KAJIAN ETNOBOTANI TUMBUHAN YANG DIGUNAKAN PADA UPACARA ADAT DI DUKU JAWA
Â
Miftakhun Nuroniyyah1
212101080051
Program Studi Tadris Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Alamat email : miftakhunnuroniyyah@gmail.com
ABSTRAK
Etnobiologi dapat diartikan secara umum sebagai evaluasi ilmiah terhadap pengetahuan penduduk tentang biologi, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang tetumbuhan (botani), hewan ( zoologi) dan lingkungan alam (ekologi). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pentingnya tanaman dalam berbagai upacara dan ritual tradisional, menekankan pentingnya budaya, spiritual, dan obat-obatan.Â
Dengan memeriksa praktik-praktik ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang interkoneksi antara manusia dan dunia alam. Penelitian ini merupakan penilitian etnobotani yag dilakukan melalui observasi langsung disekitar dan kajian literasi dari berbagai sumber.Â
Melalui hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakn sebelumnya. hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis upacara adat yang masih dilakukan oleh masyarakat disuku Jawa Upacara-upacara adat tersebut antara lain adalah Hajat Laut, Hajat Bumi, Empat Bulanan, Tujuh Bulanan, dan Pernikahan.
Kata Kunci : Etnobotani , Jawa, Â Upacar adat
ABSTRACT
Ethnobiology can generally be understood as the scientific evaluation of the knowledge of the population about biology, including knowledge of plants, animals and the natural environment. (ekologi). The research aims to explore the importance of plants in various traditional ceremonies and rituals, emphasizing the importances of culture, spirituality, and medicine.Â
By examining these practices, we can gain a deeper understanding of the interconnections between man and the natural world. This research is an ethnobotany investigation that is carried out through direct observations around and literacy studies from various sources.Â
Through the results of previous research, it can be concluded that there are some kinds of customary ceremonies that are still performed by the community in the tribe of Java. These are, among other things, the Hajat Sea, Hajat Earth, Four Months, Seven Months andWeddings.
Keywords: Â Ethnobotani, Java, Customary Ceremony
PENDAHULUAN
   Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam suku bangsa terbanyak di dunia. Keberagaman suku bangsa ini selain mengakibatkan bermacam-macamnya adat-dan istiadat. Di dalam ritual adat itiadatnya pun terdapat kebergaman  dalam hal pemanfaatn sumber daya nya.Â
Termasuk sumber daya alam yakni tumbuhannya. Pemanfaatan kebergaman tumbuhan di Indonesia bisa di implementasikan dalam berbagai bidang, seperti bidang ekonomi, spiritual, nilai-nilai budaya, Kesehatan , kecantikan bahkan pengobatan penyakit. Kebudayaan Indonesia yang pluralistic dapat menimbulkan beragamnya pengetahuan dan kearifan lokal ( Local Wisdom) MasyarakatAlbar (2017).Â
Masyarakat Indonesia dengan ribuan komunitas mengembangkan kearifan lokal sesuai dengan karakteristik lingkungan yang khas, dengan arti mereka memanfaatkan sumber daya sekitarnya yang khas menjadi ikon kearifan lokal daerah itu sendiri. Indonesia memiliki kurang lebih 555 suku bangsa yang tersebar di sulurh penjuru Nusantara.Â
Dalam adaptasi terhadap lingkungan, kelompok-kelompok masyaralat tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil eksperimen atau percobaan pengalaman mereka dalam mengelola lingkungan. Seringkali juga mereka menemukan pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan setampat mereka sehingga mereka dapat menemukan pengetahuan atau ilmu baru yang menjadi pedoman yang akurat bagi warga yang ada dipemukiman tempat tinggal mereka.
   Berbicara tentang kearifan lokal. Kearifan lokal sendiri adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan Masyarakat yang menjadi pedoman dikap untuk memenuhi kebutuhan hidup Masyarakat tersebutNurmalasari et al. (2021).Â
Penerapan keraifan lokal cenderung bersifat ramah lingkungan. Pada masa ini kearifan lokal masih sangat terjaga dibeberapa tempat di Indonesia, bentuk kearifan lokal ang masih dilaksanakan adalah upacara adat.
   Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti upacara adat adalah upacara yang berhubungan dengan adat suatu Masyarakat. Dengan arti lain upacara adat merupaka suatu aktivitas atau ritual yang dilakukan oleh Masyarakat sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap tradisi nenek moyang mereka. Upacara adat juga menjadi sarana untuk menyatukan komunitas, menghormati leluhur, dan melambangkan kehidupan soaial, budaya dan spiritual masyarakat(Menyan, 2023).
   Perlengkapan upacara adat terdiri dari berbagai jenid benda, termasuk tumbuhan. Berbagai jenis tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan dekorasi, bahan makanan, maupun symbol utama upacara. Prosesi upacara adat dapat berbeda di setiap daerah tergantung pada karakteristik masyarakatnya, sehingga jenis tumbuhan yang digunakan juga dapat berbeda -beda. Cabang ilmu Biologi yang berkaitan dengan fenomena ini adalah Etnobiologi.
   Etnobiologi dapat diartikan secara umum sebagai evaluasi ilmiah terhadap pengetahuan penduduk tentang biologi, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang tetumbuhan (botani), hewan ( zoologi) dan lingkungan alam (ekologi)(Iskandar & dan Keragaman, 2016). Ditilik dari perkembangannya, etnobiologi merupakan disiplin ilmu yang relative baru.Â
Meski demikian, etnobiologi telah berkembang dengan sangat pesat. Kajian etnobiologi telah menjadi suatu kajian lintas disiplin yang khas dan luas, baik secara teori maupun praktik.
   Etnobiologi adalah studi tentang bagaimana budaya yang berbeda berinteraksi dengan lingkungan mereka, terutama berfokus pada hubungan antara orang dan tumbuhan. Memahami peran tanaman dalam upacara tradisional sangat penting untuk melestarikan warisan budaya dan mempromosikan praktik berkelanjutan.Â
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pentingnya tanaman dalam berbagai upacara dan ritual tradisional, menekankan pentingnya budaya, spiritual, dan obat-obatan. Dengan memeriksa praktik-praktik ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang interkoneksi antara manusia dan dunia alam.
METODEÂ
   Penelitian ini merupakan penilitian etnobotani yag dilakukan melalui observasi langsung disekitar dan kajian literasi dari berbagai sumber. Melalui hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakn sebelumnya.
Data mengenai jenis tumbuhan yang digunakan dalam upacara  adat Jawa, makna filosofisnya, serta cara memperoleh dan upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar diperoleh dengan pengamatan langsung, serta wawancara mendalam.
HASIL DAN PEMBAHASANÂ
   Tanaman memiliki makna simbolis dan berperan penting dalam menghubungkan manusia dengan alam sekitarnya. Contohnya, pada masa prasejarah, tanaman digunakan dalam seni ritual magis untuk mencapai tujuan secara irasional dan simbolis. Tanaman juga digunakan dalam adat dan tradisi untuk persembahan kurban dan diyakini memiliki kekuatan magis untuk menghalau hal-hal buruk.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Gambar 1. Peta Jawa
Â
   Penggunaan tumbuhan sebelum terlaksana atau dimulainya upacara adat jawa dikalangan Masyarakat bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin agar dapat tampil maksimal pada acara upacara tersebut. Persiapan yang biasa dilakukan diantara lain seperti minum jamu, memakai lulur rempah, menurut sumber yang sempat kami wawancara.Â
Untuk perwatan tubuh atau minum jamu mulai idberikan seminggu sbeelum pelaksanaan upacara adat, bentuk jamunya yaitu simplisia kering dari tumbuhan lengkuas ( A. galanga Sw), temulawak ( C. xanthorriza Roxb), dan cabai ( P. refroctum Vahl). Â Ketiga bahan tersebut dikeringkan, jika ingin diseduh tinggal ditambah air panas dan siap dikonsumsi(Nabila, n.d.).
   Apa kandungan sebenarnya yang ada didalam ketiga bahan tersebut. Ternyata ketiga bahan tersebut mengandung senyawa fitokimia khusus. Lengkuas mengandung senyawa fitokimia berupa saponin, tanian, flavonoid, eugenol, galanagn, dan galangol.Â
Senyawa fitokimia yang terdapat pada temulawak yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurukumin memiliki khasiat sebagai antioksidan dan anti inflamssi yang kuat. Sedangkan senyawa fitokimia yang ada di cabai yaitu piperin, cavisin, asam palmetik dll. Piperin sendiri merupakan jenis antioksidan alkoidBesse Tenriawaru et al. (2021).
Selain dari ketiga tersebut berikut adalah jenis tumbuhan yang sering digunakan pada upacara adat di jawa beserta kegunaannya.
Tabel 1. Jenis Tumbuhan yang digunakan pada upacara pernikahan adat Jawa
NO
NAMA ILMIAH
NAMA LOKAL
BAGIAN YANG DIGUNAKAN
KEGUNAAN
1.
Allium cepa Linn.
Bawang Merah
Umbi
Penyedap
2.
Allium sativa Linn.
Bawang Putih
Umbi
Penyedap
3.
Alpina galanga Sw.
Lengkuas
Rimpang
Pengharum , Jamu
4.
Ananas comosus Merr.
Nanas
Buah
Penghias Kembar Mayang
5.
Arachiss hypogeae L.
Kacang Tanah
Biji
Simbol Rezeki
6.
Areca catechu L.
Pinang
Buah
Simbol kasih sayang
Tabel 2. Tumbuhan yang digunakan dalam beberapa upacara adat Jawa
No.
Nama Tumbuhan
Bagian yang digunakan
Simbol
1.
Pisang raja
(Musa acuminate x balbisiana)
Buah
Berbeda tapi satu tujuan
Â
2.
Pisang ambon (Musa paradisiaca) var. Sapientum (L.) Kunt
Â
Buah
Â
Berbeda tapi satu tujuan
3.
Pisang emas (Musa acuminata)
Buah
Berbeda tapi satu tujuan
4.
Kelapa (Cocos nucifera L.)
Buah dan daun
Tunas harapan bangsa
5.
Mawar merah (Rosa hibrida)
Bunga
Keberanian
6.
Mawar putih (Rosa hibrida)
Bunga
Kejayaan
7.
Melati (Jasminum sambac Ait.)
Bunga
Kesucian
8.
Kantil (Michelia champaca L.)
Bunga
Kejayaan
9.
Kenanga (Canangium odoratum Baill.)
Bunga
Keharuman
10.
Sedap malem (Epiphyllum oxipetalum)
Bunga
Kebaikan
11.
Bambu (Bambusa vulgaris Schrad. Ex. Wndl. var vulgaris)
Batang
Keselamatan
12.
Bunga Kertas
(Bougainvillea spectabilis Willd.)
Bunga
Kebaikan
13.
Ubi (Ipomoea batatas Lamk.)
Bunga
Saling berbagi
14.
Singkong (Manihot esculenta Crantz.)
Bunga
Saling berbagi
15.
Talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.)
Bunga
Saling berbagi
16.
Ganyong (Canna edulis Ker.)
Bunga
Saling berbagi
17.
Padi (Oryza sativa L.)
Bulir
Saling berbagi
18.
Bengkuang
(Pachyrhizus erosus Urban.)
Umbi
Saling  berbagi,  banyak anak banyak rezeki
19.
Jambu air (Eugenia aquea Burm. f.)
Buah
Saling  berbagi,  banyak anak banyak rezeki
20.
Pepaya (Carica papaya L.)
Buah
Saling  berbagi,  banyak anak banyak rezeki
21.
Kedondong (Spondias pinnata Kurtz.)
Buah
Saling  berbagi,  banyak anak banyak rezeki
Berikut adalah deskripsi pemanfaatan tumbuhan yang digunakan pada beberapa upacara adat yang masih dilakukan.
