Mohon tunggu...
Alfa Mightyn
Alfa Mightyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047

Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047 | Magister Akuntansi | Manajemen Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K3_Diskursus Perjalanan Reformasi Perpajakan Indonesia

22 September 2022   10:45 Diperbarui: 24 September 2022   04:37 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjalanan Reformasi Perpajakan Indoensia (Dokpri)

Untuk memulihkan perekonomian makro Indonesia saat itu, tujuan modernisasi administrasi perpajakan adalah meningkatkan penerimaan negara dan mendorong investasi. Untuk memahami strategi peningkatan penerimaan pajak, kita harus memahami terlebih dahulu konteks “tax gap”.

Tax gap adalah selisih antara penerimaan pajak yang seharusnya terkumpul (dengan kepatuhan penuh) dan penerimaan pajak yang sebenarnya dikumpulkan. 

Selisihnya merupakan pajak yang sah namun tidak dibayar sebagai hasil atas ketidakpatuhan Wajib Pajak. Ketidakpatuhan disini meliputi ketidakpatuhan formal dan material, yaitu tidak lapor, kurang lapor, maupun kurang setor. Untuk itulah strategi peningkatan penerimaan negara harus menyasar pada kepatuhan, baik kepatuhan sukarela maupun kepatuhan berdasarkan paksaan (akibat dari penegakan hukum).

Sedangkan kemudahan dan kesederhanaan administrasi perpajakan menjadi salah satu nilai tambah bagi peningkatan iklim investasi karena menurunkan biaya kepatuhan. Untuk itu strategi yang diambil pemerintah melalui adalah reformasi organisasi dan reformasi regulasi.

Pada tahun 2000, kondisi administasi perpajakan memang memerlukan perubahan, diantaranya ketentuan perpajakan yang kompleks, kurang kompetennya petugas pajak/fiskus, dan lamanya prosedur pengembalian pajak atau restitusi. Seluruh permohonan restitusi diproses melalui pemeriksaan yang membutuhkan waktu 12 bulan tanpa terkecuali.

Saat itu belum dikenal adanya risk-based audit atau pemeriksaan dengan mempertimbangkan risiko Wajib Pajak. Padahal tenaga audit juga terbatas dan alhasil permohonan restitusi tidak mampu diselesaikan secara lebih cepat. Hal ini tentunya memberatkan cash flow Wajib Pajak, terutama eksportir yang rutin melakukan permohonan restitusi.

Menurut IMF, saat itu administrasi perpajakan Indonesia memiliki tata kelola dan regulasi yang buruk, lemah dalam pengaturan organisasi dan sistem kepegawaian, pelayanan dan penegakan hukum perpajakan yang tidak efektif, dan sistem informasi yang ketinggalan zaman. Segala kondisi dan masalah ini memicu ketidakpatuhan dan meningkatkan biaya bisnis di Indonesia.

Saat itu, peraturan perpajakan memberikan kewenangan yang terbatas bagi fiskus dibanding sistem pajak modern, seperti sanksi yang lemah, tidak adanya akses pada data perbankan dan penagihan pajak yang juga lemah. 

Sedangkan dari sisi Wajib Pajak, mereka tidak memiliki perlindungan dalam perpajakan, seperti lamanya waktu restitusi, ketetapan pajak yang kerap menjadi celah negosiasi Wajib Pajak dan petugas pajak, dan proses keberatan banding yang dianggap memihak DJP.

Dari segi organisasi, saat itu kantor pajak tersegmentasi berdasarkan jenis pajak, bukan berdasar fungsi. Setiap bagian melakukan fungsi penuh, misal bagian Pajak Penghasilan (PPh) melakukan fungsi administrasi pendaftaran, pelaporan SPT, dan pengawasan. Hal ini dinilai usang dan menyebabkan tidak adanya sinkronisasi antarjenis pajak. Padahal satu jenis pajak dengan yang lain saling terkait.

Penegakan hukum saat itu terutama tindakan pemeriksaan dan penagihan kurang memaksimalkan kewenangannya, sehingga banyak Wajib Pajak yang luput dari pengawasan. Begitu pula dengan pelayanan, petugas dinilai kurang terlatih dan kurang berorientasi pada pelayanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun