Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Undangan yang Mengusik

12 November 2024   14:59 Diperbarui: 19 November 2024   07:21 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Malam itu udara terasa lembap, dan langit menebarkan aroma hujan yang tertahan di angkasa. Stevonia sedang duduk di meja makan bersama suaminya, Pak Rendi, menikmati kehangatan secangkir kopi yang mengeluarkan aroma khas.

Di sisi meja, telepon genggam milik Pak Rendi berbunyi terus-menerus, notifikasi dari grup WhatsApp keluarga yang tak berhenti berdenting. Dengan alis berkerut, Pak Rendi membuka pesan-pesan yang terus masuk.

"Apa yang terjadi, Mas?" Stevonia bertanya, merasa cemas.

Pak Rendi menghela napas panjang dan menyandarkan tubuhnya di kursi. Wajahnya terlihat letih, bukan karena lelah fisik, tetapi akibat beban emosional yang tiba-tiba menyerang.

"Sepertinya kita memicu kemarahan besar," jawab Pak Rendi, tangannya mengusap wajah.

"Kakak mu, bu Suparti Warto, dan adikmu sendiri, Nia, marah besar. Mereka tidak terima kalau Rendra akan menikah lagi. Menurut mereka terlalu cepat, tanahkan masih merah seandainya kuburan itu belum di semen."

Stevonia tertegun. Sejenak ia merasakan keheningan yang menyelinap di sela-sela bunyi piring dan sendok yang baru saja ia cuci.

Ia tidak mengerti mengapa pernikahan Rendra menjadi topik yang begitu sensitif. Adiknya kan sudah meninggal, sementara yang mau dinikahinya juga seorang janda.

Namun, ia juga tahu bahwa hidup Rendra tidaklah mudah setelah kehilangan istrinya lima tahun lalu.

Rendra, kakak iparnya itu, telah mengurus rumah tangganya seorang diri, membesarkan anak-anaknya tanpa sentuhan lembut seorang ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun