Mohon tunggu...
Mifta Khasanah
Mifta Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Semarang

hobi jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membangun Budaya Antikorupsi melalui Pendidikan Antikorupsi

11 Oktober 2024   00:06 Diperbarui: 11 Oktober 2024   01:04 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata "korupsi" berasal dari bahasa Latin "corruptio" (Fockema Andrea : 1951) atau" corruptus" (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa "corruptio"berasal dari kata "corrumpere", bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah "corruption, corrupt" (Inggris), "corruption" (Perancis) dan "corruptie/korruptie" (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Baharudin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menggolongkan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yaitu yang menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi "financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt" (Evi Hartanti: 2008). Berbagai bentuk dari korupsi meliputi: Kerugian Keuangan Negara, Suap Menyuap, Penggelapan dalam Jabatan, Pemerasan, Perbuatan Curang, Benturan Kepentingan dalam Pengadaan, dan Gratifikasi. Korupsi disebabkan oleh berbagai faktor baik dari luar maupun dari dalam diri pelakunya. Nur Syam (2000) berpendapat bahwa salah satu penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketidakmampuannya menahan godaan terhadap materi atau kekayaan. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak dapat ditahan, sedangkan akses menuju kekayaan dapat diperoleh melalui korupsi maka orang tersebut akan memilih cara dengan berkorupsi untuk mendapatkan kekayaan. Jika dilihat dari sudut pandang tersebut maka penyebab orang berkorupsi adalah tentang cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah juga untuk mendapatkan kekayaan. Selain itu sebab seseorang melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya seperti keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan. Faktor penyebab korupsi ada 2 yaitu Internal yang meliputi Aspek individu (Sifat tamak manusia, Moral yang kurang kuat, Gaya hidup konsumtif, Tidak mau bekerja keras atau malas) dan Aspek Sosial. Kemudian faktor Eksternal meliputi Aspek Sikap Masyarakat terhadap korupsi, Aspek Politik dan Aspek Ekonomi. Tingginya kasus korupsi di suatu negara disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :

1. Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa. 

2. Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil

3. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan.

4. Rendahnya integritas dan profesionalisme

5. Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan

6. Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat

7. Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.

Dalam Aspek Politik Robert Klitgaard (2005) memberikan gambaran M + D - A = C untuk menjelaskan proses terjadinya korupsi, "M" melambangkan monopoli, "D" kewenangan (discretionary), dan "A" pertanggungjawaban (accountability). Korupsi terjadi ketika monopoli kekuasaan dan kewenangan besar tidak disertai dengan akuntabilitas yang memadai. Upaya dalam memberantas korupsi perlu dilakukan secara masif, integratif, komprehensif, serta kreatif.  

Mengingat modus korupsi, semakin hari semakin canggih dan sistemik. Upaya pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan, mengingat banyaknya dampak negatif korupsi bagi masyarakat. Korupsi juga berdampak dalam berbagai aspek kehidupan seperti Ekonomi, Kesejahteraan Pegawai dan rakyat, Stabilitas Politik dan Keamanan, Penegakan Hukum, serta Sumber Daya Alam. Berdasarkan dampak negatif tersebut, maka upaya pemberantasan korupsi merupakan hal yang sangat penting. Secara umum upaya untuk mengatasi korupsi ada dua, yaitu dengan pencegahan (pendidikan antikorupsi) dan pemberantasan korupsi (melalui penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi). Artikel ini akan menjelaskan mengenai upaya pencegahan korupsi melalui Pendidikan Anti Korupsi.

Pendidikan Anti Korupsi merupakan proses sistematis untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, keutuhan, dan tanggung jawab kepada masyarakat, terutama generasi muda, supaya mereka tidak terlibat dalam praktik korupsi dan berperan aktif dalam pemberantasannya. Pendidikan ini mencakup pemahaman mengenai bentuk-bentuk korupsi dan dampaknya, serta pengembangan keterampilan untuk mencegah dan melawan korupsi. Tujuan Pendidikan Anti Korupsi ini meliputi: 

- Membangun Karakter : Menanamkan nilai-nilai integritas dan keberanian untuk menolak korupsi.

- Meningkatkan Kesadaran Hukum : Membantu masyarakat memahami pentingnya mematuhi hukum dan tuntutan penegakan hukum.

- Menciptakan Budaya Anti Korupsi : Mendorong partisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di semua sektor 

Upaya pemberantasan korupsi dengan jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal, salah satunya adanya kebijakan pendidikan antikorupsi, yang bertujuan mengedukasi nilai-nilai antikorupsi. Selain itu terdapat juga terdapat tripusat pendidikan anti korupsi yang dapat menjadi salah satu cara dalam pencegahan korupsi. Tripusat pendidikan adalah istilah yang menggambarkan tiga lingkungan yang saling berpengaruh dalam pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam konteks pendidikan antikorupsi, tripusat pendidikan dapat diartikan sebagai wadah. Pendidikan antikorupsi melalui tripusat pendidikan merupakan upaya yang sangat penting dalam memberantas korupsi. Dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat, diharapkan dapat terbentuk generasi yang berintegritas, memiliki nilai-nilai moral yang kuat, dan berani melawan segala bentuk korupsi. Pendidikan antikorupsi penting untuk diperkenalkan sejak dini karena termasuk dalam salah satu kunci utama pemberantasan korupsi. Berikut penjelasan singkat mengenai tripusat pendidikan anti korupsi. 

