"Di dalam kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga."
Hal ini menunjukkan bahwa di surga, manusia tidak lagi terikat pada kebutuhan fisik seperti makan, minum, atau nafsu birahi. Jiwa telah mencapai kepuasan penuh di hadapan Allah, dan kehidupan di surga sepenuhnya berfokus pada hubungan spiritual dengan-Nya.
Nafsu duniawi tidak lagi relevan karena cinta ilahi telah menjadi sumber kebahagiaan yang sempurna. Mengatasi segala-galanya, kepada siapapun jiwa yang telah diselamatkan.
Â
5. Kebahagiaan dalam Persekutuan Orang Kudus
Surga juga digambarkan sebagai tempat persekutuan yang penuh kasih antara semua orang kudus (Communion of Saints). Dalam surga, jiwa-jiwa hidup dalam kasih, damai, dan persaudaraan dengan seluruh umat Allah, termasuk para malaikat dan semua jiwa yang telah diselamatkan sepanjang sejarah.
Tidak ada perbedaan nilai atau martabat manusia di surga. Semua jiwa dipersatukan dalam kasih ilahi, membentuk suatu komunitas yang paling sempurna dalam cinta kepada Allah. Kehidupan di surga adalah kehidupan dalam harmoni total, di mana setiap individu saling berbagi sukacita tanpa batas.
Â
6. Kehidupan yang Berpusat pada Allah
Surga sering kali digambarkan sebagai "perjamuan pesta" dalam Wahyu 19:9, yang melambangkan kebahagiaan abadi dalam hadirat Allah. Kehidupan di sana berpusat pada penyembahan kepada Allah dalam kemuliaan. Wahyu 7:9-10 memberikan gambaran indah tentang jiwa-jiwa di surga:
"Mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan Anak Domba, berpakaian jubah putih dan memegang daun palem di tangan mereka, dan berseru dengan suara nyaring: 'Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!'"