·Cicilan dan Perpanjangan
Pada dasarnya, nasabah atau orang yang menggadaikan (rahin) dapat melunasi pinjamannya kapan saja, tanpa harus menunggu jatuh tempo. Tetapi nasabah (rahin) dapat memilih cara pelunasan sekaligus maupun dengan cara mencicil. Jika dalam masa 4 bulan dan nasabah belum melunasi, maka dengan mengajukan permohonan serta menyelesaikan biaya, nasabah dapat memperpanjang jangka waktu pinjaman selama kurang lebih 4 bulan. Tetapi jika dalam jangka waktu yang ditetapkan nasabah tidak mengambil marhun, maka pegadaian syariah akan melakukan pelelangan atau penjualan barang gadai (rahn).
·Prosedur Penaksiran Gadai
Dalam hal ini, besar kecilnya pinjaman yang diberikan kepada nasabah, tergantung dari nilai taksir barang setelah petugas penaksir menilai barang tersebut. petugas penaksir sebaiknya orang-orang yang sudah mempunyai keahlian dan pengalaman khusus dalam melakukan penaksiran barang-barang yang akan digadaikan. Jasa yang ditaksir biasanya meliputi semua barang yang bergerak dan tidak bergerak.
Untuk barang bergerak, murtahin (petugas penaksir) melihat Harga Pasar Pusat (HPP) yang telah berlaku, Melihat Harga Pasar Setempat (HPS) dari barang karena harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi, murtahin menguji kualitas marhun, dan terakhir murtahin menentukan nilai taksir barang jaminan.
Untuk Barang yang tidak bergerak, murtahin bisa meminta informasi ataupun sertifikat tanah/pekarangan kepada rahin untuk mengetahui gambaran umum marhun, murtahin/ penaksir dapat melihat langsung atau tidak langsung kondisi marhun ke lapangan, murtahin /petugas penaksir melakukan pengujian kualitas marhun/barang jaminan, maka murtahin/ petugas penaksir menentukan niali taksir.
·Ketentuan Bagi Hasil
Pada hakikatnya bagi hasil yang dibagikan dalam akad ini adalah dari keuntungan bersih pihak yang diamati untuk mengelola barang gadaian. Artinya, bahwa keuntungan tersebut setelah dikurangi biaya-biaya pengelolaan, seperti halnya biaya operasional maupun biaya non operasional.
Sedangkan mengenai ketentuan bagi hasilnya adalah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila marhun dikelola oleh rahin, maka nisbah yang dibagikan misalnya 75% untuk rahin dan 25% untuk murtahin. Hal ini ditempuh karena pihak rahin adalah pemilik barang gadaian yang sah. Sedangkan bagi murtahin, jumlah persentasenya dapat digunakan untuk menjaga terjadinya inflasi atau kerugian lain atas uang yang dipinjamkan.
c)Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Gadai
Untuk struktur organisasinya, Kantor Cabang Pegadaian Syariah (KCPS) adalah sebuah lembaga pegadaian syariah di bawah binaan divisi Unit Usaha Syariah perum Pegadaian, yang secara struktual terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Untuk mewujudkan tercapainya tugas dan fungsi KCPS, maka dibentuk struktur kepemimpinan dari pusat hingga ketempat cabang.
Pegadaian syariah dibentuk sebagai unit bisnis yang mandiri dengan maksud untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang mengharapkan adanya pelayanan pinjam meminjam yang bebas dari unsur riba, maysir dan gharar. Maka, tugas pokok pegadaian syariah adalah melayani kegiatan pemberian pembiayaan  kepada masyarakat luas atas dasar penerapan prinsip gadai yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Perum pegadaian syariah ini dalam menjalankan tugas pokok diatas, maka KCPS berfungsi sebagai organisasi cabang Perum Pegadaian yang bertanggung jawab mengelola usaha sesuai syariah agar berkembang menjadi institusi syariah yang mandiri dan menjadi pilihan utama warga masyarakat yang membutuhkan pelayanan gadai secara syariah.
8.Akad Perjanjian Transaksi Gadai
Untuk mempermudah mekanisme perjanjian gadai antara rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai), maka dapat menggunakan  akad perjanjian:
1)Akad Qard al-Hasan
Akad ini biasanya dilakukan pada nasabah yang ingin meng-gadaikan barangnya untuk tujuan konsumtif. Untuk itu, nasabah (rahin) dikenakan biaya berupa upah/fee kepada pihak pegadaian (murtahin) karena telah menjaga dan merawat barang gadaian (marhun).
Sebenarnya, dalam akad qard al-hasan tidak diperbolehkan memungut biaya kecuali biaya administrasi. Mekanisme pelaksanaan akad qard al-hasan:
§Barang gadai (marhun) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan jalan menjualnya dan berupa barang bergerak saja, seperti emas, barang elektronik, dan sebagainya.
§Tidak ada pembagian bagi hasil, karena akad ini bersifat social. Tetap diperkenankan menerima fee sebagai pengganti biaya administrasi yang biasanya diberikan pihak pemberi gadai (rahin) kepada penerima gadai (murtahin).
Adapun untuk lebih jelasnya mengenai akad ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
4. Fee
Skema akad Qardhul Hasan Gadai Syariah
3.
Marhun Bih
Pencarian
1.
Rahin