Mohon tunggu...
Merkyana Nancy Sitorus
Merkyana Nancy Sitorus Mohon Tunggu... Administrasi - Pejalan Pemerhati

Pejalan dan pemerhati apapun yang menarik mata dan telinga. Menyalurkan hobby jalan melalui www.fb.com/gerakpetualang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Eli dan Rahasianya

22 Juli 2016   17:00 Diperbarui: 22 Juli 2016   17:11 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Heh? Laki-laki mana? Kamu siapa? Datang-datang langsung jejeritan kayak orang sinting!!” tak kalah berang suara Ibu.

“Perempuan lacur! Saya tahu suamiku sebulan ini sering berkunjung kemari. Kamu jangan macam-macam sama saya ya. Kamu tidak kenal dengan siapa kamu berurusan!”  suara perempuan asing itu terdengar mengancam.

“Bukan urusanku kamu itu siapa! Yang jelas ini rumahku dan kamu harus keluar dari sini sekarang juga sebelum kamu aku teriakin maling! PERGI!!” Ibu setengah berteriak.

Lalu sepi. Suara pintu ditutup terdengar membahana di telinga Eli.

Tak lama pintu dapur dibuka. Ibu datang dan berlutut di depan Eli. Otomatis, Eli meraih Ibu, mencari perlindungan dari pelukan perempuan itu.

“Sudah. Tenanglah, Ibu sudah usir orang gila itu.” Suara Ibu terdengar sangat merdu di telinga Eli.

*****

“Eli, tidurlah! Ini sudah malam, Nduk,” Bude mengingatkan Eli yang masih kekeuh membantunya mengupas kentang. Memang keseharian Bude berjualan keripik kentang di warung-warung tradisional di kampung itu.

“Sebentar lagi Bude, ini tinggal sisa sekantong lagi. Habis ini sudah kok,” Eli cuma mendongak sebentar.

“Kamu murung terus seharian ini,Nduk. Dari tadi juga ga mau nonton TV, malah minta bantuin Bude kupas kentang segala. Kenapa, Nduk?” Bude menatap Eli. Anak perempuan tanggung ini sudah seperti cucunya sendiri. Tentu saja gelagat tak biasa itu sangat mengganggunya.

“Bude, teman Ibu itu siapakah? Kenapa Eli selalu harus nginap di tempat Bude setiap kali dia datang?” suara Eli terdengar berat sambil tetap menunduk menatap jemarinya yang cekatan mengupas kentang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun