Penggunaan mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malem (Epiphyllum oxipetalum), kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.) dan bunga mawar putih (Rosa hibrida) dalam upacara adat ini karena menurut masyarakat bunga tersebut memiliki simbol keharuman.
Bunga-bungaan yang digunakan dalam upacara adat melambangkan keharuman. Bunga-bunga pada umumnya memiliki kandungan minyak atsiri (minyak eteris atau minyak terbang) yang bersifat mudah menguap (volatile) dan mempunyai rasa getir. Minyak atsiri biasanya berasal dari bagian-bagian tumbuhan seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri mempunyai peranan penting terkait dengan cita rasa dan baunya (Robinson, 1995).
- Upacara Adat Hajat Bumi
   Hajat bumi merupakan suatu rangkaian upacara syukuran atas hasil bumi. Upacara adat ini biasanya dilakukan oleh masyarakat pada bulan Muharam. Rangkaian upacara adat ini diantaranya adalah pembukaan, prakata panitia, sanduk-sanduk, dan makan bersama. Asas yang dianut adalah egaliterianisme"kita yang mengolah, kita yang mengelola, dan kita yang memanfaatkan". Ada 7 jenis tumbuhan yang digunakan dalam upacara adat Hajat Bumi ini, yaitu ubi (Ipomoea batatas Lamk.), singkong (Manihot esculenta Crantz.), talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.), ganyong (Canna edulis Ker.), kelapa (Cocos nucifera L.), kantil (Michelia champaca L.), dan padi (Oryza sativa L.).
   Tumbuhan tersebut memiliki simbol saling berbagi. kelapa (Cocos nucifera) yang digunakan dalam upacara adat mempunyai simbol kembali ke kesucian. Biasanya setelah selesai hajat bumi tumbuhan-tumbuhan tersebut dibagikan kepada masyarakat untuk makanan. 3. Upacara Adat Empat Bulanan Upacara adat empat bulanan merupakan suatu upacara adat atau bentuk doa yang dilakukan oleh masyarakat. Upacara adat ini dilakukkan oleh masyarakat ketika ada seorang perempuan yang sedang mengandung anak umur empat bulan. Upacara adat ini dilakukan karena dianggap pada waktu empat bulan janin mulai terbentuk dan roh manusia mulai ada dalam jasad fisik janin tersebut. Mustapa (2010) menyebutkan bahwa usia kandungan yang melebihi tiga bulan sudah tidak disebut ngidam, tapi dikatakan mengandung atau hamil. Tumbuhan yang sering digunakan dalam upacara adat ini antara lain adalah mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malam (Epiphyllum oxipetalum), bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), dan bunga mawar putih (Rosa hibrida). Penggunaan beberapa jenis bunga dalam upacara adat ini
mengandung makna sifat panca indra manusia dan harum atau budi pekerti yang baik (Pujihartini, 2007). Bunga tumbuhan mengandung minyak atsiri. Zat ini merupakan penyebab wangi, bau, atau harum yang khas pada banyak tumbuhan. Minyak atsiri banyak terdapat pada beberapa tumbuhan seperti Myrtaceae, Rutaceae, dan Rosaceae (Harborne, 1996).
- Upacara Adat Tujuh Bulanan
   Upacara adat tujuh bulanan merupakan suatu upacara adat atau bentuk doa yang dilakukan oleh masyarakat. Upacara ini dilakukan oleh masyarakat ketika ada seorang perempuan yang sedang mengandung anak sudah berumur tujuh bulan. Kebiasaan atau ciri khas pada upacara adat tujuh bulanan ini adalah digambarnya Arjuna dan Srikandi pada kelapa muda dengan harapan kelak anaknya memiliki wajah, sifat cantik, dan tampan seperti Arjuna dan Srikandi. Selain itu ciri khas dari upacara adat ini adalah dibuatnya rujak yang kemudian dibagikan kepada masyarakat dengan cara ditukar dengan genting berbentuk bulat sebagai simbol harapan bahwa suatu saat nanti akan dimudahkan dan dilancarkan dalam kegitan jual beli.
   Upacara adat tujuh bulanan menggunakan 13 jenis tumbuhan, yaitu mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malam (Epiphyllum oxipetalum), bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), bunga mawar putih, (Rosa hibrida), kelapa hijau (Cocos nucifera L.), bengkuang (Pachyrhizus erosus Urban.), ubi (Ipomoea batatas Lamk.), jambu air (Eugenia aquea Burm. f.), papaya (Carica papaya L.), singkong (Manihot esculenta Crantz.), dan kedondong (Spondias pinnata Kurtz.). Sementara itu, Mustapa (2010) menyebutkan bahwa pada upacara adat tujuh bulanan atau tingkeban harus menyediakan bunga tujuh macam, bunga pinang (Areca cathecu L.), kelapa muda (Cocos nucifera L.), dan lalaban seperti mentimun (Cucumis sativus L.).
   Secara lebih khusus, penggunaan tujuh macam bunga dalam upacara adat Sunda adalah sebagai simbol 7 sifat manusia, yaitu hidup, kekuatan, penglihatan, pendengaran, perkataan, perasaan, dan kemauan (Suganda, 1964; Iskandar et al, 2011).Â
Pembuatan rujak dalam upacara tujuh bulanan ini menggunakan beberapa jenis tumbuhan, yaitu bengkuang (Pachyrhizus erosus Urban.), ubi (Ipomoea batatas Lamk.), jambu air (Eugenia aquea Burm. f.), papaya (Carica papaya L.), singkong (Manihot esculenta Crantz.),dan kedondong (Spondias pinnata Kurtz.) yang memiliki simbol saling berbagi. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Pujihartini (2007) bahwa rurujakan yang digunakan dalam upacara adat mengandung makna saling peduli atau mengingatkan.
- Upacara Adat Pernikahan
   Upacara pernikahan di Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran pada umumnya menggunakan upacara adat budaya Sunda, karena Desa Pangandaran merupakan tanah Sunda yang ada di Provinsi Jawa Barat. Rangkaian adat pernikahan dalam budaya Sunda/ jawa  di antaranya meliputi neundeun omong (melamar), seserahan, ngeuyeuk seureuh, midadaren, akad nikah, sawer, buka pintu, huap lingkung (pengantin saling menyuapi), dan numbas.
   Ada 8 jenis tumbuhan yang digunakan dalam rangkaian upacara adat pernikahan ini, yaitu mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malam (Epiphyllum oxipetalum), bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), bunga mawar putih (Rosa hibrida), dan bambu (Bambusa vulgaris Schrad. Ex. Wndl. var vulgaris).Â