Gambar 2. Upacar Adat
- Upacara Adat Hajat Laut
   Hajat laut dilakukkan rutin satu tahun sekali setiap hari Jum'at Kliwon di awal bulan Sura sebagai rasa syukur atas hasil laut yang didapatkan di sekitar perairan laut Upacara adat ini merupakan sebuah ritual yang dipimpin oleh beberapa sesepuh adat yang dipercaya dan dianggap mempunyai kemampuan lebih oleh masyarakat dengan rangkaian utama kegiatannya adalah membuat keranda "Dongdang" sebagai tempat menyimpan berbagai macam sesaji, ijab dongdang, kemintan dongdang, dan larung dongdang.
   Upacara adat Hajat Laut menggunakan 11 jenis tumbuhan, yaitu pisang raja (Musa acuminate x balbisiana), pisang ambon (Musa paradisiaca) var. Sapientum (L.) Kunt, pisang emas (Musa acuminata), kelapa (Cocos nucifera L.), mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malem (Epiphyllum oxipetalum), kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), dan bunga mawar putih (Rosa hibrida). Penggunaan pisang raja (Musa acuminate x balbisiana), pisang ambon(Musa paradisiaca) var. Sapientum (L.) Kunt, pisang emas(Musa acuminata) dalam upacara Hajat Laut menurut masyarakat setempat dikarenakan pisang memiliki simbol atau nilai walaupun berbeda beda tetapi tetap satu tujuan. Simbol ini tercermin dari buah pisang tersisir.
   Kusmintayu (2014) menyebutkan bahwa dalam upacara adat Sedekah Laut yang dilakukan Masyarakat filosofis dan pelaksanaannya seperti Hajat Laut, penggunaan pisang (bahasa Jawa: Gedang) mempunyai makna "gesang ora mun madhang" artinya hidup tidak hanya untuk makan. Sebenarnya pisang yang digunakan dalam upacara adat ini dikenal dengan pisang telon, yang terdiri dari pisang raja, pisang mas, dan pisang hijau (biasanya pisang ambon).Â
Pisang raja mempunyai makna "didaya mukti lan mulya" artinya jadilah orang yang sukses baik status sosial maupun hartanya. Pisang mas mempunyai makna "cilik barange, ala rupane, nanging duwe rega" artinya kecil dan jelek bentuknya, tetapi rasanya enak dan harganya tinggi. Pisang hijau mempunyai makna "gawe seneng anak bojo" artinya membahagiakan anak dan istri.Â
Selain itu penggunaan bunga atau lebih dikenal dengan kembang telon, yaitu mawar, kenanga, dan kanthil mempunyai makna "urip aja ninggal telung perkara: naluri, agami, nagari"artinya hidup jangan meninggalkan tiga permasalahan, yaitu naluri, agama, dan negara.
Penggunaan mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malem (Epiphyllum oxipetalum), kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.) dan bunga mawar putih (Rosa hibrida) dalam upacara adat ini karena menurut masyarakat bunga tersebut memiliki simbol keharuman.
Bunga-bungaan yang digunakan dalam upacara adat melambangkan keharuman. Bunga-bunga pada umumnya memiliki kandungan minyak atsiri (minyak eteris atau minyak terbang) yang bersifat mudah menguap (volatile) dan mempunyai rasa getir. Minyak atsiri biasanya berasal dari bagian-bagian tumbuhan seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri mempunyai peranan penting terkait dengan cita rasa dan baunya (Robinson, 1995).
- Upacara Adat Hajat Bumi
   Hajat bumi merupakan suatu rangkaian upacara syukuran atas hasil bumi. Upacara adat ini biasanya dilakukan oleh masyarakat pada bulan Muharam. Rangkaian upacara adat ini diantaranya adalah pembukaan, prakata panitia, sanduk-sanduk, dan makan bersama. Asas yang dianut adalah egaliterianisme"kita yang mengolah, kita yang mengelola, dan kita yang memanfaatkan". Ada 7 jenis tumbuhan yang digunakan dalam upacara adat Hajat Bumi ini, yaitu ubi (Ipomoea batatas Lamk.), singkong (Manihot esculenta Crantz.), talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.), ganyong (Canna edulis Ker.), kelapa (Cocos nucifera L.), kantil (Michelia champaca L.), dan padi (Oryza sativa L.).
   Tumbuhan tersebut memiliki simbol saling berbagi. kelapa (Cocos nucifera) yang digunakan dalam upacara adat mempunyai simbol kembali ke kesucian. Biasanya setelah selesai hajat bumi tumbuhan-tumbuhan tersebut dibagikan kepada masyarakat untuk makanan. 3. Upacara Adat Empat Bulanan Upacara adat empat bulanan merupakan suatu upacara adat atau bentuk doa yang dilakukan oleh masyarakat. Upacara adat ini dilakukkan oleh masyarakat ketika ada seorang perempuan yang sedang mengandung anak umur empat bulan. Upacara adat ini dilakukan karena dianggap pada waktu empat bulan janin mulai terbentuk dan roh manusia mulai ada dalam jasad fisik janin tersebut. Mustapa (2010) menyebutkan bahwa usia kandungan yang melebihi tiga bulan sudah tidak disebut ngidam, tapi dikatakan mengandung atau hamil. Tumbuhan yang sering digunakan dalam upacara adat ini antara lain adalah mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malam (Epiphyllum oxipetalum), bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), dan bunga mawar putih (Rosa hibrida). Penggunaan beberapa jenis bunga dalam upacara adat ini
mengandung makna sifat panca indra manusia dan harum atau budi pekerti yang baik (Pujihartini, 2007). Bunga tumbuhan mengandung minyak atsiri. Zat ini merupakan penyebab wangi, bau, atau harum yang khas pada banyak tumbuhan. Minyak atsiri banyak terdapat pada beberapa tumbuhan seperti Myrtaceae, Rutaceae, dan Rosaceae (Harborne, 1996).
- Upacara Adat Tujuh Bulanan
   Upacara adat tujuh bulanan merupakan suatu upacara adat atau bentuk doa yang dilakukan oleh masyarakat. Upacara ini dilakukan oleh masyarakat ketika ada seorang perempuan yang sedang mengandung anak sudah berumur tujuh bulan. Kebiasaan atau ciri khas pada upacara adat tujuh bulanan ini adalah digambarnya Arjuna dan Srikandi pada kelapa muda dengan harapan kelak anaknya memiliki wajah, sifat cantik, dan tampan seperti Arjuna dan Srikandi. Selain itu ciri khas dari upacara adat ini adalah dibuatnya rujak yang kemudian dibagikan kepada masyarakat dengan cara ditukar dengan genting berbentuk bulat sebagai simbol harapan bahwa suatu saat nanti akan dimudahkan dan dilancarkan dalam kegitan jual beli.
   Upacara adat tujuh bulanan menggunakan 13 jenis tumbuhan, yaitu mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malam (Epiphyllum oxipetalum), bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), bunga mawar putih, (Rosa hibrida), kelapa hijau (Cocos nucifera L.), bengkuang (Pachyrhizus erosus Urban.), ubi (Ipomoea batatas Lamk.), jambu air (Eugenia aquea Burm. f.), papaya (Carica papaya L.), singkong (Manihot esculenta Crantz.), dan kedondong (Spondias pinnata Kurtz.). Sementara itu, Mustapa (2010) menyebutkan bahwa pada upacara adat tujuh bulanan atau tingkeban harus menyediakan bunga tujuh macam, bunga pinang (Areca cathecu L.), kelapa muda (Cocos nucifera L.), dan lalaban seperti mentimun (Cucumis sativus L.).
   Secara lebih khusus, penggunaan tujuh macam bunga dalam upacara adat Sunda adalah sebagai simbol 7 sifat manusia, yaitu hidup, kekuatan, penglihatan, pendengaran, perkataan, perasaan, dan kemauan (Suganda, 1964; Iskandar et al, 2011).Â
Pembuatan rujak dalam upacara tujuh bulanan ini menggunakan beberapa jenis tumbuhan, yaitu bengkuang (Pachyrhizus erosus Urban.), ubi (Ipomoea batatas Lamk.), jambu air (Eugenia aquea Burm. f.), papaya (Carica papaya L.), singkong (Manihot esculenta Crantz.),dan kedondong (Spondias pinnata Kurtz.) yang memiliki simbol saling berbagi. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Pujihartini (2007) bahwa rurujakan yang digunakan dalam upacara adat mengandung makna saling peduli atau mengingatkan.
- Upacara Adat Pernikahan
   Upacara pernikahan di Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran pada umumnya menggunakan upacara adat budaya Sunda, karena Desa Pangandaran merupakan tanah Sunda yang ada di Provinsi Jawa Barat. Rangkaian adat pernikahan dalam budaya Sunda/ jawa  di antaranya meliputi neundeun omong (melamar), seserahan, ngeuyeuk seureuh, midadaren, akad nikah, sawer, buka pintu, huap lingkung (pengantin saling menyuapi), dan numbas.
   Ada 8 jenis tumbuhan yang digunakan dalam rangkaian upacara adat pernikahan ini, yaitu mawar merah (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malam (Epiphyllum oxipetalum), bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), bunga mawar putih (Rosa hibrida), dan bambu (Bambusa vulgaris Schrad. Ex. Wndl. var vulgaris).Â
Penggunaan bunga dalam upacara adat pernikahan ini, yang dipakai ketika calon mempelai wanita dimandikan, memiliki simbol kesucian, kewangian, dan kecantikan seperti bidadari. Sementara itu, penggunaan bambu (Bambusa vulgaris Schrad. Ex. Wndl. var vulgaris) dalam upacara adat ini memiliki simbol keselamatan hidup.Â
Selanjutnya, dalam prosesinya, makna digunakanya bambu yang diletakan telur ditengahnya memiliki simbol doa agar selama menjalakan kehidupan bersama dapat hidup rukun, bekerja sama, saling mengerti satu sama lain, dibebaskan dari gangguan yang dapat merusak hubungan rumah tangga, dan dapat melalui segala cobaan atau rintangan yang ada.
    Prosesi sawer, satu dari rangkaian upacara adat pernikahan yang menggunakan bunga, sebagai simbol dari pernikahan agar memiliki keberkahan.Â
Selain itu juga sebagai tanda syukur dari kedua mempelai karena telah melaksanakannya resepsi pernikahan dengan maksud kelak dalam kehidupan yang baru ini selalu dilancarkan rezekinya (An'amillah, 2015). Suryani (2011) secara spesifik menyebutkan bahwa dalam acara ngeuyeuk seureuh, sebagai bagian dari rangkaian upacara adat pernikahan, terdapat beberapa tumbuhan yang digunakan di antaranya adalah sirih (Piper betle L.), pinang (Areca cathecu L.), gambir (Uncaria gambir Roxb.), kunyit (Curcuma longa L.), padi (Oryza sativa), kelapa (Cocos nucifera L.), jawer kotok (Coleus scutellaroides Bth.), dan bangle (Zingiber cassumunnar Roxb.).
   Secara lebih khusus, gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang digunakan dalam upacara adat mempunyai makna keseimbangan (Pujihartini, 2007). Upacara adat yang masih dilakukan oleh masyarakat, jika ditinjau dari sudut konservasi, secara langsung atau tidak langsung dapat memelihara sumberdaya genetik, terutama terkait dengan penggunaan tumbuhan dalam suatu upacara adat. Selama upacara adat itu ada, maka jenis-jenis tumbuhannya juga harus ada.Â
Pengadaan tumbuhan yang digunakan dalam upacara adat tersebut salah satunya melalui penanaman di pekarangan atau di lahan lainnya. Sebagai contoh adalah upaya konservasi tumbuhan yang dilakukan masyarakat Tengger dengan cara menanam tumbuhan di ladang, pekarangan, dan jalan-jalan sekitar desa (Pramita et al., 2013). Bahkan masyarakat Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya dalam melestarikan tumbuhan yang digunakan pada upacara adat dilakukan dalam bentuk kearifan lokal berupa nilai, norma, etika kepercayaan, hukum adat, dan aturan-aturan khusus (Supriatna, 2014).
KESIMPULAN
   Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis upacara adat yang masih dilakukan oleh masyarakat disuku Jawa Upacara-upacara adat tersebut antara lain adalah Hajat Laut, Hajat Bumi, Empat Bulanan, Tujuh Bulanan, dan Pernikahan.
   Tumbuhan yang digunakan dalam berbagai upacara adat-upacara adat tersebut terdiri dari 21 jenis, yaitu pisang raja (Musa acuminate x balbisiana), pisang ambon (Musa paradisiaca) var. Sapientum (L.) Kunt, pisang emas (Musa acuminata), kelapa (Cocos nucifera L.), mawar merah (Rosa hibrida), mawar putih (Rosa hibrida), melati (Jasminum sambac Ait.), kantil (Michelia champaca L.), kenanga (Canangium odoratum Baill.), sedap malam (Epiphyllum oxipetalum), Bambu (Bambusa vulgaris Schrad. Ex. Wndl. var vulgaris), bunga kertas (Bougainvillea spectabilis Willd.), bengkuang (Pachyrhizus erosus Urban.), jambu air (Eugenia aquea Burm. f.), papaya (Carica papaya L.), singkong (Manihot esculenta Crantz.), kedondong (Spondias pinnata Kurtz.), ubi (Ipomoea batatas Lamk.), talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.), ganyong (Canna edulis Ker.), dan padi (Oryza sativa L.). Tumbuhan tersebut didapatkan oleh masyarakat dari sekitar pekarangan, kebun, sawah, dan ada juga yang dibeli di pasar.
DAFTAR PUSTAKAÂ
Albar, H. (2017). ETNOBOTANI TUMBUHAN YANG DIGUNAKAN PADA RITUAL KHITANAN DAN PERNIKAHAN OLEH MASYARAKAT KECAMATAN LANGGUDU KABUPATEN BIMA NUSA TENGGARA BARAT (NTB).
An'amillah A. 2015. Skripsi Sarjana. Program Studi Biologi, FMIPA. Universitas Padjadjaran. Sumedang.
Besse Tenriawaru, A., Biologi, P., Keguruan dan Ilmu Pendidikan, F., Tanjungpura, U., & Barat, K. (2021). KELAYAKAN ENSIKLOPEDIA PADA SUBMATERI PEMANFAATAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DARI HASIL ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT FEASIBILITY OF ENCYCLOPEDIA ON USE OF BIODIVERSITY SUB-MATTER FROM THE ETHNOBOTANY OF MEDICINAL PLANTS (Vol. 5, Issue 2). http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio
Hakim L. 2014. Etnobotani dan Manajemen Kebun-Pekarangan Rumah: Ketahanan Pangan, Kesehatan, dan Agrowisata. Selaras. Malang.
Iskandar, J., & dan Keragaman, E. (2016). UMBARA: Indonesian Journal of Anthropology Etnobiologi dan Keragaman Budaya di Indonesia.
Iskandar J. 2014. Manusia dan Lingkungan dengan Berbagai Perubahannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Iskandar J dan BS.
Iskandar. 2017. Various Plants of Traditional Rituals: Ethnobotanical Research among the Baduy Community. Biosaintifika, 9 (1): 114-125.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016. http://kbbi.web.id/upacara.
Kusmintayu N. 2014. Tesis. Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Menyan, B. (2023). Mengenang Akar Budaya: Upacara Adat dan Ritual dalam Masyarakat Lokal - Batu Menyan. Batumenyan.Desa.Id. https://www.batumenyan.desa.id/mengenang-akar-budaya-upacara-adat-dan-ritual-dalam-masyarakat-lokal/
Nabila, R. E. (n.d.). KAJIAN ETNOBIOLOGI HEWAN DAN TUMBUHAN PADA PERNIKAHAN ADAT JAWA DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH.
Nurmalasari, S., Ami, S., & Hasbullah, K. A. W. (2021). Studi Etnobotani Tumbuhan pada Upacara Adat Midodareni di Kabupaten Jombang. In Exact Papers in Compilation (Vol. 3, Issue 3).
Supriatna P. 2014. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Suryani E. 2011. Ragam Pesona Budaya Sunda. Ghalia Indonesia. Bogor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H