemborosan dan meningkatkan produktivitas.

Manfaat PDCA dalam Dromologi/Dok pribadi
Manfaat PDCA dalam Dromologi/Dok pribadi

Karena dinamis, perencanaan pajak sangat cocok untuk diterapkan menggunalan PDSA cycle. Entitas ekonomi, baik individu maupun perusahaan perlu untuk lebih dulu menentukan perencanaan pajak yang sesuai dengan tujuan, kondisi dan agresifitas entitas (plan), kemudian dilakukan pengujian atau simulasi perencanaan tersebut dalam skala yang lebih kecil (do), sehingga didapatkan gambaran evaluasi mengenai manfaat dan risiko perencanaan pajak (check), dan terakhir manajemen akan memutuskan apakah akan melakukan tax planning tersebut atau akan mengimplementasikan perencanaan tersebut ke seluruh grup (bila grup usaha) (act). Siklus ini akan terus berjalan mengikuti perkembangan dunia usaha, kondisi entitas, dan peraturan perpajakan.

Bagi entitas yang menghadapi dromologi, penggunaan PDCA dapat membantu organisasi merespon dromologi dengan lebih efektif dan efisien. PDCA dapat menghindarkan organisasi dari pusaran laju kecepatan sehingga dapat terhindar dari pemborosan dan inefisiensi yang tidak perlu.

How: Bagaimana PDCA dapat membuat dromologi positif?

Seperti manusia, entitas atau organisasi juga menghadapi dromologi, harus bisa bertahan di tengah laju kecepatan teknologi. Bertahan disini dapat berarti memiliki jati diri sendiri dan tetap fokus pada sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.

Bagaimana PDCA membantu Dromologi Positif/Dok pribadi
Bagaimana PDCA membantu Dromologi Positif/Dok pribadi

Seperti gagasan Paul Virilio mengenai dromologi, ada langkah-langkah yang dapat dilakukan agar kita dapat menciptakan dromologi yang positif. Lalu, bagaimana PDCA perpajakan dilaksanakan agar dromologi yang dirasakan menjadi positif?

1. Plan (Pererencanaan). 

Perencanaan pajak atau tax planning yang merupakan tahap awal dari manajemen pajak harus dilakukan dengan hati-hati. Segala tindakan yang akan diambil oleh organisasi perlu untuk dipertimbangkan baik dan buruknya. Kecepatan memang diperlukan, namun tidak ada salahnya untuk memberikan waktu sedikit lebih lama untuk mengidentifikasi apa akar masalah sesungguhnya.

Setelah masalah didapatkan, manajemen dapat mendata segala alternatif kebijakan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi.

Sebagai contoh, saat munculnya aturan baru mengenai PPN. Diantara jenis-jenis pajak lainnya, PPN merupakan jenis pajak yang paling rigid dan paling dinamis. Peraturan-peraturan baru kerap muncul cukup tiba-tiba tanpa adanya gaung rencana pengaturan dari otoritas pajak.

Untuk merespon hal tersebut, manajemen pajak harus berjalan dan segera menyusun perencanaan. Hal pertama yang dilakukan adalah mempelajari aturan tersebut, dan mengumpulkan informasi secara lebih lengkap. Jangan sampai manajemen mengambil kebijakan tanpa memahami lebih detail apa yang terjadi.

Setelah paham, barulah manajemen dapat mengumpulkan seluruh alternatif kebijakan. Opsi kebijakan ini harus benar-benar dipertimbangkan sebelum nantinya diputuskan kebijakan mana yang akan diambil. Walaupun dilakukan dengan hati-hati dan cermat, perlu diingat bahwa dromologi terus berjalan. Hati-hati bukan berati lamban.

2. Do (Implementasi)

Implementasi kebijakan manajemen perpajakan harus dilakukan oleh staf yang kompeten. Mereka harus memahami ketentuan formal perpajakan sekaligus memahami bagaimana perencanaan yang disusun oleh perusahaan di awal

Dromologi perpajakan terus berjalan. Perpajakan adalah hal yang dinamis. Sehingga para staf pelaksanaan kebijakan harus selalu update dengan peraturan terbaru atau kondisi perpajakan secara umum.

3. Check (Evaluasi)

Evaluasi pun perlu dilakukan dengan hati-hati. Setiap ada informasi yang masuk berkaitan dengan implementasi kebijakan perlu dilakukan pengecekan dan validasi agar semua tindakan dapat dipertanggunjawabkan. Evaluasi atau pengendalian dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan pencapaian tujuan utama. Evaluasi ini dapat berupa kesesuaian antara implementasi dengan peraturan yang berlaku atau dapat pula membandingkan antara implementasi dengan tujuan awal manajemen pajak atau grand design perusahaan secara umum.

Sebagai tindakan pengendalian, manajemen dapat melakukan pengecekan pemenuhan kewajiban perpajakan secara berkala. Pengecekan ini dilakukan baik atas pembayaran, pelaporan, keandalan dan ketelitian data.

4. Act (Tindak lanjut)

Evaluasi biasanya menghasilkan perbaikan. Perbaikan ini merupakan tindak lanjut yang tidak boleh terhenti. Walau kita perlu untuk berhenti sejenak agar lebih objektif, namun kita tidak boleh diam selamanya. Perbaikan tetap harus dilakukan.

Dalam siklus PDCA, terkadang implementasi awal dilakukan pada skala yang lebih kecil dahulu untuk menguji bagaimana kebijakan tersebut. Bila ternyata hasil evaluasi dari implementasi dapat dilanjutkan, maka kebijakan ini dapat dijalankan pada rentang yang lebih luas.

Saat perbaikan diperlukan, siklus akan kembali ke perencanaan, supaya segala kebijakan yang akan diambil dilakukan dengan seksama dan objektif agar dromologi dapat berdampak positif bagi organisasi.

Referensi:

Abdullah, Albi. (2021, 1 April). Dromologi dan Realitas Virtual Manusia. The Columnist. https://thecolumnist.id/artikel/dromologi-dan-realitas-virtual-manusia-1572.

Alm, James. 1999. Tax Compliance and Administration, Handbook on Taxaion, Marcell-Dekker

Asian Development Bank. (2022). Launching A Digital Tax Administration Transformation: What You Need To Know. Manila: ADB

Coolidge, Jacqueline dan Ylmaz, Fatih. (2014). Does e-Filing reduce Tax Compliance Costs in Developing Countries?. Investment Climate (21). The World Bank. https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/20428/911910BRI0Box30D0VC0KNOWLEDGE0NOTES.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Ismail. (2021, 5 April). Paul Virilio: Era Kecepatan Informasi. Masjid Jendral Sudirman. https://mjscolombo.com/paul-virilio-era-kecepatan-informasi.html

Lazos, Grigorios & Koutoupis, Andreas & Pazarskis, Michail. (2020). The Tax Compliance Cost of Businesses and its key determinants: Evidence from Greek Businesses, Journal of Tax Admistration.

Organization for Economic Co-operation and Development. (2019). OECD's Tax Administration Series: 8th Edition. Paris : OECD

Tarmidi, Deden; Fitria, Giawan Nur; & Purwaningsih, Sri. (2017). Tax Compliance: Impact of Implementation Online Tax Application (Empirical Study Tax Payer In KPP Madya Jakarta Timur). International Journal of Business, Economics and Law 14(1) 65-73. https://www.ijbel.com/wp-content/uploads/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun