Bisa pula terjadi diskontinuitas karena kepemimpinan baru atau serangkaian tekanan pasar baru, sehingga dapat mengirim budaya ke arah yang berbeda.Â
Untuk memantau pergeseran tersebut dan memastikan segala sesuatunya terus bergerak ke arah yang benar, manajer dapat melakukan pemeriksaan mendadak setiap tahun tentang sikap insan perusahaan dan pelanggaran risiko kecil.
Tanggung jawab untuk mempertahankan budaya risiko baru meluas ke dewan direksi, yang harus menuntut tinjauan berkala dari keseluruhan perusahaan dan bisnis individu untuk mengidentifikasi area yang pantas untuk dilihat lebih dalam. Hal tersebut tidak perlu rumit, Â perusahaan dapat menggabungkan data yang ada.
Survei insan perusahaan dapat memberikan satu set indikator. Ringkasan insiden operasional, informasi kinerja keuangan, dan bahkan keluhan pelanggan juga dapat berguna.Â
Jika digabungkan, data ini dapat ditampilkan di dasbor indikator yang relevan dengan budaya dan nilai risiko yang diinginkan perusahaan. Proses peninjauan seperti itu harus menjadi bagian dari strategi risiko tahunan yang ditandatangani oleh dewan direksi.
Dengan demikian kurangnya kesadaran risiko akan menyebabkan masalah. Perusahaan tidak dapat berasumsi bahwa budaya risiko yang sehat akan menjadi hasil yang alami.Â
Sebaliknya, tim kepemimpinan harus mengatasi budaya risiko sama menyeluruhnya dengan masalah bisnis apa pun, menuntut bukti tentang sikap mendasar yang meliputi keputusan risiko sehari-hari, apalagi dalam menghadapi kondisi "next normal' pasca krisis pandemi Covid-19 yang semakin tidak pasti.
Penulis,
Merza Gamal
Author of Change Management & Cultural Transformation
Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah