Sekelebat ia menoleh ke arah barat. Dari kejauhan ia melihat Farida di balik rerimbunan pohon bambu. Paras perempuan cadas itu  sumringah. Ia tersenyum bahagia. Anak yang dirindukan tak disangka-sangka ternyata berjalan setapak menujunya.
"Farida..," jeritnya kegirangan. "Enggak liburan kok  kamu pulang to nduk. Tidak sekolah? cerocos Warni.
"Ada keperluan, Mak. Tadi mampir ke SMP Sendangsari, legalisir ijazah. Sebentar lagi mau ujian," jawab Farida sembari menjabat dan mencium tangan ibunya. Sang ibu lalu mencium kedua pipi Farida.
Farida terlihat letih. Baru saja ia datang dari Solo. Ia terbiasa dan memilih berjalan kaki melewati rerimbunan bambu. Dari Solo ke Purwodadi ia naik bus. Lalu naik ojek dari Terminal Purwodadi hingga tugu perbatasan desa. Ia memilih tidak melewati jalan raya pedesaan. Tetapi lewat jalan kecil melewati SMP-nya dulu. Farida melanjutkan perjalanan di jalan setapak melewati persawahan. Lalu menembus rerimbunan pohon bambu, bermuara pada jalan kecil belakang rumah.
Farida bersalaman dengan Yu Warti, seorang tetangga yang baru pulang dari kebun. Yu Warti tampak mengendong kayu bakar yang ia dapat dari kebunnya.
"Eh, Farida. Baru pulang ya?"
"Injih, Lik."
"Sudah kelas tiga SMA ya, setelah lulus mau kerja atau nikah?
"Insyaallah saya akan kuliah dengan cari-cari beasiswa."
"Sekolah kok duwur-duwuran to, Da. Paling-paling nanti uripmu yo mung ngliwet ning pawon, ngurusi bojo lan anak."
Ibu dan anak itu tak menghiraukan perkataan Yu Warti.Â