Pak Lurah tergopoh mematikan rokoknya dan meraih kunci motornya. Tergesa melangkah keluar kantornya mengikuti seorang warganya.
“Sartika, telfon Pak Mantri suruh ke tepi sungai sekarang juga,” sambil berlalu, dia memberi perintah kepada Sartika, pegawainya yang terlihat baru sampai di kantor.
Sesosok tubuh perempuan ditemukan di tepi sungai oleh penambang pasir pagi tadi. Tak ada tanda pengenal apapun pada perempuan itu. Perempuan itu mengenakan kebaya biru muda. Pak Mantri menelungkupkan tubuh perempuan itu, dan menekan punggungnya. Tak ada reaksi.
Segera Pak Mantri menelentangkan badan perempuan itu. Menutup hidungnya dan memberi nafas buatan. Setelah 2 kali meniup, Pak Mantri membuka jepitan tangannya dan mengecek aliran udara dari hidung perempuan itu. Terasa, aliran udaranya lemah, tapi ada.
Pak Mantri lantas memiringkan wajah perempuan itu dan menumpukannya ke tangan kiri perempuan itu. Setelah itu ditekannya bagian bawah dada perempuan itu. Tak lama terdengar suara air menggelegak keluar dari mulut perempuan itu. Pak Mantri mengangguk kepada Pak Lurah. Perempuan itu masih belum sadar, tapi sudah bernafas.
*****
“Tidak bisa dimintai keterangan,Pak” perawat berbaju putih dengan sweater berwarna merah muda itu menutup penjelasannya kepada Pak Lurah.
“Namanya? Asalnya? Keluarganya? Tidak ada satupun yang dia ingat, sus?” Pak Lurah mencoba memperjelas.
“Tidak,Pak. Pasien tidak bisa mengingat apapun. Oh, ya, tadi dia menyebut nama Eli, tapi tak bisa mengingat Eli itu siapa ,” pungkas perawat tersebut, “kalau tidak keberatan, saya perlu ke pasien lain Pak. Pasien dari Bapak akan kami tangani lagi nanti. Pasien sudah sadar dan sudah bisa dikunjungi. Permisi.”
Pak Lurah bergeser memberi jalan kepada perawat itu. Dia berbalik dan menatap lewat bidang kaca pada pintu kamar rumah sakit itu. Perempuan itu sudah berganti dengan pakaian rumah sakit. Dan tangannya menggenggam erat kebaya biru yang tersampir di pegangan tempat tidurnya.
“Eli…” desahnya.