Boss saya lalu melanjutkan penilaiannya, yang membuat saya seperti disambar petir, dan membuat saya susah untuk bisa tidur beberapa hari setelah itu. Saat dia membuka mulut pertama kali, saya yakin bahwa kini tamatlah sudah riwayat saya di perusahaan itu karena dia pasti akan hajar dan jelek-jelekin saya habis-habisan, menurut versi dia. Saya sudah siapkan antisipasi untuk hasil terburuk, ya apalagi kalau bukan surat pengunduran diri. Ini batas terakhir menurut saya.
Namun ternyata semuanya di luar dugaan. Apa yang dia katakana di ‘sidang’ itu tak pernah terlintas sedikitpun dalam benak saya. Boss saya justru memuji saya habis-habisan. Dia mengatakan bahwa tidak akan pernah divisi yang saya tangani ini jadi bagus seperti ini kalau saya tidak ditempatkan di situ dan diberi kesempatan. Dia masih menambahkan, kalau boleh ada orang yang mendapat penghargaan “Best Achievement” di bagian yang dia pimpin maka menurutnya orang itu adalah saya.
Setelah dia menjelaskan panjang lebar, dia lalu mengunci dengan satu kalimat, yang membuat saya harus menititkkan air mata, sesuatu yang sebetulnya sebagai laki-laki pantang saya lakukan jikalau tidak dalam kondisi amat sangat terpaksa. Kalimat itu adalah, “Karena saya sakit, mungkin saja umur saya sudah tidak akan lama lagi, maka saya rekomendasikan Mike untuk menggantikan posisi saya, bila itu memungkinkan dan valid…Dia orang paling tepat dan paling pantas saat ini, menurut kacamata saya!” Ini luar biasa membekas di hati saya. Sampai sekarang.
Singkat cerita, setelah selesai dan dia dengan kursi rodanya sudah dalam perjalanan menuju mobil, saya cepat-cepat susul dia. Sambil jalan beriringan saya tanya kenapa dia bisa berubah begitu cepat untuk saya? Bukankah sudah selama setahun ini dia amat membenci saya?
Jawabannya juga akhirnya kembali menampar saya cukup keras. “Kamu hanya melihat saya dari luarnya saja, tetapi kamu tidak pernah tahu isi hati saya kan?” Dia lalu mengatakan bahwa sebetulnya selama setahun ini dia memang kagum luar biasa dengan apa yang saya lakukan, tetapi ia tidak mau saya jadi cepat puas, oleh karena itu juga maka sikap seperti itulah yang selama ini ia tunjukkan. Dia ingin membentuk saya lebih baik lagi.
Dia bilang bahwa setiap boss punya cara tersendiri dalam mendidik dan menghargai anak buahnya, dan itulah cara yang dia pakai. Caranya dia sendiri.“Asal kamu tahu, semua keberhasilanmu saya catat dalam catatan khusus saya, dan sebetulnya sudah saya siapkan hadiah untuk kamu. Hadiahmu ya kamu sudah tahu tadi. Jadi ingatlah bahwa saya tidak pernah menutup mata atau tidak menghargai kamu, tetapi ya begitulah cara saya….harap kamu mengerti”,kira-kira seperti itulah kalimat terkahir dia sebelum kembali ke RS. Sambil saling berjabat tangan erat, ia menepuk pundak saya dan tersenyum hangat.
Saya hanya bisa berdoa pada Tuhan, supaya ia masih diberikan kekuatan dan kesehatan menjalani hari-hari hidupnya. Saya juga meminta maaf karena sudah ber-negative thinking pada seseorang yang sebetulnya baik hatinya.
So guys, nikmatilah hidup ini dan jangan sekali-kali hanya menilai orang dari penampilan luarnya saja, atau apa yang hanya kelihatan dari kulitnya semata....Cheers! ---Michael Sendow---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H