Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Writer & Citizen Journalist. Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Paras Perempuan Cadas

23 Januari 2020   11:38 Diperbarui: 23 Januari 2020   14:28 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Solopos.com/ JIBI Photo

Setelah menyuruh Farida istirahat di rumah, Juwarni bergegas mengumpulkan gumpalan-gumpalan tanah. Dimasukkannya tanah itu ke dalam sak, bungkus bekas pupuk urea. Berulang kali dengan sak itu Juwarni memindah tanah padas dari pekarangan ke rumahnya. 

Tanah yang digendong kini menyatu dengan tanah rumah. Tanah yang juga menjadi lantai. Warni membentuk gundukan dari tanah tadi. Tanah cadas itu sudah mencukupi kalau digunakan membuat pawon berjumlah lima. Ia mencampuri tanah itu dengan sekam padi. Kemudian tangannya lincah menyiramkan air. Kakinya mulai mengaduk tanah cadas, bergerak seperti sedang gerak jalan di tempat dalam baris-berbaris. Cadas itu mulai menggeliat tercampur sekam, mirip adonan roti yang siap dipanggang. 

Kaki Juwarni belepotan tanah liat hingga lutut. Setelah air, tanah dan sekam tercampur, ia membiarkan tanah itu selama seminggu menjadi tanah liat.

Farida di rumah hanya menginap sehari karena keesokannya kembali pulang ke Solo. Kesepian kembali melanda di hari-hari Juwarni. Untunglah tanah cadas menjadi tanah liat dan siap dibuat pawon, sehingga ia bisa mengusir rasa sepi itu. 

Mulanya ia memotong selonjor daun pisang yang digunakan sebagai alas. Lalu segumpal demi segumpal tanah liat diletakkan di daun pisang. Ia susun tanah liat dan dibentuk persegi panjang dilengkapi dua lubang besar atau tungku. Pawon yang tingginya 24 cm itu  memiliki dua tungku dengan diameter 16 cm. Panjang pawon sekitar 80 cm dan  lebar 35 cm. Tangannya lihai membentuk lekuk demi lekuk pawon basah.

Butuh waktu sekitar setengah bulan untuk menjadikan pawon basah siap diadu dengan api, mematangkan setiap isi panci. Prosesnya pun membutuhkan keuletan yang tak main-main. Pawon yang masih basah masih perlu dipadatkan. Warni menunggu beberapa hari untuk merapikannya. Dengan sebilah kayu kecil berbentuk bundar Warni menghantamkan ringan kayu itu pada pawon basah. Hal itu bertujuan membentuk sekaligus memadatkan tanah liat tersebut. 

Pawon basah selesai dipadatkan harus menunggu beberapa hari untuk dikeringkan di bawah terik matahari. Pawon yang cukup besar harus digotong dua orang. Biasa ia meminta bantuan suaminya mengangkat pawon ke halaman. Sinar matahari mutlak dibutuhkuan untuk pengeringan. Pawon dijemur selama dua hari baru kemudian siap diletakkan di emperan rumah. Ia tak perlu berjualan keliling. Pembelilah yang mendatangi rumahnya. Selama ini pawon-pawon buatannya didatangi pembeli dari berbagai desa, bahkan dari bergagai kelurahan.

****
Kasak-kusuk tentang pemerintah yang berbaik hati membagikan kompor gas dan tabung gratis menjadi pembicaraan hangat di desa. Subsidi gas melon 3 kilogram jadi program pemerintah pusat. Pejabat kelurahan yang menjadi lidah  pemerintah membeber keuntungan memakai gas 3 kilogram atau gas melon. Kata mereka memasak lebih praktis dan tak ribet seperti menggunakan pawon. 

Warga menyambut baik rencana itu. Mereka tentu tak perlu membeli kayu bakar atau capek-capek mencari kayu bakar di kebun atau bahkan di hutan. Jika semua warga desa memakai gas maka tamatlah mata pencaharian Juwarni sebagai pembuatPawon. Begitu Sugeng sebagai penjual kayu bakar.

"Yu Warni juga daftar ke RT untuk dapet gas?" tanya Yu Padmi ketika Juwarni membeli bumbu pawon di warung.

"Yo ndaftar to, Bu lik."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun