Mohon tunggu...
Suara Merdesa
Suara Merdesa Mohon Tunggu... -

Mengabdi desa, Menyuarakan yang tak terungkap.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Takut Disintegrasi, Gubernur Papua Tolak Seleksi Pendamping Desa, Menteri Marwan Didesak Mundur

21 Mei 2016   13:08 Diperbarui: 21 Mei 2016   19:40 1931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Aksi Demo Pendamping desa Papua di Kantor DPR Papua, Kamis (19/05)"][/caption]

Kebijakan kemendes menggelar seleksi pendamping Desa tahap 2 ditakutkan menimbulkan konflik disintegrasi diwilayah otonomi khusus Papua. Kekhawatiran itu disampaikan oleh Gubernur Papua melalui suratnya yang dikirim ke presiden.

Menurut Gubernur Papua, Lukas Enembe, pemerintah provinsi Papua memiliki kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri berdasarkan undang-undang otonomi khusus.

Disamping itu, lanjut Lukas, kondisi sosiologis dan geografis Papua membutuhkan tenaga pendamping desa yang terlatih, berpengalaman dan mengerti karakteristik daerah yang didampinginya.

"kami memahami bahwa tidak mudah seseorang bekerja di lokasi yang dengan tingkat kesulitannya yang tinggi dan biaya transportasi yang mahal namun (pendamping desa Eks PNPM) telah mendampingi masyarakat dengan baik sehingga merasakan manfaat dari pendampingan itu" kata Lukas.

Lebih lanjut, Lukas menghawatirkan adanya pihak-pihak yang memanfaatkan situasi politik yang sering bergejolak karena merasa tidak dipercaya lagi oleh pemerintah Indonesia. "Provinsi Papua menolak dengan tegas adanya perekrutan ulang tenaga pendamping profesional yang masih aktif" tandasnya.

[caption caption="Surat Gubernur Papua ke Presiden Jokowi"]

[/caption]

Disamping mendapat penolakan dari gubernur, barisan pendamping Desa Papua juga mendesak menteri Desa Marwan Jafar untuk mundur dari jabatannya. Desakan itu terlontar dalam aksi damai yang digelar para pendamping desa di depan halaman kantor DPRD Papua, Kamis (19/05).

"Marwan Jafar harus mundur dari jabatannya karena tidak mampu menangkap aspirasi rakyat Papua yang dilindungi undang-undang otonomi khusus" teriak orator dalam demo tersebut.

Menurut pendemo, Marwan Jafar telah menginjak-injak harga diri rakyat Papua dengan kebiajakan yang sentralitik dalam memutuskan program pendampingan desa.

Menanggapi aksi para pendamping, DPR Papua berjanji akan menemui Menteri Desa, Marwan Jafar secara langsung di Jakarta. "Perwakilan DPR kita upayakan nanti ketemu itu Marwan Jafar guna sampaikan tuntutan bapak-bapak" kata Origenes, Ketua Komisi 1 DPR Papua di hadapan pendemo.

Tak puas menyampaikan tuntutannya di DPR, para pendamping desa juga mendatangi Universitas Cenderawasih yang kabarnya ditunjuk sebagai unsur perguruan tinggi yang akan terlibat dalam proses seleksi. Dihadapan perwakilan rektorat, perwakilan massa mendesak Uncen untuk mundur dari panitia seleksi. "Uncen jangan cari masalah baru dengan menjadi panitia seleksi pendamping desa" kata perwakilan massa yang ditemui Biro Umum, Uncen.

Menanggapi tuntutan perwakilan pendamping, Biro umum Uncen menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada surat resmi dari Kemendes yang masuk ke Uncen. "Kami belum menerima surat dari Kemendes terkait keterlibatan kampus dalam seleksi pendamping desa" kata Ketua Biro Uncen.

Lebih lanjut, Kepala biro juga menyatakan sikap menolak keterlibatan Uncen dalam seleksi."Dari pada Uncen korban mendingan batal saja" katanya

[caption caption="Pertemuan pendamping desa dengan Rektorat Uncen"]

[/caption]

Untuk diketahui, kebijakan Kemendes memutus kontrak 12.000 pendamping desa telah menimbulkan kegaduhan yang berkepanjangan. Hal ini lantara keputusan itu dianggap diskriminatif dan mengingkari keputusan Kemendes sendiri.

Sebelum memutus kontrak 12.000 pendamping, Kemendes menerbitkan Surat Nomor 2195/DPPMD.I/DIT.V/XII/2015 tanggal 31 Desember 2015 kepada Satker provinsi. Melalui surat tersebut, kemendes menetapkan peralihan status fasilitator program yang dilimpahkan dari Kemendagri menjadi Pendamping Desa. 

"Fasilitator yang pada TA. 2015 bertugas mendampingi PNPM-MPd, maka dalam rangka pendampingan pelaksanaan UU No. 6/2014 dapat ditugaskan sebagai pendamping profesional dengan ketentuan ... Fasilitator Kecamatan (Teknik dan Pemberdayaan) dapat ditugaskan sebagai Pendamping Desa" bunyi petikan surat tersebut.

Berdasarkan surat Kemendes itu, Satker Provinsi kemudian menugaskan seluruh pendamping, baik yang lama maupun hasil seleksi 2015 untuk menjadi pendamping desa dalam satu surat perintah tugas (SPT).

12.000 Pendamping desa yang di PHK Kemendes ini sebelumnya berada di bawah Kemendagri. Kemudian, setelah adanya Kementerian Desa, Kemendagri melimpahkan program, pegawai dan pembiayaan yang ada di Ditjen PMD, ke Kemendes. Berita Acara Serah Terima program inilah yang mendasari Kemendes berani mengaktifkan kembali pendamping desa sejak 1 Juli 2015 hingga Mei 2016 tanpa melalui seleksi. 

Kepada pendamping desa non seleksi ini, Kemendes juga telah memberikan pelatihan pembekalan dalam kaitan implementasi UU Desa.

Selain Papua, berdasarkan data terakhir dari aliansi 12.000 pendamping desa yang tergabung dalam Barisan Nasional Pendamping Desa (BNPD), telah ada 17 pemerintah provinsi yang bersurat ke presiden terkait dengan kisruh pendamping desa. Ke 17 provinsi itu antara lain provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, Sumatra Barat, Lampung, Jambi, Aceh, Riau, Banten, Maluku, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Jatim, Kalimantan Barat, Sumatra Barat dan Sulawesi Tengah.

Namun Kemendes kelihatannya masih bergeming. Bahkan Jika sebelumnya, satker provinsi Masih dilibatkan pada tahap pengumuman, kini semua tahapan dikendalikan oleh satker Pusat. Kuota yang dibuka mencapai 19.000 pendamping terdiri dari LPD, PD dan Tenaga Ahli. Dari total kuota itu, 12.000 diposisikan untuk mengganti pendamping desa dari Eks PNPM yang habis per 31 Mei 2016.

 

Baca Juga :

Menteri Marwan: Bodoh Sekali Saya Bawa-bawa PKB, Eh Ternyata..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun