“Heh? Laki-laki mana? Kamu siapa? Datang-datang langsung jejeritan kayak orang sinting!!” tak kalah berang suara Ibu.
“Perempuan lacur! Saya tahu suamiku sebulan ini sering berkunjung kemari. Kamu jangan macam-macam sama saya ya. Kamu tidak kenal dengan siapa kamu berurusan!” suara perempuan asing itu terdengar mengancam.
“Bukan urusanku kamu itu siapa! Yang jelas ini rumahku dan kamu harus keluar dari sini sekarang juga sebelum kamu aku teriakin maling! PERGI!!” Ibu setengah berteriak.
Lalu sepi. Suara pintu ditutup terdengar membahana di telinga Eli.
Tak lama pintu dapur dibuka. Ibu datang dan berlutut di depan Eli. Otomatis, Eli meraih Ibu, mencari perlindungan dari pelukan perempuan itu.
“Sudah. Tenanglah, Ibu sudah usir orang gila itu.” Suara Ibu terdengar sangat merdu di telinga Eli.
*****
“Eli, tidurlah! Ini sudah malam, Nduk,” Bude mengingatkan Eli yang masih kekeuh membantunya mengupas kentang. Memang keseharian Bude berjualan keripik kentang di warung-warung tradisional di kampung itu.
“Sebentar lagi Bude, ini tinggal sisa sekantong lagi. Habis ini sudah kok,” Eli cuma mendongak sebentar.
“Kamu murung terus seharian ini,Nduk. Dari tadi juga ga mau nonton TV, malah minta bantuin Bude kupas kentang segala. Kenapa, Nduk?” Bude menatap Eli. Anak perempuan tanggung ini sudah seperti cucunya sendiri. Tentu saja gelagat tak biasa itu sangat mengganggunya.
“Bude, teman Ibu itu siapakah? Kenapa Eli selalu harus nginap di tempat Bude setiap kali dia datang?” suara Eli terdengar berat sambil tetap menunduk menatap jemarinya yang cekatan mengupas kentang.