Mohon tunggu...
Mesa Indra Naiborhu
Mesa Indra Naiborhu Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Hukum, Management, dan Keuangan

Meminati bidang hukum, management, dan keuangan yang dapat dipergunakan untuk berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sekilas Perbankan: Bagian V-Kredit Produk (Non-Cash Loan) sebagai Sarana Penyaluran Dana

14 Juli 2021   19:50 Diperbarui: 14 Juli 2021   19:54 5753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Selain cash loan, perbankan juga menawarkan fasilitas kredit berbentuk non-cash loan untuk kebutuhan transaksi perusahaan sekaligus (jika membutuhkan) dapat didampingi dengan pinjaman modal kerja.  

Jika perusahaan memperoleh fasilitas non-cash loan, yang kemudian didampingi dengan fasilitas cash-loan, maka besaran pinjaman cash loan tersebut dibatasi sebesar limit (plafond) dari fasilitas non-cash loannya, biasanya fasilitas kombinasi tersebut dinamakan dengan istiliah "sublimit".  Pinjaman modal kerja dalam bentuk cash loan dapat dibaca pada artikel sebelumnya.

Tujuan utama pemberian fasilitas non-cash loan adalah untuk memperlancar proses transaksi oleh suatu perusahaan.  Beberapa model transaksi suatu perusahaan yang membutuhkan dukungan fasilitas non-cash loan dari perbankan adalah sebagai berikut :

  • Perusahaan yang rutin melakukan import untuk pembelian bahan baku, dimana tingkat kepercayaan antara calon nasabah (debitur) dengan suppliernya belum tinggi, sehingga diperlukan instrument untuk menjamin bahwa proses pembelian dan pengiriman barang, yang pembayaran akan dilakukan oleh pihak ketiga dalam hal ini yaitu perbankan.  Fasilitas non-cash loan ini dikategorikan sebagai instrument pembayaran jika salah satu pihak telah berprestasi melaksanakan kewajibannya.
  • Perusahaan yang rutin melakukan ekspor, sama halnya dengan point 1, perbedaannya terletak pada posisinya.  Dimana calon nasabah (debitur) bertindak sebagai supplier yang mengekspor barang kepada customernya.  Fasilitas non-cash loan ini dikategorikan sebagai instrument pembayaran jika salah satu pihak telah berprestasi melaksanakan kewajibannya.
  • Perusahaan yang kegiatan bisnisnya adalah kontraktor, dimana sudah menjadi kebiasaan umum bahwa setiap kontraktor yang akan mengikuti tender disyaratkan untuk memberikan jaminan tender (Bid Bond).  Jika calon nasabah (debitur) tersebut memenangkan tender, biasanya akan menerima uang muka dari pemberi kerja, dan pemberi kerja akan mensyaratkan adanya jaminan uang muka (Advance Payment Bond).  Demikian seterusnya sampai kontrak selesai dikerjakan, perusahaan kontraktor akan menerbitkan bank garansi pada setiap tahapan pekerjaan.  Fasilitas non-cash loan ini dikategorikan sebagai instrument pembayaran jika salah satu pihak telah gagal (wanprestasi) melaksanakan kewajibannya.
  • Perusahaan yang bertindak sebagai distributor atau agency yang dimintakan jaminan sebagai distributor oleh principle-nya.  Fasilitas non-cash loan ini dikategorikan sebagai instrument pembayaran jika distributor sebagai penerbit BG telah gagal (wanprestasi) melaksanakan kewajibannya.
  • Serta jenis kegiatan usaha lain yang membutuhkan penjaminan, baik penjaminan untuk keberhasilan melaksanakan kewajibannya atau penjaminan untuk kompensasi atas kegagalan melaksanakan kewajibannya.

Fasilitas Non-Cash Loan untuk Perusahaan Importir

Untuk melakukan pemberian barang (bahan baku, mesin, atau spare part mesin) yang berasal dari luar negeri, terdapat kendala berupa ada-tidaknya kepercayaan antara pembeli (buyer/customer) dan penjual (seller/supplier).

Terdapat dua kondisi dalam proses import (pembelian pada umumnya), yaitu pembeli membayar terlebih dahulu baru penjual mengirimkan barangnya atau penjual terlebih dahulu mengirimkan barangnya barulah pembeli melakukan pembayaran.  

Masing-masing kondisi tersebut memberikan resiko-resiko tersendiri, baik kepada pembeli (buyer/customer) maupun kepada penjual (seller/supplier). 

Pada saat pembeli melakukan pembayaran terlebih dahulu, maka tidak ada jaminan apakah barang akan dikirim, kalaupun dikirim apakah tepat waktu, dan kalaupun dikirim tepat waktu apakah barang yang dibeli sesuai denangan spesifikasi yang diperjanjikan.  Hal ini menunjukkan bahwa pembeli yang membayar terlebih dahulu memiliki potensi resiko.

Sebaliknya jika penjual terlebih dahulu mengirimkan barangnya, tidak ada jaminan pembeli akan membayar, kalaupun pembeli akan membayar kemungkinan terlambat pembayarannya, kalaupun membayar tepat waktu bisa saja pembeli memotong pembayaran dengan alasan adanya kerusakan sebagian atau seluruhnya atas barang yang dikirim.  Hal ini menunjukkan bahwa penjual menghadapi resiko jika duluan mengirimkan barangnya.

Oleh karena adanya perbedaan kepentingan antara pembeli dan penjual tersebut, maka dimanfaatkanlah kehadiran bank sebagai juru bayar.  Kehadiran bank adalah dengan menerbitkan LC (Letter of Credit) baik berbentuk at Sight maupun berbentuk at Usance atas permohonan pembeli (buyer/customer). 

Pembayaran oleh bank akan dilakukan sesuai dengan kelengkapan dokumen-dokumen yang telah disepakati bersama oleh pembeli dan penjual.  

Jadi, fungsi Letter of Credit (LC) adalah suatu metoda pembayaran internasional yang menjamin pembayaran kepada penjual sepanjang penjual telah melengkapi segala sesuatu yang berkenaan dengan persyaratan yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli yang dituangkan di dalam Letter of Credit.  Sepanjang penjual tidak dapat melengkapi seluruh persyaratan yang telah disepakati tersebut, maka bank berhak untuk menunda pembayaran atau tidak melakukan pembayaran.

Penjual akan merasa aman dari resiko tidak dibayar oleh pembeli, karena bank menjamin akan melakukan pembayaran kepada penjual sesuai dengan klausul-klausul yang telah disepakati tersebut.  

Pembayaran yang akan dilakukan oleh bank, sepanjang seluruh persyaratan telah dipenuhi, berasal dari dana yang telah disediakan terlebih dahulu oleh pembeli baik sebelum bank menerbitkan LC kepada penjual maupun setelah bank menerbitkan LC kepada penjual, tergantung pada persetujuan yang diberikan oleh bank kepada nasabah (debitur) yang bertindak sebagai pemohon penerbitan LC. 

Atau bank memberikan fasilitas kredit modal kerja (sebagai "sublimit" LC) kepada pembeli, sehingga pada saat LC sudah jatuh tempo untuk dibayarkan, maka kredit modal kerja tersebut dapat digunakan untuk pembayaran kepada penjual.  

Dengan demikian, maka pembeli sebagai nasabah (debitur) bank akan memiliki kewajiban untuk melunasi kredit modal kerjanya pada saat jatuh tempo kemudian. 

Dengan pembayaran kepada penjual yang menggunakan dana dari pembeli atau dana dari pencairan kredit modal kerja "sublimit" LC, maka secara otomatis kewajiban pembeli dalam hal Letter of Credit telah selesai, hanya saja untuk pembayaran yang menggunakan kredit modal kerja pembeli memiliki kewajiban untuk melunasi kredit modal kerjanya pada saat jatuh tempo kemudian.

Jika pembeli tidak memperoleh fasilitas kredit modal kerja "sublimit" LC, maka pembeli harus menyediakan dana sendiri di bank penerbit LC guna dipakai untuk pembayaran LC yang akan jatuh tempo.  

Jika karena satu dan lain hal, pembeli tidak berhasil menyiapkan dana dan LC jatuh tempo, maka bank tetap akan melakukan pembayaran menggunakan dana bank (artinya ditalangi oleh bank tanpa sebelumnya memberikan fasilitas kredit modal kerja sublimit LC kepada nasabah).

Bank tetap melakukan pembayaran tersebut karena keterikan bank terhadap perjanjian internasional, terutama perjanjian antara bank tersebut dengan bank penerima LC. 

Catatan : LC yang telah diterbitkan akan dikirimkan kepada penjual melalui bank yang sudah ditunjuk terlebih dahulu oleh penjual.  Penerbitan LC dan dikirim ke bank penjual dilakukan melalui aplikasi SWIFT (Society of Worldwide Interbank Financial Telecommunication).  

Oleh sebab itu, antara bank penerbit LC dan bank penerima sudah terlebih dahulu memiliki hubungan koresponden agar transaksi SWIFT-nya bisa terhubung.  Tanpa adanya hubungan koresponden, maka bank penerbit tidak dapat mengirmkan LC ke bank yang ditunjuk oleh penjual.

Instrument import ada dua, yaitu Sight LC dan LC at Usance, dengan beragam variasinya, seperti adanya fasilitas UPAS (LC at Usance Payable at Sight LC).  Tetapi yang dibahas pada tulisan ini adalah Sight LC dan LC at Usance.

Perbedaan Sight LC dengan LC at Usance adalah dalam hal waktu pembayarannya.  Sight LC berarti pembeli tidak punya kelonggaran waktu dalam pembayaran, begitu bank penerbit LC menerima dokumen eksport dari penjual, maka bank hanya punya waktu 7 hari untuk melakukan verifikasi dokumen tersebut, jika tidak ada perbedaan (discrepancy), maka bank penerbit LC akan segera melakukan pembayaran.  

Namun jika terdapat perbedaan antara dokumen eksport dengan ketentuan yang tertuang di dalam LC, maka akan dilakukan negosiasi terhadap perbedaan tersebut.  

Negosiasi dilakukan antara pembeli dan penjual terhadap dokumen-dokumen yang bertujuan untuk menyamakan perbedaan-perbedaan yang mungkin saja terjadi.

LC at Usance (Letter of Credit at Usance) berarti bahwa setelah dokumen eksport sudah dikirimkan oleh penjual dan sudah diterima oleh bank penerbit LC denagn status clean (tidak ada discrepancy), maka pembayaran akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan berapa lama jangka waktu pembayaran yang akan dilakukan.  

Hal ini mirip dengan pembelian bahan baku dengan jatuh tempo pembayaran yang diberi kelonggaran oleh penjual, bisa 1 bulan, 2 bulan, dan lain sebagainya.  

Pada saat term of payment tersebut tercapai, maka cara pembayarannya sama dengan pembayaran atas Sight LC yang jatuh tempo seperti dibahas di atas, bahwa bank akan melakukan pembayaran, baik dengan menggunakan dana nasabh (debitur) yang sudah disediakan atau bank memberikan fasilitas kredit modal kerja.

Untuk kejadian jika si pembeli gagal menyiapkan dana, maka si penjual tidak akan terpengaruh karena pembayaran sudah ditalangi oleh bank penerbit LC yang pembayarannya dilakukan melalui bank penerima LC (bank yang ditunjuk si penjual), akibatnya fasilitas Letter of Credit nasabah akan dibekukan oleh Bank, dan kemungkinan fasilitas kredit lainnya (jika ada) juga akan dibekukan sementara waktu sampai persoalan gagal bayar tersebut dapat diselesaikan.

Bank akan melakukan restrukturisasi jika pada akhirnya si pembeli tidak juga mampu melakukan pembayaran kepada bank, yang akan berbentuk restrukturisasi dalam bentuk kredit modal kerja "ex" LC atau restrukturisasi dengan mengubah menjadi pembayaran cicilan dengan jangka waktu lebih dari 12 bulan.  

Jika hal ini terjadi, maka keadaan si pembeli di hadapan bank lainnya dianggap tidak lagi layak untuk diberikan kredit, jika si pembeli mencoba untuk mengajukan fasilitas LC atau fasilitas kredit lainnya kepada bank lain.

Perusahaan Eksportir

Untuk perusahaan eksportir, alur transaksi sama dengan perusahaan importir mulai dari penerbitan LC hingga ke pembayarannya.  Dalam hal ini jika si nasabah (debitur) bertindak sebagai penjual, maka jaminan bayar akan diperoleh penjual dari banknya si pembeli yang menerbitkan LC yang telah mempunyai hubungan korespondensi dengan bank penerima LC (banknya si nasabah/eksportir).

Hanya saja terdapat sedikit perbedaan, yaitu pada saat si nasabah (debitur) menerima LC, berarti nasabah akan mengirimkan barang hasil produksinya.  

Ada kemungkinan si penjual yang dalam hal ini bertindak sebagai nasabah (debitur) membutuhkan modal kerja untuk terlebih dahulu membeli bahan baku yang akan diproses produksi.

Untuk kebutuhan tersebut, biasanya perusahaan akan mengajukan kredit modal kerja untuk kegunaan pembiayaan eksport.  Bank akan memperhitungkan besaran kebutuhan kredit modal kerja eksport tersebut dari besaran nilai yang tercantum di dalam LC.  Demikian juga dengan jangka waktu pelunasan akan disesuaikan dengan waktu pembayaran yang sudah ditentukan pada LC tersebut.

Dalam hal tarnsaksi sejenis yang akan dilakukan tetapi lokasi kejadiannya masih di dalam wilayah Indonesia, maka LC (baik Sight LC maupun LC at Usance) dapat diganti menjadi Sight SKBDN atau SKBDN at Usance (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri).  Semua proses dan alur transaksinya sama dengan proses dan alur transaski LC.  

Hanya saja ketentuan LC tunduk pada peraturan internasional (UCPDC 700) dan ketentuan SKBDN tunduk pada peraturan-peraturan dalam negeri (Peraturan Bank Indonesia).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian fasilitas Letter of Credit berikut fasilitas kredit modal kerja sebagai sublimit LC kepada importir serta pemberian fasilitas kredit modal kerja eksport atas dasar LC yang diterima kepada eksportir adalah sangat membantu proses transaksi ekspor-import perusahaan-perusahaan, tanpa adanya kekhawatiran akan gterjadinya tindakan curang dari masing-masing pihak (counterpart).

Keuntungan yang dapat diperoleh bank adalah bahwa bank akan mendapatkan fee based income, sebagai jasa dalam penerbitan LC maupun jasa menerima LC, serta adanya pendapatan bunga jika fasilitas LC yang diberikan juga dilengkapi dengan fasilitas kredit modal kerja sublimit LC. 

Namun jika bank gagal menyelesaikan kewajibannya dalam menjamin pembayaran kepada penjual, maka bank tersebut beresiko masuk ke dalam daftar black list internasional, sehingga dikucilkan dari perdagangan internasional.  

Dengan demikian maka selanjutnya LC yang diterbitkan oleh bank tersebut tidak ada yang berani menerimanya, kecuali jika dalam setiap penerbitan LC bank tersebut memberikan deposit sebesar nilai LC kepada bank penerima LC.  

Oleh sebab itu bank pasti akan melaksanakan pembayaran kepada penjual, bagaimanapun kondisi si nasabah (debitur) yang bertindak sebaagi pemohon penerbitan LC.

Perusahaan Kontraktor maupun Sejenisnya

Fasilitas non-cash loan berikutnya ditujukan untuk menjamin nasabah (debitur) dalam melakukan pembayaran kepada pemberi kerja jika si nasabah (debitur) gagal dalam menyelesaikan kewajiban-kewajibannya.  

Untuk penjaminan ini bank akan menerbitkan Bank Garansi (Bank Guarantee), yang berupa jaminan bank atas nama si nasabah (debitur) kepada si pemberi kerja (penerima jaminan).

Perbedaan mendasar antara LC (atau SKBDN) dengan BG (Bank Garansi) adalah penyebab pembayarannya.  Jika pada instrument LC pembayaran akan dilakukan oleh bank penerbit LC jika penjual telah selesai melaksanakan kewajibannya, maka pada instrument BG bank akan melakukan pembayaran jika si nasabah (debitur) gagal melaksanakan kewajibannya.

Penerbitan BG selau didasari perjanjian antara pemberi kerja dengan penerima kerja (dalam hal ini adalah si nasabah).  Dasar pembayaran yang dilakukan oleh bank karena adanya pengajuan claim pencairan BG dari penerima BG, agar BG yang sudah diterimanya harus segera dibayarkan karena nasabah (debitur) sebagai pihak yang meminta menerbitkan BG telah melanggar ketentuan yang sudah diperjanjikan.

Biasanya bank selama dalam proses untuk mencairkan BG tersebut, akan meminta si nasabah (debitur) untuk menyediakan dana sebesar nilai yang tercantum di BG yang akan dipergunakan membayar claim BG yang diajukan.  Untuk instrument BG, bank tidak menyediakan fasilitas modal kerja (dengan alasan bank tidak membiayai kegagalan suatu usaha). 

Jika si nasabah (debitur) gagal menyediakan dana tersebut, maka bank akan melakukan penalangan sementara sampai si nasabah (debitur) melunasinya atau bank akan melakukan restrukturisasi menjadi fasilitas kredit "ex" BG. 

Jangka waktu restrukturisasi disesuaikan dengan hasil analisa yang akan dilakukan oleh bank.  Kejadian restrukturisasi atas kegagalan pembayaran BG akan sama resikonya dengan kejadian restrukturisasi akibat kegagalan pembayaran LC.

Beberapa Bank Garansi yang dapat diterbitkan oleh perbankan adalah sebagai berikut :

  • Bid Bond, yang berguna untuk menjamin kepesertaan dalam mengikuti suatu tender tertentu.
  • Advance Payment Bond, yang berguna untuk menjamin karena nasabah (debitur) telah menerima uang muka dari pemberi kerja.
  • Performance Bond, yang berguna untuk menjamin si nasabah (debitur) selama melaksanakan pekerjaannya.
  • Retention Bond, yang menjamin bahwa setelah pekerjaan selesai tidak ada kerusakan atas hasil pekerjaan si nasabah (debitur) sampai batas waktu yang telah disepakati, bisa 3 bulan, 6 bulan, dan lain sebagainya.
  • Custom Bond, yang menjamin importir akan melakukan pembayaran atas barang yang diimpornya.  Penerima BG adalah pihak Bea dan Cukai.
  • Bank Garansi Umum, merupakan instrument penjaminan lain-lain di luar yang sudah dijelaskan di atas.  Biasanya digunakan oleh distributor yang menerbitkan BG kepada principle sebagai jaminan atas pembayaran untuk barang-barang principle yang dijual melalui distributor.
  • Dan jenis-jenis Bank Garansi lainnya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur di Peraturan Bank Indonesia (PBI).
  • Standby LC merupakan instrument non-cash loan yang mekanisme kerjanya sama dengan BG, yaitu penjaminan.  Peruntukannya adalah untuk menjamin pemberi kerja atau principle yang berada di luar negeri, karena instrument BG tidak berlaku di luar negeri.  Ketentuan-ketentuan Standby LC ditetapkan pada UCPDC 700.

Kegunaan fasilitas non-cash loan berbentuk BG tersebut adalah untuk memberikan kepastian kepada pemberi kerja bahwa kontraktor yang akan bekerja dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, sehingga pemberi kerja tidak dirugikan dalam hal waktu dan biaya.  

Karena pergantian kontraktor yang tidak menyelesaikan pekerjaannya dengan baik akan menyebabkan proyek terhenti sehingga berpotensi akan menimbulkan cost overrun (pembengkakan biaya proyek) yang akan ditanggung oleh pemilik proyek.

Kegunaan kepada bank sebagai penerbit Bank Garansi adalah, bahwa bank akan memperoleh fee based income tanpa penggunaan dana dari nasabah (deposan) karena fasilitas non-cash loan di tahap awal hanya merupakan penjaminan, bukan pencairan kredit secara tunai.

Dari sisi nasabah (debitur) penggunaan fasilitas non-cash loan pada laporan keuangan dicatatkan sebagai off balance sheet (sepanjang tidak ada kegagalan dalam pembayaran), karena fasilitas non-cash loan pada dasarnya bukanlah kredit tunai yang harus dicantumkan pada sisi passive.  

Tetapi begitu terjadi kegagalan pembayaran LC dan BG, maka seketika fasilitas non-cash loan akan berubah menjadi fasilitas cash loan dan akan dicatatkan sebagai utang pada neraca di passive.

Pembaca dapat melihat di internet seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perbankan dengan menggunakan kata kunci POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) dan PBI (Peraturan Bank Indonesia) serta ketentuan-ketentuan yang mengatur transaksi eksport-import (biasa disebut trade finance) dengan mempelajari UCPDC 700 (Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 700) dan Incoterm 2021.  Semua peraturan dan ketentuan tersebut bersifat transparan dan dapat dibaca oleh masyarakat umum.-MIN-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun