Mohon tunggu...
Mey Liasta Trihastina
Mey Liasta Trihastina Mohon Tunggu... Lainnya - Education

Pendidikan Sains Matematika Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Ilmu: Praksis Model Pembelajaran Matematika

16 November 2024   17:20 Diperbarui: 16 November 2024   17:48 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

A. Filsafat Matematika

Matematika merupakan suatu pengetahuan yang kebenarannya mutlak, yang berarti tidak diragukan kebenarannya. Pandangan ini terbalik dengan fallibilist yang memandang bahwa kebenaran matematika itu tidak mutlak (Ernest, 1991). Hubungan antara filsafat dengan matematika saling berkaitan satu sama lain. (Gayatri, 2022). Ada beberapa alasan yang menguatkan penyataan tersebut. Pertama, matematika dan filsafat sama-sama lahir di tempat yang sama, yaitu di Yunani. Selain itu, keduanya merupakan aspek intelektual pertama yang untuk memahami dunia di sekitar kita. Kedua, matematika merupakan suatu kasus penting bagi seorang filsuf. Hal ini dikarenakan banyak filsuf terdahulu yang fokus pada matematika dalam agenda filosogi kontemporer. Ketiga, matematika dan filsafat saling berkaitan pada epistimologi ilmu pengetahuan (Wahyudin, 2014). Matematika berperan penting hampir setiap upaya ilmiah yang ditunjukkan kepada pemahaman dunia materi. Matematika tidak lagi digunakan sebagai studi kasus bagi sains empiris ketika kemunduran rasionalisme. Meskipun demikian, sains yang menggantikan matematika sehingga dapat disimpulkan bahwa sains menggunakan matematika.

Pada pandangan filsafat, matematika adalah suatu alat utama untuk memahami dunia (Wahyudin, 2014). Filsafat berasal dari kata Yunani philosophia, yang berarti hikmah, pengetahuan, dan kebijaksanaan. Filsafat disebut juga mater scientiarum, yang berarti ibu dari segala ilmu. Pembahasan dapat disajikan dalam bentuk grafik, tabel, atau deskriptif. Analisi dan interpretasi kondisi empiris atas permasalahan yang dibahas dalam karya ilmiah dilakukan sebelum pembahasan. (Sesady, 2019). Tujuan dari filsafat adalah untuk memberikan prinsip-prinsip pertama untuk bidang-bidang keilmuan tertentu, seperti matematika. Peran filsafat adalah untuk memberikan penjelasan yang koheran tentang suatu keilmuan tertentu (Wahyudin, 2014). Filsafat matematika adalah suatu cabang filsafat yang bertujuan untuk merenungkan dan menjelaskan sifat dari matematika dengan kata lain, filsafat matematika bertujuan untuk menjelaskan kedudukan matematika dalam dunia intelektual secra keseluruhan. Peran filsafat matematika adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut untuk pengetahuan matematika, yaitu dalam nilai kebenaran matematika (Ernest, 1991). Selain itu, filsafat berperan penting dalam memecahkan permasalahan dalam dunia pendidikan (Gayatri, 2022).

B. Pembelajaran Matematika Berbasis Filsafat

Pembelajaran dalam matematika sangat berkaitan dengan filsafat dalam pelaksanaannya (Asmara, 2022; Fedi et al ,2021; Hendrayanto, 2019; Sadewo et al, 2022; Handoko et al, 2022; Gita & Bela, 2022). Sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Fedi et al (2021) yang mengkaji tentang pembelajaran matematika dengan filsafat humanis. Hasil kajiannya diperoleh bahwa filsafat humanis sangat diperlukan di dalam pembelajaran karena dapat meningkatkan inovasi dan kreativitas siswa, meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa, dan meningkatkan konstruksi pemahamanan konsep matematika siswa. Ini dikarenakan dalam pembelajaran berbasis humanis, peserta didik diperlakukan sebagai manusia sehingga semua siswa berkesempatan untuk meningkatkan potensi diri. Implimentasi filsafat Humanis dalam pembelajaran matematika dapat menumbuhkan nilainilai matematika sehingga dapat membentuk kepribadian siswa (Handoko et al, 2022). Hal ini didukung oleh Gita & Bella (2022) bahwa filsafat berperan penting dalam membentuk karakateristik proses pembelajaran matematika.

C. Model Pembelajaran

Model Pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang menjadi panduan dalam melakukan Langkah-langkah kegiatan. Dalam mengaplikasikan langkha- langkah model pembelajaran terdapat pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik yang digunakan guru untuk menunjang pembelajaran. Sementara itu, model pemebelajaran merupakan wadah dalam melakukan segala sesuatu bentuk kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Peranan Matematika

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya (Hasanah, 2020; Rokhmah, 2021). Aksiologi berasal dari kata Yunani axion (nilai) dan logos (teori) yang artinya teori tentang nilai. Pembahasan utama dalam aksiologi adalah nilai. Nilai yang dimaksud itu sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang akan dinilai (Rosnawati dkk., 2021; Sanprayogi & Chaer, 2017; Sirojudin & Ashoumi, 2020). Teori tentang nilai di dalam filsafat membahas tentang etika dan estetika. Etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya (Fithriani, 2019; Imelda, 2017; Khotimah, 2015). Dilihat dari aspek aksiologi, matematika memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di dunia. Berkaitan dengan hal tersebut matematika dipandang sebagai ilmu abstrak yang tidak bebas nilai dan moral, sehingga hasil pemikiran seorang matematikawan bisa bermanfaat bagi umum.

a. Matematika Sebagai Bahasa Ilmu Bahasa memiliki dua fungsi yaitu: pertama, sebagai alat untuk menyatakan pikiran, ide, perasaan atau gagasan; kedua, sebagai alat yang digunakan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Artinya Bahasa sangat penting dalam aktifitas manusia.

b. Matematika Sebagai Alat Pikir 

Matematika berperan dalam permasalahan kehidupan yang harus diselesaikan dengan menghitung dan mengukur. Menghitung mengarah pada aritmetika (studi tentang bilangan) dan mengukur mengarah pada geometri (studi tentang bangun, ukuran dan posisi benda). Aritmetika dan geometri merupakan fondasi atau dasar dari matematika. Perkembangan dalam navigasi, transportasi, dan perdagangan, termasuk kemajuan teknologi sekarang ini membutuhkan diagram dan peta serta melibatkan proses pengukuran yang dilakukan secara tak langsung.

D. Model Pembelajaran Matematika

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan oleh pendidik untuk merancang dan mengimplementasikan proses pembelajaran di kelas. Dalam konteks pembelajaran matematika, terdapat beberapa model yang sering digunakan, antara lain:

1. Model Pembelajaran Langsung/ Direct Instruction 

             Pembelajaran langsung atau Direct Instruction adalah model yang berfokus pada pemberian informasi atau keterampilan secara langsung oleh guru. Dalam pembelajaran matematika, model ini sering digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep dasar atau algoritma yang membutuhkan pengajaran eksplisit. Keunggulannya efektif untuk mengajarkan keterampilan dasar atau prosedur yang harus dikuasai siswa. Kelemahannya Kurang memberi ruang untuk eksplorasi dan penemuan mandiri oleh siswa.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan yang menanamkan pengetahuan baru kepada siswa dengan menghadirkan masalah di awal untuk dipecahkan oleh siswa. Namun, guru tetap harus meminta siswa untuk mengemukakan masalah yang nyata dan relevan. Pembelajaran berbasis masalah atau Problem-Based Learning (PBL) menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran, di mana mereka dihadapkan pada masalah kontekstual yang harus dipecahkan. Model ini mengajak siswa untuk berpikir kritis, menggunakan matematika sebagai alat untuk mencari solusi.

Keunggulannya Mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, serta meningkatkan keterampilan pemecahan masalah.Kelemahannya Membutuhkan waktu yang lebih lama, serta siswa perlu memiliki dasar yang kuat untuk mengikuti model ini dengan baik.

3. Model Pembelajaran Cooperative Learning

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kelompok dengan volume tertentu yang tujuannya untuk mendorong anggota kelompok mencapai hasil belajar yang maksimal. Tujuan dari model ini adalah untuk memaksimalkan hasil belajar yang dapat dicapai dari tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tingkat pengetahuan anggota kelompok ini rendah, sedang dan tinggi.

4. Model Pembelajaran Inquiry Based Learning

Model pembelajaran berbasis inkuiri adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa secara mandiri mengajukan pertanyaan, melakukan penelitian atau penelusuran, mengikuti tes, atau penelitian untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Dalam model ini, siswa dibimbing untuk menemukan materi yang disajikan dalam pelajaran melalui pertanyaan pertanyaan dan introspeksi diri. Menurut A. Nurdyansyah (2016), inkuiri adalah pembelajaran dimana siswa mencari informasi atau pemahaman untuk diselidiki,  dimulai dengan melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan, merencanakan penelitian, mengumpulkan data atau informasi dan penelitian, menganalisis data, merancang kesimpulan dan mengkomunikasikan informasi. . hasil penelitian. riset Pembelajaran inkuiri memposisikan siswa sebagai subjek.

5. Model Pembelajaran Discovery Learning

Pada dasarnya, discovery learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada proses memahami secara aktif dan mandiri suatu konsep materi untuk menarik kesimpulan. Dalam model pembelajaran ini siswa diharapkan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dimana guru berperan sebagai supervisor. Guru hanya menanyakan kepada siswa serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan materi. Siswa kemudian ditugaskan untuk menemukan, meneliti dan memutuskan pengamatannya sebagai modal untuk menjawab pertanyaan guru.

6. Model Pembelajarn Contextual Teaching Learning

Menurut Sabandar (2003: 2) Model Pembelajarn Contextual Teaching Learning atau pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata, serta membangkitkan mahasiswa untuk melakukan koneksi-koneksi diantara pengetahuan dan penerapannya ke dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja, serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam proses pembelajaran.

7. Model Pembelajaran Berbasis Iferentialism

Karakteristik Model pembelajaran berbasis inferentialism memiliki karekteristik khusus, yakni siswa dalam meeningkatkan penalaran matematisnya diajarkan dengan kegiatan interaksi sosial dan individu secara bersamaan. Bentuk interaksi sosial dan individu model pembelajaran berbasis inferentialism adalah permainan memberi dan meminta alasan (GoGar : Game of Giving and Asking Reason). Tujuan model pembelajaran berbasis inferentialism yang dikembangkan untuk mencapai minimal empat tujuan, yaitu :

(1) meningkatkan penalaran matematis siswa,

(2) membangkitkan aktivitas siswa dalam pembelajaran melalui permainan memberi dan meminta alasan;

(3) meningkatkan penalaran matematis siswa.

E. Keterkaitan Filsafat dengan Model Pembelajaran

Ada sejumlah penelitian yang telah mencoba untuk mengaitkan filsafat dengan model pembelajaran. Bintoro et al (2021) melah mengabungkan model pembelajaran Problem Base Learning (PBL) dengan filsafat. Hasil yang didapatkan adalah model pembelajaran PBL berkaitan erat dengan filsafat, yakni pada aliran konstruktivisme. Pada aliran ini, siswa mengkonstruk konsep yang dipelajari dalam pembelajaran berdasarkan pemahaman dan pengalaman. Hal ini sesuai dengan PBL dimana siswa dihadapkan dengan suatu permasalahan yang berkaitan dengan materi yang dipelajari untuk kemudian diselesaikan dengan berpikir kritis, diskusi, kemampuan menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah yang diperoleh kemudian membentuk pengalaman siswa sekaligus pemahaman menggunakan konsep matematika dalam dunia nyata.

F. Praksis Pembelajaran Matematika

Praksis pembelajaran matematika merujuk pada penerapan model-model pembelajaran dalam situasi nyata di kelas. Implementasi model pembelajaran yang efektif bergantung pada sejumlah faktor, seperti kesiapan siswa, materi yang diajarkan, serta gaya mengajar guru. Berikut beberapa praksis yang efektif dalam pembelajaran matematika:

a. Penggunaan Kontekstualisasi dalam Pengajaran

Guru dapat mengaitkan materi matematika dengan situasi nyata yang relevan dengan kehidupan siswa. Misalnya, konsep persamaan linier dapat diajarkan melalui masalah sehari-hari seperti menghitung biaya perjalanan atau merencanakan anggaran.

b. Integrasi Teknologi

Penggunaan teknologi dalam pembelajaran matematika, seperti kalkulator grafik, perangkat lunak matematika, atau aplikasi belajar daring, dapat membantu siswa memahami konsep yang abstrak dan meningkatkan partisipasi aktif dalam pembelajaran. Simulasi komputer juga memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi konsep matematika dengan cara yang lebih interaktif.

c. Penggunaan Alat Manipulatif

Alat manipulatif, seperti blok matematika, koin, atau geometri dinamis, dapat membantu siswa memahami konsep abstrak secara lebih konkret. Misalnya, penggunaan balok geometri dapat membantu siswa memahami volume atau luas permukaan bangun ruang.

d. Pendekatan Differensiasi

Pembelajaran yang berbeda-beda atau Differentiated Instruction adalah pendekatan di mana guru mengadaptasi metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan masing-masing siswa. Dalam pembelajaran matematika, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan soal yang sesuai dengan tingkat kesulitan yang berbeda atau memberikan tugas proyek yang lebih fleksibel.

e. Penilaian Formatif

Penilaian formatif, seperti kuis singkat, diskusi kelas, atau tugas reflektif, dapat memberikan umpan balik yang berharga bagi guru dan siswa mengenai pemahaman mereka terhadap materi yang diajarkan. Dalam matematika, umpan balik yang cepat dan relevan sangat penting untuk membantu siswa memperbaiki kesalahan mereka.

1. Pembelajaran Kontekstual / Contextual Teaching Learning

kontekstual adalah pendekatan pengajaran yang mengaitkan konten pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata atau pengalaman yang relevan dengan siswa. Ini dirancang untuk membantu siswa memahami dan menghubungkan konsep abstrak dengan aplikasi praktis di dunia nyata, sehingga mereka dapat melihat relevansi langsung antara apa yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari atau masa depan mereka. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa bukan hanya diharapkan menghafal informasi, tetapi juga memahami makna dan aplikasinya. Beberapa komponen kunci dari pembelajaran kontekstual mencakup:

1. Pengalaman Nyata: Guru menciptakan pengalaman belajar yang terkait dengan kehidupan nyata atau pengalaman siswa, baik melalui simulasi, studi kasus, atau proyek berbasis masalah.

2. Kolaborasi: Siswa bekerja sama dalam kelompok, yang memungkinkan mereka untuk berbagi pengetahuan dan saling belajar satu sama lain. Hal ini juga mencerminkan situasi dunia nyata di mana kerja tim sering kali menjadi kunci kesuksesan.

3. Pemecahan Masalah: Pembelajaran kontekstual sering kali melibatkan tugas atau proyek di mana siswa harus menerapkan konsep yang mereka pelajari untuk memecahkan masalah tertentu. Ini membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

4. Konektivitas antara Konsep: Guru berusaha untuk menunjukkan bagaimana konsep - konsep yang dipelajari di kelas terhubung satu sama lain dan dengan berbagai aspek kehidupan siswa.

5. Umpan Balik Konstruktif: Dalam proses pembelajaran, guru memberikan umpan balik yang membangun untuk membantu siswa merefleksikan kemajuan mereka dan memperbaiki kesalahan. Konsep ini didasarkan pada pandangan bahwa siswa akan lebih mudah memahami dan menginternalisasi pengetahuan ketika mereka dapat melihat relevansi langsung antara apa yang mereka pelajari di sekolah dengan dunia di sekitar mereka.

2. Pembelajaran Berbasis Proyek/ Project-Based Learning

Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning, PBL) adalah pendekatan pendidikan di mana peserta didik terlibat secara aktif dalam eksplorasi masalah dunia nyata dan relevan melalui sebuah proyek. Metode ini mengutamakan proses belajar yang berpusat pada siswa dengan fokus pada penyelesaian masalah yang kompleks dan menantang. Alih-alih belajar secara pasif, siswa menjadi peneliti, pemecah masalah, dan pencipta, mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari dalam konteks nyata. Unsur-unsur utama dari pembelajaran berbasis proyek:

1. Pertanyaan Mendasar atau Tantangan Utama: Proses dimulai dengan sebuah pertanyaan atau masalah kompleks yang menjadi inti dari proyek. Pertanyaan ini harus relevan dengan kehidupan nyata atau lingkungan sekitar peserta didik.

2. Penyelidikan Mendalam: Siswa melakukan penyelidikan menyeluruh dengan mengumpulkan informasi, melakukan penelitian, serta berdiskusi untuk menemukan solusi terhadap tantangan atau masalah tersebut.

3. Kolaborasi: Dalam PBL, siswa sering kali bekerja dalam kelompok. Ini mengembangkan keterampilan sosial, komunikasi, dan kerja sama tim mereka.

4. Pemecahan Masalah Nyata: Berbeda dengan tugas sekolah tradisional yang lebih banyak berupa latihan di atas kertas, proyek dalam PBL menuntut siswa untuk mencari solusi nyata yang dapat diaplikasikan di luar lingkungan kelas.

5. Presentasi atau Produk Akhir: Setiap proyek biasanya diakhiri dengan produk nyata atau presentasi di mana siswa menunjukkan hasil kerja mereka, baik itu dalam bentuk laporan, model, video, atau karya lainnya. Mereka menyajikan solusi yang telah mereka kembangkan kepada audiens, seperti teman sekelas, guru, atau bahkan komunitas yang lebih luas.

Narasi Konsep Pembelajaran Berbasis Proyek: Bayangkan sekelompok siswa yang diberikan tantangan untuk menciptakan sebuah solusi ramah lingkungan bagi masalah pengelolaan sampah di sekolah mereka. Proyek dimulai dengan diskusi kelas mengenai masalah sampah, dampaknya terhadap lingkungan, dan cara-cara pengelolaannya. Siswa kemudian dibagi ke dalam kelompok untuk mengeksplorasi berbagai aspek pengelolaan sampah, seperti pengurangan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali barang-barang bekas. Selama beberapa minggu, mereka mengadakan riset, berdiskusi dengan ahli lingkungan, dan mengunjungi tempat pembuangan akhir untuk melihat bagaimana sampah diolah. Setiap kelompok mengembangkan ide solusi, misalnya membuat sistem kompos sekolah atau mengusulkan program daur ulang berbasis komunitas. Setelah fase riset dan pengembangan, siswa menyajikan ide mereka dalam sebuah pameran terbuka, di mana mereka memaparkan hasil penelitian, menguraikan solusi yang telah mereka buat, serta memberikan langkah-langkah implementasi. Di akhir proyek, mereka juga mengevaluasi dampak dari solusi yang mereka usulkan dengan melibatkan siswa lain dalam percobaan uji coba di sekolah. Proyek ini bukan hanya memperdalam pemahaman mereka tentang masalah lingkungan, tetapi juga mengasah keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan manajemen waktu.

Melalui pembelajaran berbasis proyek, mereka menjadi lebih terlibat secara emosional dan intelektual dengan topik yang dipelajari, menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan relevan. Tentu, dengan senang hati saya akan menjelaskan konsep pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning atau PjBL) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat dalam proses belajar. Dalam PjBL, siswa diajak untuk menggali pengetahuan dan keterampilan secara mendalam melalui penyelesaian proyek nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Implementasi PBL dalam Pendidikan Tinggi : Teknologi Augmented Reality 

Augmented Reality (AR) adalah teknologi yang menggabungkan elemen dunia nyata dengan elemen digital secara interaktif dan real-time. Melalui AR, objek virtual---seperti gambar, teks, suara, atau model 3D---diletakkan secara tepat di atas dunia nyata yang dilihat pengguna, sehingga memperkaya pengalaman sensorik tanpa menggantikan sepenuhnya dunia nyata seperti yang terjadi dalam Virtual Reality (VR).

Komponen-Komponen AR: 

1. Display (Tampilan) Display dalam AR merupakan elemen yang memungkinkan pengguna melihat kombinasi antara dunia nyata dan dunia virtual. Terdapat berbagai jenis tampilan yang digunakan dalam AR:

o Head-mounted displays (HMD): Seperti kacamata pintar (misalnya Microsoft HoloLens atau Google Glass) yang menampilkan informasi digital di atas pemandangan dunia nyata.

o Tampilan layar ponsel atau tablet: Di mana kamera menangkap dunia nyata, dan layar menampilkan elemen digital yang ditambahkan pada gambar yang terlihat.

2. Sensor Sensor adalah komponen penting untuk memungkinkan AR mengenali dan berinteraksi dengan lingkungan dunia nyata. Beberapa sensor yang umum digunakan adalah:

o Kamera: Untuk menangkap gambar dunia nyata yang akan diproses dan dipadukan dengan objek virtual. o GPS: Untuk memberikan informasi lokasi yang diperlukan untuk menempatkan objek virtual di tempat yang benar secara geografis.

o Accelerometer, Gyroscope, dan Magnetometer: Sensor-sensor ini membantu mendeteksi orientasi, gerakan, dan rotasi perangkat, sehingga objek virtual tetap sejajar dengan lingkungan nyata meski perangkat bergerak.

3. Prosesor dan Komputasi AR memerlukan komputasi yang intensif untuk memproses gambar, mendeteksi lingkungan, dan memastikan objek virtual ditampilkan dalam posisi yang tepat. Prosesor yang ada di perangkat AR memproses data dari sensor dan kamera secara real-time, sehingga gambar yang dihasilkan tampak lancar dan akurat.

4. Software AR Software ini bertanggung jawab untuk menggabungkan data dari sensor dengan objek digital yang sesuai. Ada dua metode utama dalam menampilkan objek virtual pada dunia nyata:

o Marker-based AR: Teknologi ini menggunakan penanda visual (seperti QR code) yang bisa dikenali oleh kamera. Saat penanda ini dikenali, objek virtual akan muncul pada posisi penanda tersebut.

o Markerless AR: Di sini, AR menggunakan data dari sensor dan kamera untuk mengenali objek atau lingkungan tanpa perlu penanda khusus. Contoh umum adalah AR berbasis lokasi, di mana objek virtual ditempatkan berdasarkan informasi GPS.

5. Interaksi Pengguna (User Interaction) Pengguna AR sering kali dapat berinteraksi dengan elemen digital melalui berbagai cara:

o Gesture atau sentuhan: Pada perangkat AR seperti ponsel, pengguna bisa menyentuh layar atau melakukan gestur untuk berinteraksi dengan objek virtual.

o Perintah suara: Pada beberapa perangkat HMD, pengguna dapat mengendalikan elemen AR dengan perintah suara.

o Pengendalian fisik: Beberapa sistem AR menggunakan perangkat eksternal seperti pengontrol fisik untuk berinteraksi dengan dunia digital.

Contoh Penggunaan AR: 

* Game: Pokemon Go adalah contoh populer di mana pengguna dapat melihat dan menangkap Pokemon virtual yang seolah-olah ada di dunia nyata melalui layar smartphone mereka.

* E-commerce: Beberapa aplikasi belanja memungkinkan pengguna untuk melihat bagaimana produk seperti furnitur akan terlihat di rumah mereka sebelum membelinya.

* Pendidikan: AR dapat digunakan untuk membuat pembelajaran lebih interaktif, misalnya dengan menampilkan model 3D dari organ tubuh manusia atau sistem tata surya.

* Arsitektur: Arsitek dapat menggunakan AR untuk memvisualisasikan desain bangunan sebelum dibangun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun