Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Membunuh Ibuku Sebanyak Tiga Kali

5 Januari 2022   17:12 Diperbarui: 5 Januari 2022   18:24 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama hidupnya, ibuku sudah mati sebanyak tiga kali. 

Jika kuingat-ingat lagi, akulah yang membunuhnya. Mungkin karena itulah, aku tidak pernah bisa melupakan semuanya.


Kematian pertamanya adalah ketika Ia mengandungku. Di tengah kekacauan yang terjadi di rumah, aku mengingatnya meraung-raung, berteriak, menjerit atau apapun itu dengan sorot mata yang begitu menakutkan. Dia akan meraih apapun yang ada di hadapannya, lalu melemparkan semuanya, termasuk aku.


Aku hanya menangis. Mencoba mencari-cari ayah yang tak pernah kutemui seumur hidupku. Di sini hanya ada ibuku yang selalu mamaki-maki, menendang, mendorong, menjambak, menampar, menyayat, mencambuk, dan melakukan segala hal kepadaku untuk meredakan amarah dan kerisauannya.


Setelah puas melakukan semuanya, dia akan terkulai lemas, duduk bersandar pada apapun yang dia temui, lalu menangis. Saat seperti itu, dia hanya menatapku dengan tatapan hina sambil berkata, "andai saja kamu tak pernah ada, andai saja aku tidak mengandungmu."


Dia tidak berteriak padaku. Dia mengataknnya dengan suara yang amat lemah dan tatapan tak berdaya. Tapi... aku merasakan sakit yang teramat sangat. Aku merasakan panas yang menjalar ke kerongkonganku. Aku masih terlalu kecil untuk memahami kata-katanya, tapi nyeri itu, aku bisa merasakan semuanya dengan jelas.

Itu semua sudah tidak terasa sakit: bekas jambakan, sayatan, cambukan, cekikkan yang membuatku kehabisan napas. Aku sudah melupakan semua rasa sakitnya, bahkan tidak ada yang berbekas di tubuhku saat ini, tapi kata-kata itu... aku tidak akan pernah bisa melupakannya.


Aku beranjak dewasa ditemani dengan kenangan hari-hari seperti itu. Aku tidak pernah menyadari betapa mengerikannya kalimat itu, hingga suatu hari aku benar-benar dihadapkan oleh sebuah kenyataan. Aku dipaksa untuk menyadari bahwa keberadaanku di dunia ini tidak pernah diinginkan.


Sejak hari itu aku kehilangan semangatku. Aku tidak bisa menjadi aku seperti biasanya, jadi aku mulai ditinggalkan banyak orang-orang. Kehidupan perlahan-lahan mulai meninggalkanku. Aku kehilangan arah dan tujuanku. Aku tidak pernah lagi memandang dunia dengan cara yang sama.


Malam itu, ibu pulang dengan dandanan yang sudah memudar seperti biasanya. Aku tertidur di kamarku dengan cucian yang masih terendam di ember. Ibu tidak berteriak, akhir-akhir ini dia terlihat tenang - sebenarnya aku tidak yakin juga karena kami memang sudah sangat jarang berbicara satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun