Tahapan perkembangan sosial-emosional anak usia dini menurut Erikson (dalam Santrock, 2011):
Tahap 1 Trust vs Mistrust
Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan. Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup. Oleh karena anak sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak. Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan  dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
 Tahap 2 Autonomy vs Shame and Doubt
Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun. Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri. Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian. Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Tahap 3 Initiative vs Guilt
Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun. Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan. Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa. Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan raguragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas. Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.
Faktor Perkembangan Sosial-Emosional
Perkembangan emosional anak tidak selamanya stabil. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas emosi dan kesanggupan sosial anak, baik yang berasal dari anak itu sendiri maupun berasal dari luar dirinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak menurut Setiawan (dalam Tirtayani, 2014) sebagai berikut:
1. Keadaan di dalam individu
Keadaan individu seperti usia, keadaan fisik, intelegensi, peran seks dan lain-lain (Harlock, 1991) dapat mempengaruhi perkembangan individu. Hal yang cukup menonjol terutama berupa cacat tubuh atau apapun yang dianggap oleh diri anak sebagai kekurangan akan sangat mempengaruhi perkembangan emosinya.