Lalu melanjutkan. "Pribadi pasien bernama Tarendra, yang selama ini menjadi pelindung dari segala rasa sakit yang diterima pasien, merasa bahwa hal itu tidak benar. Tarendra merasa tidak seharusnya melakukan itu. Yang harusnya dilakukan adalah belajar. Maka kemudian dia mendominasi lalu meledak. Serangan itu tidak bisa diantisipasi oleh pribadi Elok, yang berujung menjadi tindakan bunuh diri..."
***
Beberapa tahun yang lalu...
Elok merasakan tubuhnya melepuh. Ia mendengar suara paling memilukan, yang gadis itu sadari adalah suaranya sendiri. Ia jatuh melorot ke lantai. Air mendidih baru saja menghantam tubuhnya. Dari cangkir di tangan laki-laki itu.
Gadis itu sudah menduga hal ini akan terjadi. Padahal ayahnya sudah mengatakan berkali-kali bahwa ia harus terus belajar.
Elok rasa dirinya sebentar lagi akan menangis. Namun ada sebuah suara dalam dirinya yang membuat tubuhnya yang masih menimbulkan nyeri menyengat itu mampu bangkit berdiri. Menatap sang ayah yang masih tampak tak memercayai apa yang sudah diperbuat kepada putrinya.
Dengan susah payah, Elok mulai berjalan. Tidak boleh menangis. Tidak boleh menangis. Ini tidak lebih sakit dari apapun. Sekarang yang harus kau lakukan adalah memperbaiki nilaimu. Jangan pernah sekalipun meninggalkan bukumu. Setidaknya, dengan buku itu, kau tidak perlu merasakan sakitnya dunia.
Suara-suara yang bukan dirinya, namun dirinya itu terus mendengung di telinganya...
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H