Namun, tak urung aku merasa jengkel juga ketika setengah jam kemudian melewati kantin, Danu masih terlihat berada di sana. Dia terlihat sedang menatap empat orang temannya yang sedang asyik bercanda. Dia tak tahu kalau aku melihat keberadaannya. Danu baru menyadari kehadiranku ketika aku berdiri di hadapannya. Suara tawanya yang tadi terdengar renyah langsung terhenti.
Keempat temannya langsung berdiri dan menyalami tanganku. Danu perlahan ikut menyalami tanganku lalu menunduk.
"Katanya mau ke rumah sakit, Nu," ucapku tegas.
"Iya, Bu. Ini mau ke rumah sakit."
"Tiga puluh menit yang lalu, kamu bilang begitu sama Ibu dan sampai sekarang ngapain kamu masih di sini?"
Danu terdiam, tapi ekspresi wajahnya begitu menyebalkan. Aku menarik napas panjang. Menghadapi Danu memang membutuhkan kesabaran yang lebih besar.
"Ibu temani kamu ke rumah sakit."
"Nggak usah, Bu!"
"Kenapa nggak usah? Ibu mau menjenguk Bapakmu."
"Sekarang belum waktunya menjenguk, Bu."
"Lalu kenapa tadi kamu bilang mau ke rumah sakit?"