1.) Pendidikan Anti Korupsi dalam Keluarga

 Keluarga memiliki tanggung jawab mendidik anak-anak agar memiliki karakter pribadi dan sosial serta kemampuan mengekspresikan kasih sayang. Karakter pribadi mencakup kepercayaan diri, konsistensi, dan komitmen, yang dapat dibentuk melalui pelatihan sejak usia dini, termasuk menetapkan tujuan dan mengevaluasi pencapaian. Karakter sosial penting untuk mencegah perilaku korupsi, yang dapat diperkuat melalui pendidikan antikorupsi di lingkungan keluarga. Pendidikan ini bersifat non-formal dan harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh keluarga. Sebelas nilai antikorupsi yang harus diajarkan meliputi integritas, kejujuran, dan tanggung jawab, disesuaikan dengan kearifan lokal dan kondisi keluarga. Untuk efektivitasnya, program antikorupsi perlu mempertimbangkan aspek seperti pengertian nilai, kategori usia anak, peranan orang tua, dan panduan teknis bagi orang tua. Orang tua berperan sebagai sumber pembelajaran, di mana ibu mengajarkan nilai-nilai melalui interaksi kasih sayang dan ayah memberikan pengetahuan serta pengawasan. Materi yang diberikan kepada orang tua mencakup pengetahuan dan keterampilan terkait pendidikan antikorupsi, serta metode komunikasi dan pengasuhan yang efektif. Penilaian terhadap potensi orang tua juga penting untuk memahami hubungan mereka dengan anak. Program ini juga melibatkan relawan untuk mendukung pelaksanaan di tingkat keluarga, dengan kategori relawan organisator dan ahli. Relawan organisator mengelola kegiatan dan memantau penerapan nilai, sementara relawan ahli memberikan masukan tentang pengasuhan sesuai dengan program.

2.) Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah

Pentingnya pendidikan antikorupsi dalam kurikulum untuk membentuk generasi muda yang memiliki integritas. Peristiwa korupsi yang sering terjadi dapat merusak pola pikir anak-anak, yang berpotensi menjadikan korupsi sebagai cita-cita. Oleh karena itu, diperlukan penataan kurikulum yang menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Pengembangan kurikulum di sekolah yang dimaksud di sini adalah memperbaiki atau melengkapi kurikulum yang sudah ada, bukan melakukan perubahan. Pengembangan pendidikan antikorupsi tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Strategi internalisasi pendidikan antikorupsi adalah nilai-nilai dan materi antikorupsi disisipkan dand diintegrasikan pada mata pelajaran yang ada. Materi pendidikan antikorupsi diselipkan dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila, Matematika, Bimbingan Konseling, Bahasa, dan lainnya. Pendidikan antikorupsi harus terintegrasi dalam kurikulum pendidikan dasar hingga tinggi, dengan berbagai strategi pengajaran yang sesuai dengan usia siswa. Pada tingkat SD hingga SMA, materi ini meliputi pengenalan hukum, identifikasi kasus korupsi, dan upaya pencegahan. Selain itu, pendidikan antikorupsi juga dapat diimplementasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan lomba-lomba kreatif. Sekolah diharapkan mengintegrasikan nilai nilai antikorupsi, seperti kejujuran dan tanggung jawab, dalam setiap mata pelajaran tanpa harus merombak kurikulum. Proses pendidikan harus melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan, dengan guru sebagai fasilitator. Melalui cara ini, pendidikan antikorupsi dapat diterima sebagai nilai pribadi oleh siswa, membentuk karakter mereka untuk menolak korupsi di masa depan.

3.) Pendidikan Anti Korupsi dalam Masyarakat

Pendidikan anti korupsi di masyarakat melibatkan beberapa langkah kunci. Pertama, pemerintah harus memastikan akses masyarakat terhadap informasi kebijakan publik untuk mendukung transparansi. Kedua, kampanye tentang bahaya korupsi perlu dilakukan untuk mendidik masyarakat mengenai dampak dan cara memerangi korupsi. Ketiga, pemerintah harus memberdayakan masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi dengan aman, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2000. Selain itu, penting untuk memberdayakan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai sarana kampanye dan edukasi mengenai korupsi.

Kesimpulan 

Korupsi merupakan tindakan yang merusak integritas moral dan merugikan ekonomi serta kepentingan publik. Istilah korupsi berasal dari kata Latin "corruptio" yang berarti kebusukan atau ketidakjujuran. Korupsi memiliki berbagai bentuk,termasuk suap, penggelapan, dan gratifikasi, serta dipengaruhi oleh faktor internal (seperti sifat tamak dan gaya hidup konsumtif) dan faktor eksternal (seperti lemahnya pengawasan dan rendahnya integritas kepemimpinan). Korupsi berasal dari pandangan yang salah tentang kekayaan, dorongan pribadi, serta lingkungan sosial dan politik yang tidak mendukung akuntabilitas. Untuk memberantas korupsi, diperlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk melalui pendidikan antikorupsi. Pendidikan ini berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan integritas, dimulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat. Pendidikan antikorupsi dapat diimplementasikan melalui kurikulum sekolah, pengajaran informal di keluarga, dan kampanye publik. Pendidikan ini bertujuan untuk membangun karakter generasi muda agar memiliki kesadaran hukum, menolak praktik korupsi, serta berperan aktif dalam pencegahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun