Mohon tunggu...
Muhammad Aidan
Muhammad Aidan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Manusia itu fana, suatu saat akan meninggalkan dunia. Lain halnya dengan gagasan/pemikiran, ia abadi dalam bentuk sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

G30S PKI dan Keterlibatan Soeharto di Dalamnya (Pledoi Kol A Latief)

30 September 2023   11:07 Diperbarui: 30 September 2023   11:15 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gugatan Kolonel Latief yang ketiga tidak kalah penting dan juga sangat luas, yaitu tentang kebuasan penguasa yang luar biasa dan sama sekali di luar hukum. Bahwa si penggugat masih hidup, masih memiliki akal sehat, serta masih bersemangat hatinya.

Penderitaan Abdul Latief dan Berbagai Catatan Merah Soeharto

Saat ditangkap pada 11 Oktober 1965, kaki dan tangan Jenderal Latief ditusuk dengan bayonet hingga memotong beberapa urat saraf pokok, sedangkan lutut kirinya dihancurkan dengan peluru. Ketika di RSPAD, sekujur badannya ditutup ketat oleh gips semen sehingga hanya kepala yang bisa bergerak. Dalam keadaan seperti itu, ia masih diperiksa interogator, dijebloskan ke dalam sel isolasi yang sempit, lembab, dan kotor.

Luka pada tubuh Kolonel Latief terkena gangrene sehingga tercium aroma bau bangkai. Ketika gips akan dibuka, keluar ratusan ulat sehingga petugas keamanan tak tahan dan berlari keluar untuk memuntahkan isi perutnya. Dua setengah tahun Kolonel Latief berbaring diliputi gips dan baru dioperasi. Ia juga dipaksa menerima suntikan penisilin, meski sudah menyatakan tubuhnya sangat alergi penisilin, yang berakibat ia semaput dan hampir mati.

Perlakuan yang sama diterima tahanan-tahanan lain, khususnya militer yang memang banyak, ditambah dengan makanan yang sangat sedikit dan sering busuk. Tidaklah mengherankan bahwa ratusan orang di penjara salemba mati, banyak yang menjadi lumpuh akibat siksaan dan lebih banyak juga yang menjadi gila. Dan ini keadaan di penjara Salemba saja, belum terhitung puluhan penjara lain di Jakarta dan di daerah, tempat ratusan ribu orang merangkak bertahun-tahun tanpa diadili.

Pledoi Kolonel Latief juga menjelaskan betapa kejamnya seekor monster pribumi yang dingin dan buas. Pada tahun 1965-1966 saja, telah jatuh paling sedikit 600 ribu nyawa. Di TimorTimur, pada 1977-1979, paling sedikit 200 ribu orang dibunuh secara langsung, atau dimatikan dengan kelaparan terencana dan berbagai penyakit.

Dalam peristiwa Petrus pada 1983, Amnesty International menafsirkan 7.000 manusia dieksekusi di luar hukum. Ditambah lagi berbagai korban Aceh, Irian Jaya, Tanjungpriok, Lampung dan lainnya. Yang jika diadakan perhitungan secara konservatif paling sedikit terdapat 800 ribu manusia. Dan semua korban ini, ketika menjadi korban, termasuk "bangsa dhewe" sang monster.

Ratusan ribu manusia dipenjara bertahun-tahun tanpa tuduhan yang jelas, tanpa proses hukum yang masuk akal, serta adanya penyiksaan sadis yang terjadi secara rutin. Belum lagi perampasan harta yang tak terhitung jumlahnya, pemerkosaan yang dianggap sebuah "keisengan", dan pengucilan sosial selama puluhan tahun, bukan hanya terhadap para bekas tahanan politik, tetapi juga para istri, para janda dan anak-anak serta keluarga dalam arti luas.

Berbagai Tabir Kegelapan G30S yang Belum Terungkap

Mengapa Jenderal Ahmad Yani dan kawan-kawannya sampai dibunuh, mengingat rencana semula ialah mempertemukan mereka kepada Bung Karno sebagai grup? Mengapa Lettu Dul Arief, yang langsung memimpin serbuan terhadap rumah-rumah jenderal, ternyata hilang tanpa bekas? Mengapa selama satu setengah hari hampir seluruh Jawa Tengah jatuh ke tangan penyokong-penyokong G30S yang namanya Suherman, Usman dan lain-lainnya? Lalu mengapa mereka pun akhirnya hilang tanpa bekas? Siapa sebenarnya Syam alias Kamaruzzaman, bekas pegawai Recomba Pasundan, bekas anggota PSI, bekas intel komando Militer Jakarta Raya pada masa penyeludupan besar-besaran di Tanjongpriok yang didalangi Ibnu Sutowo dan Nasution, dan juga bekas teman karib D.N Aidit itu? Apakah dia mata-mata tentara di kalangan komunis atau sebaliknya? Atau mata-mata pihak ketiga? Atau sekaligus semuanya? Apakah benar dia sudah dieksekusi, atau hidup tenang di luar negeri dengan nama baru?

Pengumuman Overste Untung bahwa mulai 1 Oktober pangkat overste yang disandangnya akan menjadi pangkat tertinggi di Angkatan Darat otomatis membuat semua jenderal dan kolonel di seluruh Indonesia, yang sebagian pentingnya justru memegang komando atas kesatuan tempur, menjadi musuhnya.

Mengapa daftar nama-nama anggota Dewan Revolusi begitu kacau dan tidak meyakinkan? Lalu mengapa Gerakan 30 September tidak mengumumkan bahwa mereka diperintahkan oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi sendiri, daripada mendemisionerkan Kabinet Presiden tersebut? Mengapa mereka tidak mengajak khalayak ramai turun ke jalan untuk ikut menyelamatkan Bung Karno?

Rasanya tidak masuk akal bahwa politisi kawakan yang terkenal kepandaianya macam Aidit, Njoto, dan Sudisman akan menciptakan sekian banyak blunder politik. Tentunya timbul kecurigaan bahwa serangkaian blunder konyol ini dengan sengaja disetel justru untuk menjamin bahwa G30S akan gagal. Pengumuman-pengumuman seperti itu akan membingungkan publik, melumpuhkan massa, dan memberi alasan mudah untuk penumpasan G30S sendiri. Jika demikian, siapakah yang sebenarnya menciptakan blunder ini dan mengatur penyiarannya melalui RRI?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun