Tidak perlu memakai kredit pajak dan tidak perlu memakai berbagai macam laporan yang berlembar-lembar. Kita bisa melihat pajak penghasilan konstruksi yang sudah bisa diterapkan dengan baik, tanpa menimbulkan kontra karena mudah dan tarifnya rendah. Hal ini sangat berbeda dengan pajak penghasilan atas sewa aktiva dan/atau bangunan yang menimbulkan kontra karena tarifnya tinggi.
Tarif pajak berbanding lurus dengan manfaat yang diterima wajib pajak dan kemampuannya untuk membayar. Penghindaran akan selalu ada, karena demikianlah budaya wajib pajak di Indonesia. Petugas pajak dan data yang sangat terbatas, membuat ruang geraknya juga sempit. Menjadi celah buat wajib pajak untuk semakin tidak patuh. Selama rahasia bank belum dibuka maka gap antara potensi pajak dan realisasinya masih akan sangat terbuka lebar.
Jika memungkinkan maka tanggal jatuh tempo pembayaran pajak dibuat sama. Laporan pajak tanpa kredit pajak membuat pembayaran pajak dapat berguna sebagai laporan sekaligus. Pemakaian aplikasi-aplikasi tetap menjadi kebutuhan pokok, tetapi dengan format-format yang lebih sederhana, karena sistemnya disederhanakan.
E-faktur sebagai data penjualan, E spt Pajak Penghasilan Pasal 21 akan menjadi data penghasilan wajib pajak orang pribadi, begitu seterusnya. Semua data tersebut diintegrasikan menjadi satu untuk setiap wajib pajak, sehingga menjadi SPT sementara di dalam system dengan primary key Nomor Pokok Wajib Pajak. Laporan pajak dapat dilakukan dengan menyetujui atau menambahkan data pajak terutang lainnya secara langsung maupun secara on line layaknya buku tabungan di bank.
Integrasi secara langsung di dalam sistem informasi pajak, bisa diterapkan kepada wajib pajak karyawan yang sekaligus menjadi sarana laporan pajaknya. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak diatur pada tanggal yang sama, maka pada saat pembayaran pajak dapat dibuat sistem perhitungan sanksi dan denda yang dimunculkan otomatis dalam aplikasi pembayaran. Cara ini pernah dipakai pada Pajak Bumi dan Bangunan, dan sangat berhasil. Hemat administrasi penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), dan penerimaan pajak tetap tercapai. Jika jatuh tempo tidak bisa dibuat sama, maka yang perlu dirubah adalah tata cara penerbitan STP-nya. Intinya adalah memungkinkan dibuat sistem penagihan denda dan bunga otomatis pada saat wajib pajak melakukan pembayaran. Â Â
Tulisan di atas adalah sebuah ide dari pemikiran sederhana, yang bisa jadi masukan atau bisa menjadi angin lalu. Tetapi jika diterapkan dengan baik maka secara substansi pajak terpenuhi, hasil akhir berupa angka kepatuhan yang menjadi ukuran dan citra pajak bagi pihak eksternal akan tetap tersaji dengan indah.
Demikian harap menjadikan maklum, dengan senang hati menunggu tanggapannya.
Salam Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H