"Belajar dulu gih", lanjut Ibu.
Aku yang sedari tadi main HP di ruang keluarga, langsung beranjak ke kamar.
Di kemudian hari aku mengetahui bahwa Bapak tidak hanya meminjami uang kepada tante Elin tapi juga memodali untuk kembali membuka laundrinya.
-❤-
Setelah itu, setiap bulan tante Elin meminjam uang dalam jumlah besar, meskipun dia tak pernah punya niat untuk mengembalikannya. Bapak yang merasa sebagai saudara tuanya selalu mengiyakan permintaan adiknya itu.
Hingga aku memasuki SMA keadaan sini tak berubah. Tante Elin selalu minta uang yang juga selalu dikabulkan Bapak. Aku tak tahu kenapa bisa begitu. Aku juga tak tahu kenapa tante Elin selalu minta uang dalam jumlah besar.
Tak ada lagi acara syukuran seperti ketika aku berhasil masuk SMP favorit dulu. Meskipun sekarang aku sudah berhasil masuk SMA favorit.
Keluarga kami tak sehangat dulu lagi. Lelucon manja Ibu sudah jarang kulihat. Bahkan kini aku sering melihat pertengkaran-pertengkaran Bapak dan Ibu. Terlebih ketika Bapak menjual mobilnya untuk menghidupi adiknya setiap bulan. Mobil Ibu pun ikut terjual. Tapi anehnya, kehidupan tante Elin masih begitu-begitu saja. Tak ada kemajuan.
-❤-
"Buk berapa sisa tabungan kita?", tanya Bapak.
"Tinggal yang ada di berangkas.", jawab Ibu dingin.