Sayang, bagimu luka adalah keindahan. Kau mencintainya dengan segenap luka. Rasa sakit di dada adalah bukti kau mencintainya. Kau ingin menikmati rasa sakit itu hingga detik terakhir.Â
Ah, kau menebus dua tahun bersamanya dengan enam tahun yang sia-sia.
Begitu banyak kenangan yang membeku hingga kau lupa menakar batas ketabahan. Sedang kau tahu, ia setengah hati menambatkan sayap di pundakmu.Â
Jangan berlarut-larut meratapi kepergiannya. Jika kau tak sanggup mendekapnya, maka renggangkanlah kenangan yang menjerat lehermu.
****
Ingatkah kau tentang kisahmu dengan seorang lelaki di masa lalu? Kenangan-kenangannya bersamamu menjelma kisah muram, membuatnya murung sepanjang waktu?Â
Ia bagai mayat hidup, berjalan menyusuri sudut-sudut kota tanpa tujuan pasti. Ia harus menebus mahal dua tahun kebersamaan kalian dengan enam tahun yang sia-sia.
Setelah kalian berpisah, agaknya ia masih berharap menemukan sosokmu. Kau sempat akan berpapasan dengannya di persimpangan jalan, namun kau memilih berbalik arah.Â
Sempat pula secara tak sengaja kaulihat ia duduk di sebuah kafe, tempat favorit kalian dulu. Kau tak ingin lebih jauh menyakitinya, karena saat itu kau bersama kekasih barumu. Kau memilih ruangan terpisah, seperti ruang hatimu yang terpisah dengan hati lelaki itu.
Apa yang perlu kau pertahankan dari kisah penuh kepura-puraan? Gadis mana yang rela menggadaikan sisa hidupnya pada lelaki yang tak dicintai sepenuh hati?Â
Sudah cukup kau berbohong atas hatimu selama dua tahun. Pilihan yang tepat, kau sudah berkata jujur bahwa kau tak bahagia menjalani hubungan dengannya.Â
Ah, andai saja kau menolaknya sejak awal, waktumu dan waktunya takkan terbuang sia-sia. Kau sadar, semua itu tak sepadan hanya ditukar dengan permintaan maaf.