Tantangan-tantangan ini menunjukkan betapa menantangnya melestarikan hak asasi manusia di era digital. Untuk melaksanakan solusi hukum yang efektif, diperlukan kolaborasi, perencanaan yang matang, dan fleksibilitas dalam menanggapi kemajuan sosial dan teknis (Ginanjar et al., 2022).
Para ahli sudah memberikan berbagai solusi hukum untuk mengatasi tantangan ini, adalah sebagai berikut:
- Peraturan Perlindungan Data Pribadi: menerapkan undang-undang ketat yang mengatur cara bisnis dan pemerintah mengumpulkan, menggunakan, dan menyimpan data pribadi (Kuner, C., 2012);
- Transparansi dan akuntabilitas bisnis teknologi: mengamanatkan bahwa perusahaan teknologi memberi pengguna informasi yang jelas tentang bagaimana data mereka digunakan dan menetapkan prosedur untuk meminta pertanggungjawaban mereka saat privasi dilanggar (McDonald, AM, 2018);
- Hak untuk Dilupakan: meningkatkan kemampuan orang untuk menghapus informasi pribadi mereka dari direktori internet atau mesin telusur jika tidak lagi akurat atau relevan (Gellert, R., & M;
- Algoritma pengatur: memberikan aturan yang mengawasi bagaimana algoritma digunakan dalam pengambilan keputusan untuk memastikannya tidak mengarah pada ketidakadilan atau prasangka (Citron, D. K., & Pasquale, FA, 2014);
- Perlindungan hak atas informasi dan pidato: menjamin kebebasan berbicara dan akses informasi secara online dengan menghindari sensor pemerintah, batasan lain yang tidak disetujui (MacKinnon, R., 2012);
- Kerangka hukum internasional yang diperbarui: menurut Benvenisti (2016), kerangka hukum internasional telah diperbarui dengan mempertimbangkan kesulitan baru yang dihadirkan era digital untuk perlindungan hak asasi manusia.
- Pendidikan dan kesadaran publik: meningkatkan pemahaman publik dan pendidikan tentang nilai hak asasi manusia dan privasi digital dalam lingkungan teknologi (Floridi, L., 2014).
Di era digital, beberapa strategi hukum digunakan untuk melawan hilangnya hak asasi manusia berdasarkan demografi, perilaku kriminal, dan undang-undang terkait. Sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara kemajuan teknologi dan peningkatan diri individu.
Banyak negara lain telah mengakui perlindungan data sebagai hak asasi manusia yang mendasar, dengan konstitusi mereka menjamin hak ini. Istilah "data habeas" mengacu pada hak individu atas keamanan data dan hak atas penjelasan jika ditemukan kesalahan dalam datanya. Hak privasi seseorang dilanggar ketika data pribadi dikumpulkan dan dibagikan karena memberikan pilihan kepada individu untuk mengungkapkan informasi pribadi atau tidak. Data pribadi adalah komoditas atau aset dengan nilai ekonomi yang substansial. Kebutuhan akan perlindungan data pribadi meningkat dengan meningkatnya penggunaan ponsel dan internet oleh penduduk. Tidak adanya instrumen hukum di Indonesia yang mengakui keinginan masyarakat akan perlindungan yang lebih kuat berarti perlindungan privasi dan data pribadi masih belum pasti hingga saat ini (Niffari, 2020)
Menurut Allan Westin, yang awalnya mendefinisikan privasi sebagai hak individu, kelompok, atau lembaga untuk memutuskan apakah informasi tentang mereka akan dikomunikasikan kepada pihak lain atau tidak, perlindungan data pada dasarnya dapat terkait langsung dengan privasi. Definisi Westin dikenal sebagai privasi informasi karena berkaitan dengan informasi pribadi (Niffari, Hanifan, 2020: 105). Â
Sekarang tidak ada peraturan hukum yang eksplisit tentang pengaturan terkait untuk perlindungan data pribadi. Menurut Undang-Undang No. 19 tahun 2016 yang mengamandemen Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), "penggunaan segala informasi melalui media elektronik mengenai data pribadi seseorang harus dilakukan dengan persetujuan orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang dan peraturan perundang-undangan."
Hak untuk memiliki kehidupan pribadi yang bebas dari segala bentuk campur tangan, hak untuk berkomunikasi dengan orang lain tanpa dimata-matai, dan hak untuk mengakses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang semuanya termasuk dalam hak privasi, yang mencakup klarifikasi Pasal perlindungan data pribadi (Annys & Ulfatun Najicha, n.d.).
KesimpulanÂ
Di era digital, menjaga hak asasi manusia membutuhkan keseimbangan antara privasi dan keamanan, mempromosikan kebebasan berbicara, menutup kesenjangan digital, dan meminta pertanggungjawaban mereka yang melanggar hak asasi manusia secara online. Semua hal dipertimbangkan, membela hak asasi manusia adalah tugas yang sulit yang mencakup keterlibatan lembaga negara, mengakui keprihatinan gender, dan mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh era digital. Kita tidak dapat menciptakan masyarakat yang adil, inklusif, dan taat hak kecuali kita melakukan upaya yang konsisten di semua bidang ini.
SaranÂ
Kesadaran dan perlindungan hak asasi manusia masih menjadi isu yang sulit dan kompleks di dunia digital yang terus berubah. Masih banyak kendala yang harus diselesaikan meskipun telah dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan membela hak asasi manusia di era digital. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hak asasi manusia di lingkungan digital menjadi salah satu kritik yang dilontarkan terhadap perlindungan dan kesadaran hak asasi manusia di era digital. Karena banyak orang tidak menyadari hak-hak mereka saat menggunakan Internet atau teknologi digital lainnya, mereka membiarkan diri mereka terbuka terhadap cedera pribadi akibat tindakan online seperti penyalahgunaan data.