Makna penting pajak adalah negara mendapatkan uang dari wajib pajak sehingga ada penerimaan negara dari pajak. Selesai.
Memahami betapa negara sangat tergantung dengan penerimaan pajak. Negara ini tidak akan kuat dan mandiri jika masih mengandalkan pembiayaan kehidupan bernegara dari hutang. Negara rapuh, jika tidak mau mencoba anggaran surplus, karena semakin hari hutang akan semakin bertambah dan tidak semakin berkurang.
Semakin hari negara kita semakin lemah, dengan menjerumuskan diri ke dalam lingkaran setan atas nama hutang yang melilit leher. Dan dari pada itu, semua sibuk dengan ego sektoral masing-masing, tidak berpikir tentang sebuah “big picture”, meminjam istilah yang biasa dipakai Jokowi. Terbayang sebuah keluarga atau perusahaan yang terjerat hutang kepada rentenir, susah dan siap menuju di ambang kebangkrutan. Maaf Pak Jokowi, pesimis, karena faktanya memang demikian.
Jebakan Administrasi dalam Pelaksanaan Pajak
Pelaksanaan perpajakan saat ini, menurut saya semakin jauh dari substansinya. Pajak disibukkan dengan aturan rumit yang dibuat sendiri. Menyusahkan dirinya sendiri. Kadangkala rumit itu tidak selalu yang terbaik. Petugas pajak terjebak pada banyaknya tugas administrasi yang tidak menghasilkan uang. Walaupun ada yang mengatakan bahwa semakin rumit akan terlihat semakin pintar, namun menurut saya belum tentu demikian.
Menerima SPT nihil, mengadministrasikan, mengawasi dan menyimpan dalam ruang yang bertumpuk dan berdebu. Pengembangan seakan-akan harus mengacu kepada sistem yang saat ini sedang berjalan, haram untuk merubahnya. Koreksi dengan pemikiran yang berbeda seakan-akan menjadi enemy.
Menurut saya harus ada perubahan yang fundamental dan revolusioner untuk mengatasi krisis dalam pencapaian target penerimaan pajak yang merupakan andalah penerimaan negara tetapi dalam pelaksanaannya selalu terseok-seok.
Perubahan yang akan membawa pada pola kerja, dari banyak administratif menjadi sedikit administratif. Dari sedikit pengawasan menjadi banyak pengawasan. Efisien di operasional tanpa kehilangan formal dan materialnya. Semua ini bisa dicapai jika ada perubahan revolusioner. Betapa sayangnya, saat ini petugas pajak lebih banyak tenggelam dalam lautan berkas.
Begitu banyaknya dokumen yang harus diadministrasikan membuat energi habis digunakan untuk memikirkan bagaimana cara mengadministrasikannya. Waktu yang digunakan untuk pengawasan dalam rangka penggalian potensi menjadi sangat sedikit. Dan ini adalah salah satu penyebab adanya jurang antara potensi dan realisasi penerimaan pajak. Tidak ada yang salah, karena sebuah keadaan yang tidak disadari bukanlah dosa.
Perubahan wajib dilakukan sebagai bagian dari dinamika dan perkembangan jaman, tetapi masalahnya adalah berubah-ubah tetapi tidak konsisten. Membayangkan sebuah situasi apabila peraturan dan pemahaman pajak dibuat mudah saja, orang masih tidak nyaman dengan pajak, karena pajak bermakna mengeluarkan biaya, tanpa bisa dirasakan langsung manfaatnya. Belajar pajak seakan-akan lebih susah daripada belajar di sekolah. Dorongan untuk tidak melaksanakan kewajiban perpajakan akan semakin besar.