Kita hidup dikelilingi oleh beragam jenis mahluk hidup yang tinggal di muka bumi ini. Salah satu contohnya dalam kehidupan sehari-hari kita pasti sering menemukan beragam spesies tumbuhan---flora---yang berbeda-beda tersebar di seluruh muka bumi ini.
Indonesia juga merupakan salah satu Negara yang menyumbang banyak sekali ragam spesies flora dan fauna. Flora, secara etimologi, berarti 'alam tumbuhan' dalam bahasa latin. Kata 'alam' dalam definisi tersebut berarti semua aspek tentang dunia tumbuhan.
Tumbuhan dan hewan sudah ada lama bahkan mulai dari saat terbentuknya bumi. Salah satu jenis tumbuhan yang sudah ada sejak lama adalah Lychnothamnus barbatus.  Lychnothamnus barbatus merupakan tumbuhan yang sudah ada sejak zaman pra-sejarah, pada zaman dinosaurus. Tumbuhan tersebut bahkan pernah sudah dinyatakan punah.
Walaupun pada tahun 1990-an sudah dilakukan pencarian di habitat lokal dari Lychnothamnus barbatus, seperti di Eropa, India, China, Papua Nugini, dan Australia tumbuhan itu tetap tidak ditemukan. Lalu akhirnya pada tahun 1996, orang-orang dari Australia telah menemukan populasi dari Lychnothamnus barbatus.Â
Tumbuhan memiliki peran yang sangat vital di kehidupan manusia. Mulai dari menjadi sumber pangan bagi manusia, sebagai bahan material bangunan, sebagai obat-obatan, membersihkan udara, memberikan suplai oksigen, dan masih banyak lagi. Maka dari itu manusia melestarikan tumbuhan dengan cara penanaman ulang. Namun terkadang hasilnya tidak sesuai ekspektasi.
Kelemahan dari reproduksi tanaman secara generatif adalah, kemungkinan bahwa tanaman baru yang dihasilkan belum tentu memiliki sifat yang sama dengan induknya. Selain itu proses reproduksi secara alami ini juga membutuhkan waktu yang lama. Maka dari itu, telah dilakukan penelitian dan percobaan yang mencari tahu bagaimana cara untuk mendapatkan bakal tumbuhan baru yang berkualitas dan memiliki sifat yang diinginkan.
Pastinya semua orang ingin memperoleh bibit tanaman baru yang lebih baik dengan kuantitas yang banyak serta waktu yang lebih singkat. Maka dari itu banyak orang yang menggunakan metode kultur jaringan sebagai alternatifnya. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk memperbanyak tanaman dengan cara mengisolasi bagian tertentu dari sebuah tanaman dalam kondisi yang steril sehingga bagian-bagian tersebut dapat memberbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Tujuan dari penggunaan kultur jaringan adalah untuk memperoleh bibit tanaman yang lebih baik, memiliki sifat seperti induknya dengan waktu yang lebih cepat dan jumlah yang lebih banyak. Memperbanyak tanaman dengan teknik seperti ini juga membuat tanaman terbebas dari penyakit karena dalam proses kultur jaringan, dilakukan pengisolasian sel (aseptik : proses penumbuhan jaringan tanaman pada kondisi bebas dari kontaminasi mikroba) karena itu kultur ini sering disebut kultur in vitro yang berarti 'di dalam kaca' dalam bahasa lain.
Disebut in vitro karena sel tersebut dikembangkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Contoh-contoh media yang biasa digunakan adalah padatan gel seperti agar yang terdapat campuran nutrisi di dalamnya (contoh media padat) dan media cair yang terdapat nutrisi yang sudah dilarutkan di dalamnya. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi sedang bergerak tergantung pada kebutuhan.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Matthias Jakob Schleiden, seorang ahli anatomi tumbuhan dari Jerman, sel mempunyai kemampuan otonom bahkan sel juga mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah sifat atau kemampuan dari sebuah sel yang darimanapun sel tersebut diambil, sel itu dapat tumbuh menjadi individu baru yang sempurna.
Proses kultur jaringan untuk mendapatkan individu baru dapat dilakukan dengan cara mengisolasi protoplas atau dengan mengisolasi kloroplas suatu jenis tanaman yang dimasukan kedalam protoplas tanaman yang lain sehingga terjadi hybrid somatic yaitu terjadinya penggabungan sifat-sifat dari dua spesies atau genus yang tidak dapat digabungkan secara seksual maupun aseksual.
Lalu dengan cara transfer protoplas dari satu tanaman ke tanaman yang lainnya. Contoh pentransferan protoplas adalah penyuntikan protoplas dari tanaman tembakau berwarna hijau ke dalam tanaman tembakau albino maka tanaman tembakau albino juga akan berwarna hijau.
Kultur jaringan dibagi menjadi 5 jenis kulturalisasi yang berbeda. Terdapat kultur meristem, kultur protoplasma, kultur kalus, kultur suspensi, dan kultur anther atau kultur haploid, di mana ketiganya akan dibahas di dalam artikel ini. Kultur Meristem adalah kultur yang menggunakan meristem sebagai bagian dari tumbuhan yang digunakan untuk pengisolasian.
Untuk mengambil sampel jaringan meristem ini harus menggunakan mikroskop. Kultur meristem banyak digunakan dalam banyak tanaman. Jika teknik ini menggunakan sampel pada ujung pucuk meristem (meristem pucuk, berukuran 0,2 mm) dan dalam proses pelaksanakan diberi zat kimia untuk membunuh penyakit, maka kemungkinan besar tumbuhan yang dihasilkan adalah tumbuhan yang bebas dari patogen (tidak menyebabkan penyakit).
Melalui kultur meristem, jaringan meristem yang sebagai sumber eksplan utama, langsung membentuk tunas yang kemudian dikulturkan untuk pembentukan kalus dan dikulturkan untuk membentuk protocorm yang digunakan untuk berdifrensiasi supaya dapat membentuk akar dan tunas.
Kultur Protoplasma atau fusi protoplasma adalah proses yang terjadi secara alamiah, dengan kata lain tanpa campur tangan manusia. Fusi protoplas dengan protoplas terapi terjadi melalui sel-sel yang saling berhubungan dengan satu sama lain melalui plasmodesmata (plasmodesmata adalah saluran terbuka yang terdapat pada dinding sel tumbuhan melalui sitosol yang terhubung dengan sitosol sel lainnya).
Tujuan dari modifikasi dengan cara fusi protoplasma adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan, mendapatkan tanaman yang bebas dari penyakit dan virus, dan juga mendapatkan tanaman dengan variasi somaklonal yang baik. Menurut Phil Larkin dan Bill Scrowcroft (1981), dua orang ilmuwan dari Australia, variasi somaklonal adalah variasi genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan atau kultur sel, yang meliputi semua variasi genetic yang terjadi pada tanaman yang diregenerasikan dari sel yang tidak berdiferensiasi protoplas, kalus ataupun jaringan.
Sumber protoplas yang digunakan umumnya adalah daun, buah, akar, nodul akar, jaringan mesofil daun karena mudah untuk diisolasi. Enzim-enzim yang digunakan untuk mengisolasi adalah sellulase, driselase, zymolase, pectiolyase, pectinase, hemisellulase, maserase. Teknik fusi protoplas saat ini diterapkan dengan cara memfusikan protoplas dengan protoplas, sub-protoplas dengan sub-protoplas.
Kultur Kalus menggunakan media bahan-bahan organic yang kompleks seperti sari pisang dan kelapa. Bagian sel yang digunakan dalam kultur kalus ini adalah batang,a akar, daun, embrio, kotiledon dan yang lainnya. Proses kultur kalus adalah dengan cara kalus yang sudah tumbuh disubkulturkan ke media baru supaya kada air dan zat hara lain tetap ada di dalamnya.
Dalam pelaksanaan Teknik kultur kalus ini harus menempatkan sampel pada daerah yang gelap tanpa cahaya karena kalus akan lebih cepat tumbuh pada keadaan gelap. Jika sampel diletakan di tempat yang ada banyak sinar matahari maka kemungkinan besar kalus yang dihasilkan juga bukan merupakan kalus yang berkualitas. Untuk memastikan tidak ada cahaya yang mempenetrasi sampel, bias dilakukan cara penutupan sampel dengan kain hitam.
Kultur Suspensi sangat berguna dalam regulasi nitrogen di dalam organ. Kultur sel ini menggunakan kalus sebagai sel yang dikembangkan, dengan cara memindahkan kalus ke media cair untuk menginduksi sel independen yang lain. Untuk regenerasi harus menginduksi munculnya tunas, setelah muncul tunas kemudian baru diinduksi pembentukan akar. Kultur Anther/Haploid disebut kultur haploid jika serbuk sari digunakan untuk sumber eksplan. Keuntungan yang didapat jika menggunakan kultur haploid adalah hibridisasi seksual dengan tanaman diploid akan menghasilkan tanaman triploid.
Semakin majunya perkembangan zaman maka teknologi dalam segala bidang secara langsung juga akan mengikuti perkembangan tersebut. Banyak hal positif yang dapat diraih dari perkembangan teknologi ini. Dalam konteks kultur jaringan, terbantu dengan sifat totipotensi yang dimiliki oleh sel sehingga kita dapat dengan mudah mereproduksi tumbuhan dengan sifat yang kita inginkan.
Hal ini sangat membantu karena selain kita mendapatkan hasil yang maksimal kita juga hanya meneluarkan waktu yang cukup singkat dan menghasilkan banyak sekali tumbuhan daripada jika kita mereproduksi tumbuhan dengan cara reproduksi alami tanpa campur tangan dari manusia sendiri.
Kita dapat mengubah apa sifat yang kita inginkan pada individu baru, kita bias menghilangkan sifat yang sekiranya merugikan atau tidak diperlukan dengan cara hibridasi somatik pasti tidak bias terjadi dengan cara reproduksi alami. Namun tentunya juga ada sisi negatif yang akan terjadi jika teknologi ini semakin maju. Salah satu contohnya adalah penyalahgunaan teknologi kultur jaringan untuk mencuri tumbuhan dari negara lain.
Dengan kultur jaringan dan sifat totipotensi sel, orang dapat membentuk individu baru dari hanya sebagian kecil bagian dari tumbuhan tersebut. Orang dapat menumbuhkan satu pohon hanya dari potongan lapisan luar dari kulit pohon. Jika hal ini dilakukan oleh negara lain, menurut pendapat saya, tentunya salah karena menyalahi nilai etika dan juga UU No 13 tahun 2013 Pasal 17 Ayat (2d) menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin; jika maksud dan tujuan pembentukan individu baru tersebut adalah untuk mengembangkan pohon milik Indonesia di negaranya sendiri untuk alasan komersil.
Untuk mencegah terjadinya 'pencurian' dengan menggunakan kultur jaringan, Indonesia bias memajukan ilmu pengetahuan dan teknologinya dan memperkuat dan mempertegas landasan hukumnya. Tidak hanya itu, hokum tersebut juga harus disosialisasikan kepada masyarakat umum supaya masyarakat juga dapat terlibat untuk mencegah 'pencurian' dan juga tidak melakukan 'pencurian' dengan alas an mereka tidak mengetahui kesalahannya.
Namun pada akhirnya penggunaan bioteknologi ini juga bergantung dengan bagaimana cara kita menerapkannya. Apakah kita menggunakan itu untuk mengembalikan, mengembangbiakan kembali tumbuhan-tumbuhan yang hamper punah. Apakah kita menggunakan itu untuk sebuah penelitian. Atau mungkin kita malah menggunakan bioteknologi untuk keuntungan pribadi kita? Tetapi kita tidak memperhitungkan jika apa yang kita lakukan itu tidak etis atau malah melanggar hukum. Bagaimanapun kita ingin menggunakan teknologi yang sudah ada, untuk dunia yang lebih baik atau kepentingan diri sendiri, kita harus memperhatikan hukum yang berlaku.
Sekian pendapat yang bias saya berikan mengenai topik pro-kontra pemanfaatan sifat totipotensi untuk kultur jaringan. Jika ada kesalahan dalam penggunaan kata yang kurang berkenan pada pembaca, saya mohon maaf. Saya harap artikel ini dapat menjawab pertanyaan anda mengenai topik ini. Terima kasih telah membaca artikel saya. AMDG.
Daftar Pustaka :
- Irnaningtyas, Buku Paket Biologi
- Portal Ilmu (www.portal-ilmu.com)
- Research Gate (www.researchgate.net)
- 'Kelebihan dan Kelemahan Perbanyakan Tanaman secara Generatif dan Vegetatif"Â (www.farming.id)
- Pintar Biologi (www.pintarbiologi) Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H