KISAH YANG LAIN
(Cerpen M. Risman Halawa)
"Bagaimana, Dokter........... ?"
Dokter Ellen tidak menjawab segera. Tubuh di depannya terbujur kaku dengar masker oksigen portabel di hidungnya. Di bagian dada, tepatnya di bawah jantung, sebuah luka bekas tusukan masih mengalirkan darah segar. Seorang jururawat tanpa henti melap darah yang mengalir dengan kain kasa sambil berusaha menahan aliran darah.
 "Atrium sepertinya berlubang. Tusukan terlalu dekat dengan jantung. Darah begitu banyak yang keluar...!" ujar dokter Ellen pelan. Sebagai dokter berpengalaman ia tidak yakin bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan pasien. Monitor di dinding menunjukkan tekanan pompa menurun secara mencemaskan. "Naikkan tekanan!" perintahnya.
Hasilnya tidak juga menggembirakan. Wajah-wajah dokter dan jururawat di sekitar korban tampak tegang. Tuhan buat keajaiban, bisiknya. "Beri Epinefria dan Lidokain. Pertahankan tekanan.." suara dokter Ellen lagi.
Bunyi denyut jantung pada monitor tampak tidak teratur. Garis-garis pada layar bergerak kacau. Kadang naik, kadang turun. Sepertinya semua jadi tak terkendali. "Ambil defibrilator !" dokter Ellen segera membentak.
Seorang jururawat bergerak ke dinding. Meraih alat pemacu jantung itu dan menyambungkan dua pelana steril. Seterusnya ia memutar sebuah tombol untuk menaikkan arus listrik. Dokter Ellen meraihnya. Menghitung cepat: Â satu, dua, tiga dan terus menempelkan kedua pelana tepat di atas dada korban. Tubuh itu melonjak, tapi jatuh kembali tanpa menunjukkan hasil berarti di monitor.
Ia mengulanginya. Â Satu kali lagi. Dan lagi! Â Sia-sia. Jantung korban tidak bereaksi. Tidak berdenyut. Berhenti.
Mati...!
Dokter Ellen masih diam di tempatnya. Â Baginya hari ini amat melelahkan. la merasa terpukul jika pasien yang ditanganinya meninggal. Ini akan mengganggu pikirannya sepanjang hari ini. Sangat terganggu.