Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% kembali menjadi perbincangan publik setelah Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa kenaikan ini hanya akan menyasar konsumen barang mewah. Namun, pernyataan ini memunculkan pertanyaan, apakah benar barang selain barang mewah tidak akan dikenakan kenaikan tarif PPN? Lalu, apa perbedaan antara "barang mewah" yang dimaksud dalam konteks PPN dengan barang mewah yang diatur dalam Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)?
Artikel ini akan membahas keduanya untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada masyarakat.
Barang dan Jasa yang dikenakan PPN 12%
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak, baik perorangan maupun badan usaha, yang telah memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam praktiknya, pedagang atau penjual bertanggung jawab untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN tersebut kepada negara. Namun, pada akhirnya, beban pajak ini ditanggung oleh konsumen akhir sebagai pihak yang menggunakan atau mengonsumsi barang dan jasa yang dikenai PPN.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), semua barang dan jasa pada dasarnya adalah objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, pemerintah memberikan pengecualian untuk barang dan jasa tertentu yang dianggap strategis atau bersifat kebutuhan dasar. Hal ini juga disebutkan oleh Direktur Jenderal Pajak saat ini, Bapak Suryo Utomo, dalam Liputan6 Talks "Semua barang dan semua jasa adalah barang kena pajak, kemudian negara hadir disitu untuk memberikan kebebasan terhadap beberapa jenis barang dan jasa tertentu". Berikut adalah barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN.
Barang yang Tidak Dikenakan PPN :
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, meliputi:
- Beras, gabah, jagung, sagu, kedelai.
- Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak.
- Daging segar (tidak diolah, tetapi melalui proses dasar seperti penyembelihan, pengemasan, atau pembekuan).
- Telur (tidak diolah, termasuk yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas).
- Susu segar.
- Buah-buahan segar.
- Sayur-sayuran segar.
Makanan dan minuman:
- Yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan usaha jasa boga/katering.
Uang, emas batangan untuk cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Â
Jasa yang Tidak Dikenakan PPN
Jasa pelayanan kesehatan medis, termasuk:
- Jasa dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan.
- Jasa ahli kesehatan seperti ahli fisioterapi, ahli gizi.
Jasa pelayanan sosial, seperti:
- Panti asuhan dan panti jompo.
Jasa pendidikan, termasuk:
- Pendidikan formal (pendidikan umum, kejuruan, kedinasan, keagamaan, dll.).
- Pendidikan luar sekolah.
Jasa keagamaan, seperti:
- Pelayanan rumah ibadah.
- Pemberian khotbah atau dakwah.
Jasa angkutan umum:
- Angkutan darat, air, dan udara untuk masyarakat umum.
Jasa tenaga kerja, meliputi:
- Penyediaan tenaga kerja tanpa tanggung jawab terhadap hasil kerja.
- Penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
Barang Mewah yang dikenakan PPnBM
Pada tanggal 7 Desember 2024, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa barang atau jasa yang akan mengalami kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya untuk barang mewah saja, "(UU) PPN adalah Undang-undang yang kita akan laksanakan tapi selektif hanya untuk barang mewah, untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut apa yang seharusnya dipungut untuk membela (dan) membantu rakyat kecil". Pernyataan ini memberikan penekanan bahwa pemerintah tetap melindungi masyarakat berpenghasilan rendah dari dampak kenaikan pajak. Namun, hal ini memunculkan kebingungan di masyarakat terkait perbedaan antara barang mewah yang dikenakan PPN 12% dengan barang mewah yang telah diatur dalam Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Untuk memahami perbedaan tersebut, penting untuk melihat lebih jauh bagaimana PPnBM diterapkan dan apa saja karakteristik yang membedakannya. Berikut adalah karakteristik utama PPnBM serta kriteria barang yang menjadi objek pajaknya:
Karakteristik Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM):
- Pengenaan pajak ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada saat impor.
- PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN. Namun demikian, apabila eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat diizinkan.
- Tidak memerhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau satu kali.
- Penyerahan BKP yang tergolong mewah tidak memerhatikan apakah suatu bagian dari BKP tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBM pada transaksi sebelumnya.
Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM antara lain:
- Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
- Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
- Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
- Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial
Kelompok barang yang dikenakan PPnBM meliputi:
- Kendaraan bermotor tertentu (kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum, atau fungsi khusus seperti ambulans dan kendaraan tahanan).
- Hunian mewah, seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, dan sejenisnya.
- Pesawat udara dan balon udara (kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan udara niaga).
- Peluru dan senjata api (kecuali untuk kebutuhan negara).
- Kapal pesiar mewah (kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum, atau usaha pariwisata).
Barang Mewah yang dikenakan PPN 12%
Selain memahami karakteristik PPnBM, penting juga untuk melihat bagaimana pemerintah mengartikan "barang mewah" dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Pengertian ini memiliki perbedaan mendasar yang patut dicermati.
Barang atau jasa yang dianggap mewah dan dikenakan PPN sebesar 12% adalah beberapa barang atau jasa yang sebelumnya dikecualikan dari kategori Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Pengenaan PPN ini diberlakukan karena barang atau jasa tersebut memiliki selisih harga yang tinggi dan umumnya hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu. Namun, hingga artikel ini ditulis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sebagai pihak yang berwenang, belum menetapkan secara rinci kriteria barang dan jasa yang masuk dalam kategori barang mewah untuk dikenakan tarif PPN 12%. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan masih dalam tahap pematangan dan implementasinya perlu pengawasan lebih lanjut.
Barang dan Jasa Mewah yang disebutkan oleh Ibu Sri Mulyani :
- Rumah Sakit kelas VIP atau pelayanan kesehatan premium lainnya
- Pendidikan standar internasional berbayar mahal atau pelayanan pendidikan premium lainnya
- Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA
- Beras premium
- Buah-buahan premium Ikan premium, seperti salmon dan tuna
- Udang dan crustasea premium, seperti king crab
- Daging premium, seperti wagyu atau kobe yang harganya jutaan
Pengenaan PPN sebesar 12% pada barang mewah bertujuan untuk meningkatkan kontribusi pajak dari masyarakat yang mampu secara finansial. Langkah ini selaras dengan prinsip gotong royong, di mana kelompok berpenghasilan tinggi diharapkan memberikan kontribusi lebih besar bagi pembangunan negara. Di sisi lain, pemerintah tetap berkomitmen melindungi masyarakat berpenghasilan rendah dengan mempertahankan fasilitas pajak untuk barang kebutuhan dasar. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat luas tetap terjaga tanpa mengganggu akses terhadap barang-barang yang esensial.
Kesimpulan
Barang dan Jasa yang mengalami kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% bukan hanya barang dan jasa mewah saja, melainkan semua barang dan jasa selain yang dikecualikan oleh Undang-undang. Meskipun sama-sama menyasar barang mewah, barang atau jasa yang dianggap mewah dan dikenakan PPN sebesar 12% adalah barang atau jasa yang sebelumnya dikecualikan dari kategori Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang memiliki selisih harga yang tinggi dan umumnya hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat tertentu, sementara PPnBM merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dan memiliki karakteristik yang berbeda dari PPN. Kedua pajak ini mencerminkan upaya pemerintah untuk meningkatkan kontribusi perpajakan dari kelompok masyarakat mampu, sembari tetap memberikan perlindungan terhadap barang kebutuhan dasar yang penting bagi masyarakat umum.
Reference :
OnlinePajak. (2023). Definisi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Diakses dari https://www.online-pajak.com/seputar-efaktur-ppn/pajak-penjualan-atas-barang-mewah-ppnbm
METRO TV. (2024). Presiden Prabowo Tegaskan PPN 12% Berlaku untuk Barang Mewah [Primetime News]. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=3igBcdelXaM&t=125s
Klikpajak.id. (2021). Hal Dasar yang Wajib Anda Ketahui Tentang PPnBM. Diakses dari https://klikpajak.id/blog/hal-dasar-tentang-ppnbm/
Liputan6. (2024). Cerita di Balik PPN 12% Era Prabowo Serta Nasib Warga Kelas Menengah | Liputan 6 Talks. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=E-d2AlAuPMc
Kementerian Keuangan. Mengenal Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Diakses dari https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2021/03/26/221036799823080-mengenal-pajak-penjualan-barang-mewah-ppnbm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H