Misalnya, Akademi Jaringan Cisco menawarkan contoh yang baik tentang pendekatan win-win seperti itu. Perusahaan bermitra dengan pendidik dan instruktur di seluruh dunia untuk menawarkan pelatihan TI kepada siswa di berbagai bidang seperti big data, cloud, keamanan siber, dan pembelajaran mesin.Â
Upaya tersebut menghubungkan siswa dengan pekerjaan di dalam Cisco dan dengan mitra eksternalnya, sekaligus menciptakan kumpulan keterampilan yang jauh lebih besar yang diprioritaskan perusahaan.
Perusahaan lebih mungkin untuk mendapatkan keunggulan dalam pengembangan keterampilan ketika para pemimpin mereka bersedia mempertanyakan asumsi lama. Pendekatan lama cenderung terlalu lambat, terlalu bertahap, atau terlalu sulit untuk diukur mengingat tantangan di depan.
Organisasi juga harus mau mempertanyakan pola pikir warisan mereka, termasuk anggapan tentang apa yang diinginkan insan peerusahaan dan apa yang mampu mereka lakukan. Insan perusahaan sering kali lebih bersemangat dengan pengembangan keterampilan daripada yang diberikan oleh eksekutif senior kepada mereka.Â
Hal tersebut terjadi pada sebuah bank Eropa menengah, di mana para pemimpin khawatir bahwa teller tidak akan termotivasi oleh program pelatihan ulang perusahaan, atau bahkan membencinya.Â
Namun ternyata teller tidak menolak perubahan tersebut, dan bank akhirnya menciptakan tiga jalur karier yang berbeda untuk teller sebagai bagian dari program percontohan yang sukses, dan sekarang hal tersebut sedang ditingkatkan di seluruh unit kerja perusahaan.
Penulis,
Merza Gamal
Author of Change Management & Cultural Transformation
Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H