Mohon tunggu...
Michael Nugraha Budiarto
Michael Nugraha Budiarto Mohon Tunggu... Konsultan - Managing Director of ASEAN Youth Organization | Founder eDUHkasi | Passionate Leader

Tertarik untuk berdiskusi, memperbincangkan topik yang pernah atau sedang menjadi polemik. Memiliki blog pribadi di www.huangsperspective.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ruang Hampa

18 November 2018   15:50 Diperbarui: 18 November 2018   16:20 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf ya, aku duluan."

Aku merasa semua mata di kelas memandangku, melihat keanehanku. Tidak tau kenapa aku sangat tidak dalam suasana senang hari itu. Seharusnya aku senang bisa satu kelas lagi dengan sahabatku, tapi aku malah merasa malas. Aku malah merasa tidak memiliki teman, hari itu rasanya ingin bermalas-malasan di rumah tanpa ada yang mengganggu. Aku mengunci pandangan pada laptopku dan bermain seharian sampai malam, setelah itu aku langsung tertidur nyenyak.

Keesokan harinya aku datang hampir pagi-pagi sekali, melamun lama, menyendiri di pojok belakang kelas karena aku masih merasa sangat malas. Aku bahkan tidak memiliki gairah sama sekali untuk bersekolah. Namun dia lagi-lagi datang menghampiriku. Aku langsung mendorongnya sampai terjatuh

"Maumu ini apa!? Jangan ganggu aku!"

Seakan kehilangan diri aku langsung memukulinya. Dia yang sudah tidak bisa menahan emosi pun melawan. Terjadi baku hantam antara dua sahabat sejati lama yang menjadi asing. Wali kelas kami pun langsung melerai kami dan membawa kami ke BK, ruangan yang familiar bagiku. Guru BK, Bu Rina duduk di kursinya dan mulai bertanya-tanya pada kami. Namun aku tidak pernah mengira bahwa beliau tidak seperti guru BK yang pernah aku temui. Suaranya begitu menentramkan hati, serasa berbicara dengan ibuku sendiri. Dulu, saat kami bertengkar ibukulah yang menenangkan kami.

"Kalian ini kenapa?"

"Dia tidak mau meninggalkanku, Bu."

Dia hanya terdiam.

"Bukannya kalian sahabat waktu kecil?"

Aku terdiam. Semua kenangan masa kecilku bersama muncul satu per satu ke dalam benakku. Kalimat Bu Rina seakan memanggil kenangan-kenangan itu ke dalam pikiranku. Aku ingat persis tiap pertengkaran kami, tiap salah aku atau dia yang menolak masuk jika salah satu tidak hadir. Aku ingat suara ibuku yang melerai kami saat bertengkar.

"Iya, Bu," jawabnya. Aku masih tetap terdiam melihat lantai, agak malu dengan diriku sendiri yang malah membuat masalah dengan sahabat sendiri. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, aku tidak tahu sejak kapan aku jadi orang yang emosional. Bu Rina yang sudah mengenalku dari kecil tahu semua masalahku karena beliau adalah tetanggaku, aku sering main ke rumahnya dari SD, bahkan Bu Rina sudah kuanggap keluargaku sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun