"Wanita hamil meminta pertanggungjawaban!"
Secepat kilat Sigit menuju kantor. Sesampainya di kantor Sigit dikejutkan dengan apa yang dilihatnya. Dyah memandang tajam ke arah Sigit. Sudah lama ia merindukan tatapan seperti itu. Tapi kini perempuan itu yangmenghampirinya. Saat Sigit melihat perempuan itu mengenakan pakaian longgar dan perutnya agak membuncit, Sigit kelabakan.
Lima lelaki yang kemarin mengeroyoknya di caf berada di belakang Dyah. Sedang beberapa awak redaksi memandang ke arah Sigit, seakan tak menyangka salah satu wartawan telah menghamili anak orang. Tentu ini merupakan berita besar jika saja yang melakukannya bukan wartawan dari Garda Metro atau justru tambah besar karena seorang wartawan justru menjadi berita bagi korannya sendiri.
Dyah mendekati Sigit.
"Hen-., Hendra mana?" kata Dyah terbata-bata.
"Hendra tidak ada di sini. Dia sudah keluar dari Garda Metro."
Wanita itu menangis. Lima preman itu sudah bersiap menghajar sigit.
"Bukan, bukan dia, Pak," teriak Dyah.
Dalam tangis, Dyah mengatakan kalau selama ini ia pacaran dengan Hendra. Lelaki itu menanam benih di rahimnya dan tak mau bertanggung jawab. Bahkan ketika Dyah meminta pernikahan karena tak mungkin anaknya lahir tanpa bapak, Hendra menyuruh Dyah menggugurkan kandungan. Dyah menolak. Dia tak ingin melakukan dosa tambahan. Hendra menyuruh Dyah menjalin hubungan dengan pria lain. Ia tak mau hidup terkekang karena pernikahan. Hendra tahu kalau Sigit secara diam-diam menaruh harapan kepada Dyah.
Ah, ternyata angsa anggun itu jinak di tangan Hendra, teman yang hendak menjerumuskan dalam kubangan. Â Angsa itu kini sedang mencari pejantan yang tega meninggalkannya. Barangkali Hendra telah menyeberang ke sungai lain.
Bumi Mangkuyudan, Awal Oktober 2009
*) Angsa di Seberang Sungai adalah cerpen karya Miftahul Abrori. Cerpen ini pertama kali dipublikasikan di buletin Sastra Pawon Solo, 2009. Dipublikasikan ulang di Kompasiana dengan beberapa perubahan, sebagai pendokumentasian karya.